Setelah tahap penyucian jiwa dan pendakian rohani, tahap selanjutnya adalah penyatuan diri dengan Tuhan. Tahap ini dapat ditempuh dengan dua cara, yakni ijtihad dan hulul. Dalam tasawuf, ijtihad adalah puncak pengalaman seorang sufi ketika mengalami fana, atau hilang kesadaran tentang dirinya karena merasa baka. Hingga akhirnya ia tetap bersama Allah dan menyatu dengan-Nya. Di samping itu, hulul dalam tasawuf berarti pengalaman spiritual seorang sufi ketika bersahabat, mengenal, dikenal, hingga mencintai dan dicintai Allah. Sehingga Allah memilih sufi tersebut, kemudian menempati dan menjelma pada dirinya.
Kesatuan Wujud
Wahdat al-Wujud atau kesatuan wujud merupakan hasil renungan tasawuf filosofis Ibn 'Arabi tentang wujudullah. Pada hakikatnya, wujud alam itu tidak ada, wujud hanya ada satu, yaitu wujud Allah. Dengan ini, wujud alam dinamakan sebagai wujud idafi atau wujud nisbi yang berarti wujud relatif, sedangkan wujud Allah adalah wujud yang absolut atau mutlak.
Pemurnian Tasawuf
Rintisan untuk memadukan fikih dan tasawuf dimulai oleh Imam Malik ibn Anas sebagai seorang faqih, ulama fikih, mujtahid, serta imam mazhab. Beliau berpendapat bahwa siapapun yang mengamalkan tasawuf tanpa landasan pemahaman fikih, maka mereka telah menyimpang. Imam Malik juga memandang bahwa banyaknya ilmu bukan karena menguasai banyak rujukan, tetapi ilmu itu berdasarkan nur yang disimpan oleh Allah SWT dalam kalbu seseorang. Oleh karena itu, pandangannya dapat memadukan antara ilm al-aql dan ilm al-qalb, yaitu pengetahuan akal dan pengetahuan kalbu dengan dilandaskan tasawuf sunni.
Dengan pemikiran diatas, Imam Malik berhasil menguatkan ketokohan dirinya dalam bidang fiqih dan tasawuf, yaitu dengan melahirkan dua langkah operasional, Pertama, menekankan pentingnya mempelajari fikih sebelum tasawuf agar tidak menjadi zindiq (kelompok penyimpangan agama). Kedua, terkait dengan keyakinan beliau bahwa pengetahuan adalah nur yang ditiupkan Allah ke dalam kalbu. Perjuangan Imam Malik dalam memadukan fikih dengan tasawuf tersebut juga diteruskan oleh beberapa ulama terkemuka, puncaknya pada Abu Hamid al Ghazali. Saat itu, beliau berhasil memadukan corak orientasi keberagaman lahiriah dan batiniah dalam satu simfoni yang indah, yakni dikenal sebagai tasawuf sunni. Tasawuf sunni sendiri yaitu pengamalan tasawuf berdasarkan bimbingan al-Qur'an dan Sunnah Nabi.
Dengan penjelasan rinci diatas terkait tahap perkembangan tasawuf, kita dapat memahami elaborasi perkembangannya dari akar sejarah, evolusi pemikiran, hingga praktiknya. Pengetahuan diatas juga memberikan wawasan mendalam mengenai konsep-konsep tasawuf dan terminologi khususnya yang terus berkembang seiring waktu. Sehingga, kita dapat menjadi muslim yang menerapkan pola tasawuf dalam hidup secara optimal dan menyeluruh. Penerapan tasawuf yang menyeluruh dalam kehidupan akan membawa kita kepada kebahagiaan yang sempurna dan abadi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H