"Maaf karena sudah membuat kamu mengumpat," ungkapnya pelan.
"Kenapa minta maaf? Aku cuman enggak suka jadi pusat perhatian makanya aku reflek bilang begitu." jujur aku mengatakan itu ke Dia yang kini menepuk pundakku lembut.
"Sebagai lelaki gentle harus minta maaf, lebih seru menjadi pusat perhatian. Tandanya kita diperhatikan dengan baik, menjadi selebritis tidak seburuk itu. Kamu dimasa depan akan menjadi seorang pembicara, bahkan di depan orang tua kamu sendiri. Mereka akan menjadikan kamu pusat perhatian mereka, tetap slow dan tenang. Kita bukan sedang menghadapi perang dunia ke 2, enggak usah tegang begitu."
Saat itu aku tersadar. Mungkin memang benar jika aku tidak suka menjadi pusat perhatian bahkan di depan orang tua aku sendiri, bagaimana aku mengatakan kalau itu yang aku mau. Kadang karena perhatian yang kurang membuat kita sering disalah pahami dan disalah artikan.
"Kenapa melamun? Lihat gajah terbang?" tanyanya dengan wajah konyol.
"Kamu..."
"Aku ganteng, kan? Aku tahu... semua perempuan suka dan secara langsung mengatakan cinta sama aku. Kata orang cinta seumuran sama kita itu cuman cinta monyet, aku jadi kasihan sama monyet. Selalu digunakan sebagai ungkapan cintanya anak muda," Â Aku tidak menjawab dan hanya menatap lurus kearah depan.
Tidak tahu apalagi yang bisa dibicarakan oleh mereka tapi yang aku sadar, jika berteman dengan dia. Maka aku akan belajar banyak tentang dunia yang mungkin belum aku pelajari.
"Gue Ferly, Lo...?" tanyanya.
"Euhm... ternyata Lo bisa juga bahasa kasar. Lo cari tahu saja sendiri," sahut aku yang kini bangkit dari duduknya menuju keluar ruangan.
"Konyol, masa nama suruh cari sendiri. Memangnya mau namanya diganti, dasar no name!" keluhnya.