Mohon tunggu...
Amalia Vilistin
Amalia Vilistin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Jurnalistik di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Saya Memiliki pengalaman sebagai News Reporter di Radio Dakwah dan Komunikasi (RDK FM), Head of Content Writer di MatahariKita.co, serta Jurnalis Konten di Maju Indonesia. Saya menguasai setiap teknis peliputan dan produksi berita sebagai hardnews, softnews, maupun konten sosial media. Saya memiliki skill komunikasi yang baik, dibuktikan dengan pengalaman saya mewawancarai petinggi dan civitas akademika kampus.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Elaborasi Perkembangan Tasawuf: Menekuni Zuhud Hingga Pemurnian secara Komprehensif

6 Desember 2023   15:59 Diperbarui: 6 Desember 2023   15:59 115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Melihat dinamika yang terjadi dalam zaman kontemporer kini, tasawuf memiliki peran yang penting dalam menjaga kualitas kepribadian akhlak muslim. Definisi dari tasawuf sendiri bergantung pada sudut pandang dan pendekatan yang dilakukan. Namun, tasawuf erat kaitannya dengan Ihsan, dimana seorang Muslim yang memenuhi kualifikasi Muhsin terus berusaha mengembangkan kualitas kebaikan dalam hidupnya. Baik kebaikannya terhadap Allah SWT, sesama, alam, serta lingkungan hidup.

Orang berkepribadian Muslim yang mengimplementasikan tasawuf dalam hidupnya akan melakukan segala hal dengan kesucian hati. Ia juga tahu dan sadar bahwasanya Allah SWT menyaksikan seluruh perbuatan manusia. Oleh karena itu, ia selalu mengutamakan keikhlasan, serta menerapkan khusyuk dalam beribadah kepada Allah SWT. Dengan adanya pernyataan ini, kita dapat menyimpulkan bahwa tasawuf bukanlah hanya sekadar konsep, melainkan aktualisasi dari kebaikan yang transformatif.

Sebagai seorang Muslim, mendalami tasawuf memiliki urgensi yang signifikan dalam konteks pemahaman agama dan spiritualitas. Sebab, tasawuf menjadi ilmu yang berperan penting dalam segi penyucian jiwa, penjernihan akhlak, hingga pembangunan dimensi lahir dan batin untuk mencapai kebahagiaan yang sebenarnya (abadi). Untuk menyempurnakan tujuan penerapan tasawuf dalam hidup, penting bagi kita untuk memahami akar perkembangannya secara komprehensif.

Perkembangan tasawuf dapat dibagi menjadi lima tahap, yaitu al-zuhd (asketis) dan gerakan al-zuhd, tahap tasawuf dengan orientasi melalui penyucian jiwa (tazkiyat al-nafs) yang berkesinambungan dengan pendakian rohani melalui maqamat (tangga-tangga rohani) dan perihal ahwal (suasana hati), yang ketiga adalah tahap penyatuan diri dengan Tuhan, yang keempat tahap kesatuan wujud, serta yang terakhir adalah tahap pemurnian tasawuf.

Zuhud dan Gerakan Zuhud

Secara umum, dalam pandangan berbagai agama, zuhud berarti memandang dunia dengan pandangan yang tidak bermakna, rendah, serta hina karena dunia merupakan sesuatu yang akan lenyap. Zuhud identik dengan kesederhanaan. Dalam perspektif zuhud, keindahan dunia merupakan kepuasan, kelezatan, dan kenikmatan tipuan yang bersifat sementara dan fatamorgana. Zuhud berarti penolakan jiwa terhadap dunia tanpa paksaan dan tekanan siapapun. Dengan demikian, zuhud berarti memangkas angan-angan untuk tidak berambisi kepada dunia.

Tasawuf sebagai Penyucian Jiwa dan Pendakian Rohani

Pada penghujung abad ke-II hijriyah, zuhud bergeser kepada penyucian jiwa dan pendakian rohani. Tazkiyat al-nafs berarti menyucikan jiwa dari berbagai sifat tercela dan penyakit hati. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas kepribadian akhlak menuju kesempurnaan. Salah satu kiatnya adalah memantapkan sifat-sifat terpuji dalam diri dan membuang sifat-sifat tercela. Sehingga, perjuangan menghiasi jiwa akan terbuka menuju keberhasilan.

