Penelitian ini menggunakan literatur review atau kajian literatur sebagai  metode yang digunakan dalam mengumpulkan data maupun menganalisis hasil temuan data. Kajian literatur merupakan pencarian data dengan membaca buku, jurnal, dan terbitan-terbitan lain yang terkait dengan topik penelitian untuk menghasilkan suatu tulisan mengenai topik atau isu tertentu. Kami menggunakan metode literatur review pada penulisan kali ini sebab kami ingin menggali data dengan menerapkan pencarian informasi melalui jurnal atau media lain dan yang nantinya informasi yang didapat akan dikumpulkan dan dianalisis menjadi satu kesatuan tulisan. Peneliti akan mencari literatur-literatur dari berbagai sumber kemudian data-data yang diperoleh dianalisis dengan membandingkan dan menyesuaikan dengan literatur yang lain seperti buku maupun penelitian terdahulu sesuai dengan topik yang diteliti. Kajian literatur memiliki dua tujuan yaitu untuk menulis sebuah makalah terkait suatu topik dan digunakan dengan tujuan kepentingan suatu project penelitian tertentu (Marzali, 2016).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Standart Literasi suatu Negara
Menurut UNESCO, dalam satu tahun minimal satu orang membaca tiga buku. Orang-orang negara maju seperti di Eropa Barat, Amerika, dan Asia Timur bahkan biasa membaca 15 hingga 20 buku setiap tahunnya. Jumlah buku tersebut membuat masyarakat di negara tersebut melek wawasan dan memiliki kualitas SDM yang tinggi. Tingkat literasi yang tinggi juga meningkatkan kualiatas hidup dan menurunkan tingkat kemiskinan negara.
Sedangkan di Indonesia, satu orang per tahunnya mungkin tidak sampai selesai membaca satu buku. Data UNESCO tahun 2016 menunjukkan bahwa hanya 1 dari 1000 orang Indonesia yang gemar membaca. Sedangkan penelitian dari Central Connecticut State Universitu menunjukkan bahwa dari 61 negara yang diteliti, negara Indoneisa masuk dalam peringkat 60 dalam tingkat melek baca (Purwanda and Syahril, 2021). Tingkat literasi yang kurang menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia belum melek budaya membaca. Padahal rendahnya tingkat membaca sebagai upaya penguasaan ilmu pengetahuan menjadi salah satu faktor penyebab tingginya tingkat kemiskinan di suatu negara (Hidayat, 2021).Â
Bila kita ambil satu contoh negara maju yang sukses menggerakkan budaya leterasi, Jepang menjadi satu contoh yang berhasil mengembangkan gerakan membaca yang telah mereka rintis sejak lama. Gerakan membaca dan program-program yang dibuat pemerintah untuk membiasakan masyarakatnya telah dilakukan sejak 30 tahun lalu (Mulasih and Hudana, 2020). Istilah Tachiyomi menjadi salah satu kekhasana budaya membaca jepang. Tachiyomi merupakan aktivitas membaca yang dilakukan sambil berdiri, kegiatan ini biasa dilakukan toko buku secara gratis. Banyak toko buku yang menyediakan buku dengan kondisi sudah terbuka plastik pembungkusnya sehingga dapat dibaca oleh banyak pengunjung. Di jepang juga terdapat banyak sekali ruang publik baca, bahkan banyak yang memanfaatkan sarana transportasi sebagai tempat membaca. Hal-hal tersebut ditambah dengan keberadaan toko buku yang menjamur, tentu telah menunjukkan betapa sukses budaya literasi yang berkembang di sana (Fatoni, 2018). Â
Distribusi Buku dan Akses Buku di Indonesia
Dalam menggerakkan budaya literasi, merupakan sebuah keharusan untuk negara dalam memenuhi hak-hak masyarakat dalam perolehan akses buku bacaan. Namun, sayangnya negara Indonesia belum mampu melakukan pemerataan dalam distribusi buku bacaan. Keberadaan buku sangat melimpah di kota-kota besar, terutama di Pulau Jawa tetapi kondisi di luar wilayah tersebut justru sebaliknya. Padahal telah disebutkan dalam Undang-Undang No. 3 Tahun 1017 tentang Sistem Perbukuan telah mengatur agar pemerintah pusat serta daerah harus menjamin ketersediaan buku yang bermutu, murah, merata secara adil tanpa adanya diskriminasi (Purwanda and Syahril, 2021).
Data pada tahu 2021 menunjukkan bahwa dengan penduduk sebesar 270,27 juta jiwa total buku yang ada hanya sebesar 22.318.083 eksemplar. Data tesebut menunjukkan rasioa buku terhadap penduduk sebesar 0,09. Ini menunjukkan bahwa total buku yang dimiliki oleh Indonesia masil jauh dari cukup bila dibandingkan dengan banyaknya jumlah penduduk. Belum lagi masalah pendistribusian buku, tercatat sebaran penerbit buku berada di Pulau Jawa sekitar 90% dan sisanya ada di luar jawa.Â
Banyak sekali toko buku besar seperti Gramedia dan Gunung Agung yang tersebar merata di kota besar seperti Jakarta, lalu bagaimana dengan kota-kota kecil? Sulitnya akses kendaraan dan jauhnya jarak tempuh menjadi alasan timpangnya kondisi ini. Wilayah terpencil dan terluar Indonesia biasanya harus menunggu berbulan-bulan untuk mendapatkan buku terbaru. Permasalahan akses buku ini selanjutnya berpengaruh pada kualitas pendidikan di wilayah tersebut. Makin sulit buku didistribusikan, maka makin tertinggal pula kurikulum pendidikan di daerah tersebut. Hal ini menunjukkan bagaimana permasalahan distribusi buku yang menimbulkan permasalahan yang lebih kompleks.Â
Upaya Penyelesaian