Mahkamah Konstitusi merupakan Lembaga tinggi dalam sistem ketatanegaraan yang dibuat pasca terjadinya amandemen UUD 1945 pada 13 Agustus 2003. Selain itu, MK adalah satu-satunya lembaga yang memiliki otoritas tertinggi untuk menafsirkan Konstitusi 1945, dan digambarkan sebagai pelindung demokrasi dan hak asasi manusia. Munurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 Pasal 2 Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
MK menjadi pusat perhatian publik antara lain karena putusan-putusannya yang dianggap dapat memecah kebuntuan hukum ketatanegaraan dan mengedepankan prinsip keadilan substansial.
Kedudukan dan Kewenangan
Kedudukan
Mahkamah Konstitusi merupakan salah satu lembaga negara pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.
Kewenangan
MK mempunyai empat kewenangan dan satu kewajiban sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar 1945, yaitu
- Menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar;
- Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang Dasar;
- Â Memutus pembubaran partai politik, dan
- Memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum.
Kewajiban
Mahkamah Konstitusi harus membuat keputusan atas pendapat Dewan Perwakilan Rakyat tentang dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melanggar Undang-Undang Dasar. Pelanggaran yang dimaksud adalah seperti yang disebutkan dalam Pasal 7A UUD 1945: melakukan penghianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana lainnya, atau perbuatan tercela, dan/atau tidak lagi memenuhi syarat sebagai presiden atau wakil presiden.
Peran MK dalam SIstem Politik
Mahkamah Konstitusi memiliki banyak kewenangan untuk menjaga konstitusi dan demokrasi di NKRI, salah satunya adalah memutus sengketa hasil Pemilihan Umum. Salah satu ciri sistem demokrasi adalah adanya pemilu. Menurut Pasal 1 ayat 2 UUD 1945, "Kedaulatan ada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang," pemilihan merupakan cara pelaksanaan UUD 1945.
Sebaliknya, kedaulatan rakyat dapat dipraktikkan melalui proses pemilihan. Pada prosesnya, pemilihan juga berkembang menjadi sebuah institusi yang dipenuhi dengan berbagai macam pertarungan demi kepentingan kekuasaan para elit politik. Kiblat demokrasi suatu negara juga akan dipengaruhi oleh perubahan dan pertumbuhan kepentingan elit politik ini. Perubahan seperti ini sangat mungkin terjadi di setiap penyelenggaraan pemilihan, yang dapat menyebabkan konflik besar dan struktur. Kita lihat pemilihan yang diadakan beberapa hari lalu. Setelah Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengumumkan hasil perolehan suara sementara, banyak pemberitaan (di media elektronik maupun media massa) tentang rival politik yang saling menyerang dan mengklaim, menyebabkan narasi "Pemilu curang".
Dalam lingkup tanggung jawabnya terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU), yang tercantum dalam ayat 1 Pasal 24C UUD 1945, Mahkamah Konsititusi bertanggung jawab untuk memastikan bahwa pelaksanaan pemilihan tidak melanggar konstitusi, dengan berpegang pada asas Luber dan Jurdil. Â Mahkamah Konstitusi dapat merepson masalah-masalah yang berkaitan dengan pemilihan melalui rigiditas hukum acara melalui penafsiran ekstensif.
Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi
- Putusan Mengenai UU Cipta Kerja. Pemerintah dan DPR diminta untuk memperbaiki Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dalam waktu dua tahun karena MK menganggapnya tidak konstitusional karena proses pembuatan. Jika tidak, UU tersebut akan dinyatakan tidak berlaku.
- Putusan tentang Sengketa Hasil Pemilu. Contohnya: Putusan MK mengenai sengketa hasil pemilihan umum sering menjadi perhatian besar, terutama dalam pemilu presiden dan legislatif.
Pemilu Presiden 2019: Mahkamah Konstitusi memutuskan sengketa hasil pemilihan presiden 2019 yang diajukan oleh pasangan Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno melawan pasangan Joko Widodo dan Ma'ruf Amin. Mahkamah menolak gugatan tersebut dan mengesahkan kemenangan pasangan Jokowi dan Ma'ruf Amin. - Putusan terkait Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Salah satu keputusan kontroversial yang dibuat oleh Majelis Konstitusi adalah penolakan sebagian besar uji materi terhadap revisi UU KPK. Sebelumnya, UU tersebut dianggap melemahkan KPK karena beberapa ketentuan baru yang dianggap membatasi wewenang lembaga antirasuah. Keputusan ini menyebabkan banyak protes masyarakat sipil yang khawatir tentang seberapa efektif pemberantasan korupsi.
Dampak dari Putusan-Putusan Mahkamah Konstitusi pada Sistem Politik
Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 menurunkan ambang batas untuk pencalonan kepala daerah dari 20% hingga 25% menjadi 6,5% hingga 10% berdasarkan jumlah pemilih tetap. Hal ini memberikan kesempatan yang lebih besar bagi calon independen dan partai politik yang lebih kecil untuk berpartisipasi dalam pemilu, yang diharapkan akan mengurangi dominasi partai politik yang lebih besar dan meningkatkan demokrasi lokal.
Dengan lebih banyak partai yang dapat mencalonkan kandidat, persaingan dalam Pilkada akan semakin kompetitif. Ini dapat menyebabkan calon tunggal menjadi kurang mungkin dan pemilih memiliki lebih banyak pilihan, yang berarti lebih banyak demokrasi.