Mendengar kata ADIPURA mengingatkan aku sekedar penghargaan pemerintah pusat terhadap upaya pemerintah daerah dalam memelihara ke bersihan daerahnya masing-masing. Tidak lebih dari sekedar penghargaan yang prosesnya membuat pemerintah daerah sibuk bersih-bersih saat tim penilaian Adipura datang meninjau daerah-daerah, dan setiap daerah berharap piala kemenangan berpihak ke daerah mereka. Tapi, ternyata bukan itu maksudnya di selenggaakannya Adipura. Yok coba kita liat.
Program yang dilaksanakan setiap tahun ini dimulai sejak tahun 1986, awalnya difokuskan untuk mendorong kota-kota di Indonesia menjadi bersih dan nyaman, dan pemerintah mengapresianya dengan memberikan penghargaan yang di berikan oleh Wakil Presiden kepada Kepala Daerah. Namun kemudian tujuan Adipura pun mengalami perubahan, sesuai dengan kepentingan dan perkembangan yang terjadi.
Pada Penganugerahan Adipura 2019 yang dilaksanakan Senin, 14 Januari 2019, yang dilakukan di Auditorium Dr. Soedjarwo, Gedung Manggala Wahana Bakti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyerahkan 146 penghargaan yang terdiri dari 1 Adipura Kencana, Â 119 Adipura, 10 Sertifikat Adipura dan 5 Plakat Adipura, serta 11 Penghargaan Kinerja Pengurangan Sampah. Selain itu, diberikan juga penghargaan Nirwasita Tantra.
Sementara penilaian Adipura sendiri dilakukan dalam rentang waktu satu tahun, yaitu 2017-2018 dengan kriteria penilaian berdasarkan UU nomor 18 tahun 2008, tentang Pengelolaan Sampah, dengan target  nasional pengelolaan sampah sebesar 30% dan penanganan sampah 70% pada 2025.
Tahun ini yang dapat Adipura Kencana Surabaya. Tahun ini kita dapat dua, Adipura dan Pengurangan Sampah terutama sejak penerepan PerWali 18 tahun 2016 tentang larangan penggunaan plastik di retail, toko-toko dan super market dari 2016 sampai 2018. Tahun ini Kami akan masuk ke pasar-pasar tradisional.Â
Saat ini kalau kita berbelanja di mini market tidak akan diberikan kantong plastik, tapi ada pengganti yaitu sesuai dengan kearifan lokal, bakul purun (tas anyaman)," ungkap Walikota Banjarmasin, Ibnu Sina.
Upaya pengurangan penggunaan plastik ini otomatis telah mengurangi sampah plastik. Dari 600 ton sampah per hari yang masuk ke TPA 15%nya adalah plastik, dengan penerapan Perwali tadi sampah plastik sudah berkurang menjadi hanya 3% dari 600 ton per hari.Â
Selain itu upaya lain yang dilakukan pemerintah Banjarmasin untuk mengurangi sampah plastik adalah dengan menerapkannya gerakan 1000 tumbler. Upaya ini membuat Banjarmasin menjadi kota pertama yang melarang penggunaan plastik. Â
Ini dikarenakan sebagian besar fasilitas umum penerangannya menggunakan tenaga listrik yang dihasilkan dari pengelolahan sampah. "Saat ini sudah ada di tiga tempat yang masing-masing menghasilkan  6 kilo watt, 4 kilo watt dan 2 kilo watt. Ini yang digunakan untuk menerangi taman-taman. Kita akan memperbanyak lagi. TPA sudah menghasilkan 2 mega watt dan tahun ini akan menjadi 11 mega watt." Imbuh Risma lagi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H