Mohon tunggu...
Amalia Habibah
Amalia Habibah Mohon Tunggu... -

Pemimpi yang sedang merangkak mewujudkannya segala impiannya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Habis Malam di Kota Istimewa

11 Maret 2018   22:18 Diperbarui: 11 Maret 2018   22:25 465
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Sudah hampir pukul dua belas tepat, suara deru khas kereta api semakin mendekat, tampak beberapa petugas tengah siap menyambut kedatangan sang besi raksasa. Aku berdiri di peron rel kereta api begitupula dengan penumpang lain yang hari ini cukup ramai. Kereta pun berhenti, aku dengan sabar menanti, menunggu penumpang yang lainnya naik. 

Tepat pukul dua belas masinis membunyikan peluit tanda kereta siap untuk berangkat. Dengan tas ransel di punggungku, aku menyusuri gerbong untuk mencari tempat duduk sesuai dengan tiket. Meskipun tidak ada pedagang asongan dan pengamen, gerbong kereta sungguh sangat sesak, libur panjang membuat orang berbondong untuk pergi ke kampung halaman. Kali ini tujuanku tidak untuk pulang kampung, tapi untuk menikmati sisi keromantisan kota lain.

Bel panjang pun berbunyi, tanda besi raksasa itu mulai bergerak. Untuk yang kesekian kali, aku meninggalkan kotaku, hanya untuk mencari kerinduan di kota lain. Besi raksasa ini sudah jauh meninggalkan Surabaya. Membelah sawah yang hijau luas terbentang. Terlihat dari balik jendela para petani sibuk bekerja di bawah terik matahari yang membakar kulit. Pemandangan indah inilah yang selalu membuat ku jatuh hati.

Aku terlarut dalam kenangan enam tahun yang lalu. Di kereta yang berbeda namun dengan tujuan yang sama. Ditempat inilah aku bertemu dengan laki laki yang pada akhirnya menjadi tokoh penting dalam kehidupanku. Pertemuan pertama kami di gerbong kereta, berlanjut tanpa sengaja bertemu di pantai parangtritis, yang kini berujung entah bagaimana. 

Alasan utama ku pergi ke Jogja adalah karena sempat ada kenangan yang tertuang di sana. Kenangan yang hingga detik ini aku tak bisa melupakan begitu saja. Tapi kenangan hanyalah kenangan. Dan dia, hanya sebagian sosok dibalik rindu yang menggebu. Sisanya, rinduku pada kota ini memang sudah tak dapat dipungkiri. Karena Jogja selalu punya magnet tersendiri untuk mengajak kembali. 

Aku selalu yakin akan ada kisah baru yang bermulai disini lagi. Seperti dulu. Awal perjumpaan ku dengan laki laki itu enam tahun lalu. Dengan laki laki yang sempat berhenti pada hatiku. Yang kini kabarnyapun aku sudah tak tahu. Yah, aku yakin kisah ini akan kembali lagi, namun dengan sosok yang berbeda.

Dia senior ku di sekolah menengah. Tujuh tahun yang lalu. Saat aku menjadi siswa baru dan dia di kelas tiga. Aku hanya mengenal dia dan dia sekedar mengenalku. Aku jarang bertegur sapa dengannya dulu, hampir tak pernah. 

Aku memanggilnya dengan sebutan, Kak. Semakin majunya teknologi, kini aku kenal cukup dekat melalui media daring. Dia kuliah di salah satu Universitas di sini. Kemudian setelah lulus dia memilih untuk tetap tinggal dan bekerja di kota ini. Kemarin, dia berniat membantu mencarikan segala kebutuhan dan akan menemaniku keliling kota.

Dia menjemputku. Mengantarkanku ke penginapan yang dekat dengan tempat tinggalnya. Waktu kutanya kenapa, dia beralasan, agar kalau aku perlu sesuatu dia cukup mudah membantu. Aku segera masuk ke penginapan. Bersiap diri. Karena nanti dia akan datang menjemput untuk mengajak makan malam. Jantungku berdebar, ini adalah makan malam pertamaku dengan laki laki setelah sekian lama larut dalam sendiri.

Malam itu langit terlihat gelap, bulan tak nampak cahayanya, bintang pun tak terlihat gempita. Hanya gemerlap lampu kota nan indah yang memberikan nuansa romantis malam kita. Duduk berdua dengan harumnya secangkir kopi, bersenda gurau memberikan tawa, menikmati setiap detik canda, yang mungkin saja tidak lucu. Berperan menjadi pendengar  yang baik.

 Suara bising kendaraan yang semakin berisik, tak membuat kita berhenti berkisah, tentang masa lalu hingga kehidupan barunya. Di suatu bukit yang menampilkan lanskap gemerlap lampu kota Jogja, tiap detik kisah semakin kunikmati. Membuat ku lalai akan waktu yang terus bergulir. Rasa yang datang tanpa peduli ini telah membuat ku lupa diri. Tatap tajam mata itu membuat ku semakin larut dalam kenyamanan ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun