Readers, terbayang ga bagaimana kehidupan sebuah perkampungan pesantren pada umumnya? Perkampungan kecil yang tenang dan syahdu, membuat kita ingin terus membaca Al Quran dan berzikir.Â
Lantunan ayat-ayat Qur'an seakan tidak pernah terhenti, ditingkahi aktivitas santri yang tidak pernah berhenti. Dengan busana khas yang islami, tutur kata yang santun dan Bahasa tubuh yang juga tertata.
Hal diatas tidak terlihat pada sebuah pondok pesantren dibawah naungan Yayasan Daarul Miftah Mulia, terletak  di Kampung Cisuuk Rt 04, Rw 02, Desa Cibeutung Udik, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, terlihat tidak sewajarnya sebuah pondok pesantren.
Berawal dari lazimnya sebuah pesantren dengan santri yang baru berjumlah 35an orang, dibawah bimbingan Ustad Ruslan, pondok ini menerima santri-santri dari kalangan masyarakat miskin. Suatu hari salah satu santri, santri baru, mengalami gangguan jiwa.
"Dalam waktu tiga minggu santri ini sembuh dari gangguan jiwanya. Kemudian dari mulut ke mulut orang pada kemari membawa pasien dari 2007. Santri terpaksa saya pindahkan ke pondok pesantren milik orang tua saya." Cerita Ustad Ruslan, pemilik sekaligus pengasuh para penghuni pondok yang saat ini mencapai 50an orang dengan gangguan jiwa, yang tiga diantaranya adalah wanita.
Baca juga : Pondok dan Pesantren Jangan Membuang Ilmu Dunia
Bangunan
Berdiri di atas tanah wakaf seluas 460m2, pondok ini nyaris tak terlihat para pemangku jabatan. Total pasien yang pernah "mondok" di Daarul Miftha Mulia ini mencapai ribuan. "Yang sudah sembuh kami kembalikan ke keluarganya. Yang sekarang masih disini ada yang tidak ada keluarganya, ada yang keluarganya tidak mampu menerimanya kembali. Tidak ada pasien yang tahunan kecuali Nunung karena keluarganya tidak bisa menerimanya kembali lagi."
Dengan bangunan yang sangat sederhana, bahkan terkesan kumuh, Ustad Ruslan membagi beberapa ruangan untuk para pasiennya. Pembagian kamar selain memisahkan pasien wanita dan pria, juga berdasarkan tingkat sakit pasien.
Baca juga : Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Tebuireng Jombang
Untuk mengobati pasien-pasiennya, Ustad Ruslan menggunakan 3 metode. Yaitu, Raja Syaraf, Rukhiyah dan Terapi, pendekatan secara personal, yang terakhir ini membuat pasien tidak kabur dan merasa nyaman. Penyebab gangguan jiwa yang dirawat disini pun beragam. Ada yang gangguan jiwa karena narkoba.
Pasien yang gangguan jiwa dikarenakan narkoba memerlukan obat pendamping untuk menenangkan. Ustad menekankan, khusus gangguan jiwa yang dikarenakan narkotika membutuhkan obat-obatan pembantu untuk menenangkan, dan membutuhkan proses yang lebih complex.
Baca juga : Strategi dan Pelaksanaan Manajemen Berbasis Sekolah dah Pesantren
Pengobatan secara medis dibantu oleh puskesmas setempat dengan memberikan obat-obatan non syaraf, obat-obatan yang lebih ke P3K. Untuk obat-obatan syarafnya sendiri dibantu oleh orang puskemas, Pak Hari, yang mengajukan sejumlah obat yang harus ditebus seharga Rp 150 ribu. Dan ada dokter syaraf yang dibawakan Pak Hari untuk meninjau, dr Marzuki Mahdi.
"Sangat mau kalau ada dokter yang bisa membantu kemari, terutama untuk pengobatan yang non syaraf. Bukan menghindari obat-obatan medis untuk syarafnya, tapi kami kesulitan mengontrol memberikan obatnya. Begitu juga pengobatan untuk penyakit lainnya."
Operasional Pondok
Sampai saat ini pondok tidak memiliki donator tetap untuk membantu operasional sehari-harinya, untuk makan misalnya. Dari 50 pasien yang ada, hanya 3 orang yang keluarganya membayar, walau tidak rutin setiap bulannya.
Untuk makan sehari-hari ustad Ruslan mengandalkan apa saja yang ada disekitarnya, seperti tanah yang masih luas, yang ditanami pohon singkong. Kemudian dari tetangga sekitar yang berjualan sayur di pasar. "Alhamdulilah, belum pernah kelaparan. Paling telat sedikit." Begitu ucap Sang Ustad.
Harapan
Ustad Ruslan berharap adanya pembinaan bagi pasiennya yang sudah bisa berinteraksi dan membaik, agar memiliki keterampilan nantinya, dan bisa mandiri. Selain itu juga agar ada kegiatan yang bermanfaat agar tidak kosong.
Ada beberapa pasien yang sudah jauh lebih baik yang saat ini dipekerjakan menjadi buruh dibangunan, dan satu pasien saat ini diberi aktifitas merawat kambing. "Saya berharap ada kegiatan lainnya untuk pasien yang lain," ujarnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H