Mohon tunggu...
Amalia E. Maulana
Amalia E. Maulana Mohon Tunggu... lainnya -

Founder and Managing Director of ETNOMARK Consulting. A brand consultant and ethnographer; Business communities (Branding, Marcomm, and Ethnography Research) advisor & consultant. || web: www.amaliamaulana.com || twitter: @etnoamalia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Mengelola Kritik dalam Branding

17 September 2015   09:37 Diperbarui: 17 September 2015   09:49 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 Saat bermasalah atau dianggap bermasalah, tabungan SOCIAL CAPITAL dalam bentuk soulmates ini yang akan bisa menyelesaikan masalah. MEME yang negatif bisa disambut dengan MEME lain yang sifatnya positif, misalnya.

 Brand yang sedang kena ujian seharusnya tidak secara frontal membela diri, karena kontra-produktif. Brand Cemerlang itu menundukkan kepala saat dikatakan salah. Para soulmates atau Brand Guardian yaitu pembela brand yang akan maju menjelaskan. Semakin 'netral' posisi Brand Guardian, semakin cepat image yang sedang luntur itu bisa diperbaiki.

Berita-berita baik tentang brand seharusnya terus-menerus disampaikan. Bahwa rombongan Indonesia akan berangkat dan menjadi wakil untuk kegiatan yang sangat penting - sudah terlambat bila disampaikan setelah ada masalah. Pembinaan soulmates itu harus dilakukan jauh hari sebelum masalah tiba.

 Dikatakan dalam lagu Chicago tadi bahwa "You're just the PART OF ME I can't let go", bahwa 'Anda adalah Bagian dari saya yang saya harus pertahankan'. Disini analoginya adalah orang-orang yang mengkritik, siapapun itu, baik di media sosial atau  secara langsung,  adalah bagian dari stakeholders yang harus dikelola.

Masyarakat Indonesia adalah bagian dari yang diwakili oleh Individu pejabat publik tadi. Tidak bisa dilepaskan begitu saja. Kalaupun tersandung, suatu kejadian ternyata sampai melukai tanpa disengaja, simple saja solusinya yaitu MINTA MAAF.

Permintaan maaf yang tulus dan bukan dalam arti permintaan maaf untuk 'pencitraan semu' belaka. Disanalah kebesaran hati para pejabat publik ini justru akan terlihat secara alamiah dan 'genuine', asli.

Pencitraan semu yang biasanya menyertai sikap pejabat publik sudah usang, dan sudah kehilangan efektifitasnya bagi publik yang semakin cerdas dan kritis. Saatnya sekarang untuk bersama-sama dalam satu tim dengan masyarakat. Publik dan Pejabat adalah satu. Terutama, bukan lagi Pejabat berada di atas dan seolah publiknya berada di bawah.

Publik sedang meminta space mereka untuk ikut tampil dan ikut bersuara. Menghargai pendapat dan mengakomodasi permintaan mereka, meredam keresahan dan ketidaknyamanan mereka itu lebih penting daripada mempertahankan ego individu atau

kelompok.

Protes ini akan membawa dampak pada image institusi. DPR sudah lama menyimpan kata kunci yang negatif di benak masyarakatnya. Permasalahan ini justru akan menambah daftar panjang persepsi negatif yang selama ini terbentuk.

Sudah waktunya untuk lebih legowo dan menerima masukan dari masyarakat yang diwakilinya. Masyarakat itu adalah bagian dari DPR dan ini berlaku sebaliknya: pejabat DPR itu adalah bagian dari masyarakatnya. Meminta maaf itu mulia. Bismillah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun