Mohon tunggu...
Amallia AndiniSaputri
Amallia AndiniSaputri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Indonesia

Amallia Andini Saputri adalah seorang mahasiswi yang sedang menempuh pendidikan di Universitas Indonesia. Dia berada di bawah naungan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dengan jurusan Ilmu Politik. Sebagai seorang yang belajar Ilmu Politik, Amallia memiliki minat dalam memahami dinamika politik isu kontemporer dan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kisah Mahasiswa Indonesia dan Perlawanan Terhadap Kekuasaan dalam Konteks Politik dan Teori Foucault

24 Mei 2024   14:46 Diperbarui: 26 Mei 2024   12:00 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Peristiwa politik di Indonesia pada tahun 1965 mengakibatkan banyak mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di luar negeri, terutama di negara-negara Blok Komunis seperti Uni Soviet, Cekoslovakia, Polandia, Rumania, Jerman Timur, Hungaria, Bulgaria, dan Kuba, terpaksa tidak dapat kembali ke Indonesia karena situasi politik yang tidak memungkinkan. 

Kisah sepuluh mahasiswa Indonesia pada masa itu, yang dipimpin oleh Soekarno, seperti Tom Iljas, I Gede Arka, Waruno Mahdi, Asahan Aidit, Sardjio Mintardjo, Chalik Hamid, Djumaini Kartaprawira, Kuslan Budiman, Hartoni Ubes, dan Sarmadji, menjadi representasi dari mahasiswa-mahasiswa yang terkena dampak. 

Mereka tidak dapat kembali ke tanah air karena terlibat atau terkait dengan stigma politik yang berkembang pada masa tersebut, khususnya dalam konteks orde baru. Konsekuensi dari hal ini adalah kehilangan sumber pendanaan dan dicabutnya status kewarganegaraan mereka, menempatkan mereka dalam situasi yang memprihatinkan di negara asing.

Kehilangan sumber pendanaan dan status kewarganegaraan menjadi tantangan utama bagi para mahasiswa eksil. Dengan beasiswa diputus dan hak kewarganegaraan dicabut, mereka mengalami ketidakpastian finansial dan hukum yang menghambat mobilitas dan kehidupan mereka. Tidak adanya jaminan akan hak-hak dasar seperti pendidikan, perlindungan hukum, atau akses kesehatan di negara asing menjadi beban tambahan bagi mereka yang terpinggirkan.

Isolasi sosial dan kesulitan dalam menjaga komunikasi dengan keluarga di Indonesia juga menjadi hambatan yang signifikan bagi para eksil. Minimnya akses telekomunikasi internasional pada masa itu memperburuk kondisi mereka, meningkatkan rasa terasing dan kesepian di tanah yang jauh dari rumah. 

Di samping itu, tanpa status hukum yang jelas di negara tempat tinggal, mereka menghadapi risiko administratif dan keamanan yang serius, membuat mereka rentan terhadap berbagai masalah yang berkaitan dengan kediaman mereka di luar negeri. Hal ini menyebabkan mereka menjadi stateless atau bangsa tanpa kewarganegaraan, yaitu hidup tanpa kewarganegaraan formal dan terbatas dalam mobilitas mereka di negara tempat mereka belajar (Akmaliah, 2015).

Meskipun dihadapkan pada berbagai kesulitan, para mahasiswa eksil tetap mencari cara untuk bertahan hidup. Beberapa di antara mereka menikah dengan penduduk setempat atau mencari perlindungan sebagai pengungsi di negara-negara Eropa Barat dan Skandinavia. Langkah-langkah ini merupakan upaya adaptasi terhadap situasi sulit yang mereka hadapi, menunjukkan ketahanan dan keteguhan hati dalam menghadapi tantangan yang tak terduga di masa muda mereka.

Peran Teori Foucault dan Marxisme dalam Analisis Politik Kontemporer Film Eksil

Teori Foucault muncul dari pemikiran dan karya-karya Michel Foucault, seorang filsuf, sejarawan, dan sosiolog Prancis yang aktif pada abad ke-20. Teori Foucault mengacu pada kerangka pemikiran yang dikembangkan oleh Michel Foucault, seorang filsuf, sosiolog, dan sejarawan Prancis. Foucault dikenal karena pendekatannya yang kritis terhadap berbagai aspek kekuasaan, pengetahuan, dan subjektivitas dalam masyarakat (Foucault, 1972). Pemikiran Foucault berkembang dari berbagai konteks intelektual dan pengalaman pribadi yang memengaruhi pandangannya terhadap kekuasaan, pengetahuan, dan subjektivitas (Foucault, 1972). 