Di samping itu, pendakian rohani erat kaitannya dengan maqamat dan ahwal. Berdasarkan pemahaman para sufi, paradigma maqamat adalah pendakian dan perjalanan. Paradigma tersebut adalah pemikiran bahwa manusia berada di alam bawah yang penuh kebendaan, kemudian berjuang dengan iman, ibadah dan amal sosial untuk menghampiri Allah. Dengan ini, seorang Muslim yang berjuang untuk memperbaiki kualitas rohani, jiwa, dan kalbu disebut salik, yaitu penempuh jalan rohani.

Penyatuan Diri dengan Tuhan

Setelah tahap penyucian jiwa dan pendakian rohani, tahap selanjutnya adalah penyatuan diri dengan Tuhan. Tahap ini dapat ditempuh dengan dua cara, yakni ijtihad dan hulul. Dalam tasawuf, ijtihad adalah puncak pengalaman seorang sufi ketika mengalami fana, atau hilang kesadaran tentang dirinya karena merasa baka. Hingga akhirnya ia tetap bersama Allah dan menyatu dengan-Nya. Di samping itu, hulul dalam tasawuf berarti pengalaman spiritual seorang sufi ketika bersahabat, mengenal, dikenal, hingga mencintai dan dicintai Allah. Sehingga Allah memilih sufi tersebut, kemudian menempati dan menjelma pada dirinya.

Kesatuan Wujud

Wahdat al-Wujud atau kesatuan wujud merupakan hasil renungan tasawuf filosofis Ibn 'Arabi tentang wujudullah. Pada hakikatnya, wujud alam itu tidak ada, wujud hanya ada satu, yaitu wujud Allah. Dengan ini, wujud alam dinamakan sebagai wujud idafi atau wujud nisbi yang berarti wujud relatif, sedangkan wujud Allah adalah wujud yang absolut atau mutlak.

Pemurnian Tasawuf

Rintisan untuk memadukan fikih dan tasawuf dimulai oleh Imam Malik ibn Anas sebagai seorang faqih, ulama fikih, mujtahid, serta imam mazhab. Beliau berpendapat bahwa siapapun yang mengamalkan tasawuf tanpa landasan pemahaman fikih, maka mereka telah menyimpang. Imam Malik juga memandang bahwa banyaknya ilmu bukan karena menguasai banyak rujukan, tetapi ilmu itu berdasarkan nur yang disimpan oleh Allah SWT dalam kalbu seseorang. Oleh karena itu, pandangannya dapat memadukan antara ilm al-aql dan ilm al-qalb, yaitu pengetahuan akal dan pengetahuan kalbu dengan dilandaskan tasawuf sunni.

Dengan pemikiran diatas, Imam Malik berhasil menguatkan ketokohan dirinya dalam bidang fiqih dan tasawuf, yaitu dengan melahirkan dua langkah operasional, Pertama, menekankan pentingnya mempelajari fikih sebelum tasawuf agar tidak menjadi zindiq (kelompok penyimpangan agama). Kedua, terkait dengan keyakinan beliau bahwa pengetahuan adalah nur yang ditiupkan Allah ke dalam kalbu. Perjuangan Imam Malik dalam memadukan fikih dengan tasawuf tersebut juga diteruskan oleh beberapa ulama terkemuka, puncaknya pada Abu Hamid al Ghazali. Saat itu, beliau berhasil memadukan corak orientasi keberagaman lahiriah dan batiniah dalam satu simfoni yang indah, yakni dikenal sebagai tasawuf sunni. Tasawuf sunni sendiri yaitu pengamalan tasawuf berdasarkan bimbingan al-Qur'an dan Sunnah Nabi.

Dengan penjelasan rinci diatas terkait tahap perkembangan tasawuf, kita dapat memahami elaborasi perkembangannya dari akar sejarah, evolusi pemikiran, hingga praktiknya. Pengetahuan diatas juga memberikan wawasan mendalam mengenai konsep-konsep tasawuf dan terminologi khususnya yang terus berkembang seiring waktu. Sehingga, kita dapat menjadi muslim yang menerapkan pola tasawuf dalam hidup secara optimal dan menyeluruh. Penerapan tasawuf yang menyeluruh dalam kehidupan akan membawa kita kepada kebahagiaan yang sempurna dan abadi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun