Mereka terdiam sejenak. Memikirkan solusi atas masalah tersebut.
Tiba-tiba Dina berteriak
"Nah ini dio. Aku tau caronyo. Kito numpang bakar daon di kantin Bu Leha. Kito bayar be agek brapo kiro-kiro ngabesi gas selamo manaske. Makmano uji kamu?"
Ide baik itu langsung direspon dengan positif.
"Setuju aku. Kito kesano be." Jawab Rani.
"Iyo iyo. Sekarang be mumpung kantin belum rame. Men istirahat agek penuh kantin. Bejubel berebot gorengan." Tambah Sherin.
"Peh.. peh. Bawak daon pisangnyo, Ran."
Pagi itu, sebelum bel berbunyi, tiga gadis Palembang menuju kantin bukan hendak sarapan, melainkan menghangatkan daun pisang yang dilapisi lilin itu agar mudah dilipat nantinya. Bu Leha berbaik hati mengijinkan mereka menggunakan kompor gasnya sebentar. Setelah itu, Dina mengeluarkan beberapa lembar uang ribuan.
"Ai, dak usahlah nak. Duetnyo simpen be." Bu Leha menolak uang pemberian tersebut.
Bel istirahat berbunyi, tanda berakhirnya aktifitas diluar kelas. Ibu Marwah masuk kelas dengan beberapa contoh daun pisang berbentuk unik dan macam-macam. Ada yang digunakan untuk hiasan nasi tumpeng, hiasan nasi putih, dan lain-lain.
Dina, Rani dan Sherin tertawa melihat daun pisang sekantong plastik hitam yang dibawa Rani hampir tersia-siakan.