Jika mengamati fenomena eksil dalam konteks teori Foucault di dunia kontemporer, penting untuk mempertimbangkan bagaimana kekuasaan negara dan institusi-institusi sosial mempengaruhi hak individu. Menurut Foucault 1972, kekuasaan tidak hanya terkait dengan struktur politik formal, tetapi juga termanifestasi dalam praktik sehari-hari, pengendalian pengetahuan, dan pembentukan norma sosial.

Dalam fenomena eksil yang ditampilkan dalam film Lola Amaria, terlihat bahwa kekuasaan tidak hanya berkaitan dengan struktur politik formal, tetapi juga merasuki praktik sehari-hari, pengendalian pengetahuan, dan pembentukan norma sosial. Para eksil mungkin mengalami pengendalian pengetahuan melalui pembatasan akses terhadap informasi, baik dari negara asal maupun dari negara tempat mereka tinggal. 

Selain itu, pembentukan norma sosial juga dapat terjadi melalui interaksi antara eksil dengan masyarakat lokal di tempat tinggal baru, di mana mereka mungkin merasa terpinggirkan atau dianggap sebagai "orang asing" yang tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Dalam konteks ini, eksil menjadi sebuah pengalaman yang tidak hanya melibatkan perpindahan fisik, tetapi juga konfrontasi dengan mekanisme kekuasaan yang meliputi pengendalian pengetahuan dan pembentukan norma sosial di lingkungan baru.

Menurut buku yang berjudul, Marx's Inferno: The Political Theory of Capital menegaskan bahwa teori Marxisme secara kritis memeriksa struktur kekuasaan dalam masyarakat dan menyelidiki peran institusi-institusi dalam mempertahankan ketidaksetaraan dan dominasi. (Roberts, 2017).  Marxisme, menyoroti bagaimana struktur ekonomi memengaruhi distribusi kekuasaan dan pengendalian dalam masyarakat.

Di sisi lain, Foucault mengeksplorasi kekuasaan sebagai fenomena yang tersebar di seluruh jaringan sosial, termasuk lembaga-lembaga, pengetahuan, dan praktik kehidupan sehari-hari. Dalam konteks eksil, kedua pandangan ini dapat diterapkan untuk memahami bagaimana individu melawan dominasi kekuasaan negara atau ekonomi yang memaksa mereka meninggalkan negara mereka. Eksil bisa dipandang sebagai perlawanan simbolis terhadap kontrol dan dominasi kekuasaan, baik dari sudut pandang Foucault maupun Marx.

Jika memandang film eksil ini dengan teori foucault sebagai pengkajian diskursus yaitu, cara di mana pengetahuan dan kekuasaan terkait dalam masyarakat, Foucault akan melihat eksil dalam lensanya sendiri bagaimana kekuasaan negara dan bagaimana sebagai institusi yang memiliki kontrol atas masyarakat dapat memengaruhi kehidupan individu (Roberts, 2017). Kekuasaan negara tidak hanya terbatas pada struktur politik formal, tetapi juga termanifestasi dalam praktik sehari-hari, kontrol atas pengetahuan, dan pembentukan norma sosial (Siregar, 2021). Dalam konteks eksil, kekuasaan negara dapat tercermin dalam kebijakan politik yang memaksa individu untuk meninggalkan negara mereka. Tentunya dengan kata lain negara memaksakan hak individu pada saat itu. 

Selain itu, film "Eksil" menjadi sebuah kritik terhadap sistem politik di Indonesia dalam menangani masalah eksil. Meskipun terdapat upaya dari pemerintahan sebelumnya, seperti masa kepresidenan Gus Dur yang memberikan harapan, namun belum ada perubahan yang signifikan. Bahkan, selama masa kepresidenan Joko Widodo, pembahasan mengenai eksil belum menghasilkan kebijakan konkret yang mampu mengatasi masalah tersebut. Dengan demikian, film "Eksil" menjadi sebuah penanda bahwa adanya ketidakmampuan sistem politik saat ini dalam menyelesaikan masalah eksil, sementara juga menggambarkan pentingnya perlawanan individu terhadap kekuasaan yang menindas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun