Puluhan korban terseret arus laut dan meninggal. Justru kalau ada pengelola wisata-pantai (umumnya oleh Pemerintah Daerah setempat), tetapi kondisinya banyak yang sangat tidak memadai. Biasanya yang diperhatikan cuma pantainya dan kedai-kedai makanan dan cinderamata.Â
Namun sama sekali tidak  punya atau jumlahnya sangat kurang atau tidak profesionalnya para tenaga "penjaga pantai" (beach watcher) yang menjaga keamanan pengunjjung kepantai itu. Terutama pantai-pantai sepanjang Samodera Hindia, Selat Sunda, Selat Bali. Kalau pengelola wisata-pantai tak punya tenaga-tenaga atau rekayasa macam itu, jangan bertindak cuma cari duit saja, tanpa ada sedikit jaminan keselamatan wisatawannya.  Â
Kedua; dari evaluasi awal (8/5) dinyatakan, bahwa rekayasa buka-tutup/ganjil-genap di jalan-tol antara Jakarta-Jawa Tengah itu berhasil. Beberapa pengemudi menyatakan, bisa memperlancar arus lalulintas. Â
Kalau memang benar, bisa diterapkan lagi kelak. Namun harus lebih bermanfaat, yakni harus ada jalan juga yang menggunakan arus balik. Bukan sekedar "lempar" saja kendaraan yang sedianya lewat jalan-tol, tapi justru dilempar ke jalanan biasa. Siapa tahu, kepentingan mereka itu juga sama. Mudik dan segera tiba.
Ketiga; bagi yang mudik dan berwisata. Jangan sekedar demi mendapat liburan atau bertujuan untuk bersenang-senang ataupun mudik, melupakan pengalaman tahun ini dalam menghadapi permasalahan di perjalanan dan di masa menikmati liburan itu.Â
Masih bisa bersyukur bisa kalau "lolos" dari derita perjalanan atau sewaku berwisata. Tapi kalau memang mengalaminya, meskipun itu pahit, namun itulah pelajaran yang berharga. Terkecuali apabila memang senang berdesak-desakan seperti berwisata dari Jakarta ke Puncak, ketika sampai di Gadok, Bogor, bisa merasakan bagaimana bersabar sewaktu  macet.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H