Mohon tunggu...
Amal1a Putr1
Amal1a Putr1 Mohon Tunggu... Konsultan - Mahasiswi semester 5 STEI SEBI Depok

Hobby travelling, editing, membaca, dan bermain game

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kewajiban Bekerja dan Memproduksi

28 Februari 2022   15:17 Diperbarui: 28 Februari 2022   15:33 170
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik


Di antara maqashid syariah adalah kewajiban bekerja dan memproduksi.  Kewajiban ini berdasarkan istiqra' terhadap dalil-dalil yang memberikan dilalah qath’iah (makna yang pasti) bahwa berkerja dan produksi itu hukumnya wajib sesuai dengan firman Allah Swt.:

Dialah yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, Maka berjalanlah aku segala penjurunya dan makanlah sebahagian dari rezeki-Nya dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.  (QS Al- Mulk [67]:15)


Dalam ayat ini Allah Swt.  memerintahkan berjalan di muka bumi ini untuk mencari rezeki Allah Swt.  

Dalam konteks maqashid, mencari rezeki menjadi wajib untuk menyediakan kebutuhan harta dari aspek wujud karena tanpa bekerja, tidak mungkin ada uang dan harta.  

Merealisasikan hifdzul mal dari sisi bagaimana mendapat-kannya (min janibi al wujud) sama halnya dengan merealisasikan harta yang sudah dimiliki (mi janibi al-adam).  

Di antara ketentuan dalam syariat ini yang mewujudkan maqashid kewajiban bekerja di Dalam adalah bahwa syariat ini memberikan hak kepada pengelola usaha dalam bagi hasil untuk mendapatkan keuntungan atas usaha. Dan sebaliknya, ketentuan yang melarang pengelola untuk mendapatkan haknya tersebut bertentangan (maqashid) ini.  

Di antaranya juga, syariat ini melindungi kepemilikan seseorang selama harta tersebut dihasilkan dengan cara-cara yang halal. 

Syariat ini telah memberikan kewenangan dan hak setiap pemilik barang/jasa untuk memanfaatkannya dan menggunakannya dengan cara-cara yang dibolehkan syariat ini.  

Dan sebaliknya, syariat ini melarang setiap perilaku yang merampas hak kepemilikan ini seperti pencurian, perampasan dan pengrusakan terhadap hak orang lain.  

Objek kepemilikan yang dilindungi oleh syariat ini mencakup 2 hal, yaitu: memiliki fisik barang-barang tersebut (milk al-yad) dan memiliki manfaat. Oleh karena itu, dilarang menahan dan mempersulit pemilik barang untuk mengelolanya dan memanfaatkannya karena bertentangan dengan maqashid syariah dalam melindungi hak kepemilikan setiap orang karena hasil kerjanya yang legal (masyru’).

Sumber : Husein Hamid Hasan, Maqashid asy-Syariah al-Hayah al-Iqtishadiyah, hlm. 7

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun