Pada pemilu 2024, tiga calon presiden, yakni Anies Baswedan, Prabowo Subianto, dan Ganjar Pranowo, melakukan debat terakhir yang membahas strategi untuk meningkatkan angka harapan hidup di Indonesia. Dalam perdebatan tersebut, tema kesehatan menjadi salah satu fokus utama, di mana para calon presiden berbagi pendapat dan strategi mereka untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
Ganjar Pranowo, sebagai calon presiden nomor urut tiga, menekankan pentingnya pendekatan preventif dan promotif dalam meningkatkan kesehatan. Ia menggarisbawahi bahwa pendekatan ini harus dimulai dengan pengetahuan masyarakat tentang hidup sehat, serta memberikan fasilitas kesehatan ke desa-desa. Ganjar juga menjanjikan alokasi wajib anggaran kesehatan sebesar 5-10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk meningkatkan kesehatan masyarakat.
Sementara itu, Anies Baswedan, sebagai calon presiden nomor urut satu, menyoroti kinerja puskemas yang masih fokus pada penanganan masalah kesehatan secara kuratif, bukan promotif dan preventif. Ia mengusulkan bahwa pembangunan kesehatan harus dilakukan secara lintas sektoral, sehingga anggaran tidak hanya terbatas pada dinas kesehatan, tetapi juga pada bidang lain yang terkait dengan upaya preventif dan promotif.
Dalam debat ini, para calon presiden juga membahas tentang peran penting Posyandu, dasawisma, kelurahan, RT, dan RW dalam meningkatkan kesehatan masyarakat. Mereka juga membahas tentang pentingnya memberikan layanan kesehatan yang baik kepada masyarakat agar mereka dapat hidup lebih panjang dan bahagia.
Untuk membangun kepercayaan masyarakat banyak strategi yang dapat dilakukan capres untuk membangun elektabilitasnya melalui berbagai strategi. Masing-masing capres berkompetisi menunjukkan dirinya menjadi yang terbaik dalam kepemimpinan politik dengan berbagai cara.Â
kualitas kepemimpinan politik menggunakan kriteria-kriteria tertentu seperti kompetensi (competence), kekuatan (strength), kehandalan (reliability), integritas (integrity), kemampuan (ability), kehangatan (warmth) atau kedekatan dengan rakyat (closeness to people). program-program politik yang menjadi visi dan misi capres bukan obyek diskusi yang bersifat kultural salah satunya identitas capres, personal capres dan jaringan.Â
Representasi capres ideal dikonstruksi oleh bangunan citra-citra kepemimpinan politik yang dianggap baik bagi masyarakat Indonesia, sebaliknya capres tidak ideal dibangun dengan citra-citra kepemimpinan politik yang dianggap buruk bagi masyarakat Indonesia. ada empat alat pencitraan yang dipakai yakni karakter, kompetensi, identitas dan nasionalisme.Â
Masing-masing dipakai sebagai alat legitimasi citra buruk dan baik pada capres. Citra baik dibangun oleh pendukung capres, sebaliknya citra buruk dibangun masing-masing kelompok terhadap capres lawan.Â
Debat  capres  menjadi  ajang  di  mana  calon dapat  bersaing  secara  langsung, menyajikan argumentasi, dan mengungkapkan visi  politiknya.  Ini  adalah momen ketika pemilih dapat melihat langsung bagaimana calon menanggapi pertanyaan dan tantangan,  sehingga  mereka  dapat  membuat  penilaian  yang  lebih  mendalam mengenai  karakter  dan  kompetensi  calon. Bagaimana  calon  menyajikan  argumentasi,  merangkai  kata,  dan  berkomunikasi dapat memengaruhi persepsi masyarakat.Â
Analisis  sentimen  masyarakat  terhadap  calon  presiden  juga  menjadi  perhatian. Situasi elektabilitas  pasca debat dengan mengacu pada dinamika sosial  media. Debat capres bukan hanya ujian  kebijakan,  tetapi  juga  ujian  kemampuan  berbicara  dan  meraih  dukungan melalui komunikasi efektif. pemberitaan media massa setelah debat capres  pertama  dapat  memainkan  peran  penting  dalam  membentuk  persepsi masyarakat terhadap elektabilitas calon presiden.Â