Beberapa minggu sebelum Idulfitri 1443 H tiba, Pemerintah yang terdiri dari Presiden, beberapa Menteri terkait (terutama Menteri Perhubungan), Kapolri berikut Panglima TNI yang kesemuanya berikut jajarannya, sudah saling merancang untuk menghadapi hari libur panjang.Â
Berbagai prediksi dikeluarkan masing-masing pihak, terfokus pada masa mudik orang dari Jakarta ke daerah-daerah di Jawa, Sumatera, Kalimantan Barat dan Selatan.Â
Masa mudik yang setelah berlaku dua kali Idulfitri yang lalu dibatasi banyak peraturan sampai dengan larangan mudik dikarenakan pagebluk covid-19, tapi kini sudah dibebaskan, diprediksi bakal membludak (diperkirakan 82 juta orang) dengan menggunakan sarana angkutan-darat milik pribadi (mobil, dan sepedamotor), angkutan darat umum, kereta-api, pesawat terbang dan kapal-laut.Â
Menurut perkiraan Presiden Jokowi (18/4), lebih 2 juta mobil, 17 juta sepedamotor, kereta-api semua jurusan di Jawa dan Sumatera dipenuhi penumpang. Terutama  dihari-hari puncak mudik antara 28-30 April. Tidaklah salah kalau Presiden menghimbau yang mau mudik bisa berangkat sebelum puncak-mudik dan kembali sebelum puncak-balik.
Yang perlu menjadi perhatian dalam mengatasi hiruk-pikuk mudik itu lewat jalan raya, yakni pada jalanan-jalanan biasa dan toll. Ketika tanggal mendekati prediksi puncak mudik, munculah gagasan menjadikan pengaturan lalulintas di jalanan toll dengan sistem membuatnya satu jalur. Terutama jalur dari arah Jakarta menuju daerah-daerah di Jawa dan Bali.Â
Sedangkan arus yang sebaliknya, harus merangkak melalui jalan-biasa. Demikian juga dihari-hari puncak-mudik ketika jalan-tol pun sesak padat hingga bisa macet berjam-jam sehingga banyak penumpang mobil/bus menunggu dengan keleleran di jalanan. Memang ironis. Jalanan tol dibuat untuk memperlancar dan mempercepat arus lalulintas mobil/bus/truk, justru terpaksa dijadikan jalur lambat pula.Â
Malahan di satu pihak, yakni mereka yang berjalaan sebaliknya dari arus mudik itu, dirugikan karena tidak dibolehkan lewat tol. Ada yang menjelaskan, dari Jakarta ke Surabaya yang biasanya ditempuh paling lama 10 jam, harus menempuhnya 28 jam karena tidak dibolehkah memasuki jalan-tol sejak Jakarta hingga Semarang.
Pada akhirnya, beberapa pelajaran dari kejadian diliburan Idulftri sekarang dan rekayasa arus lalulintas di Jawa saja memberikan pelajaran untuk dikaji lagi agar bisa diterapkan dimusim mudik tahun depan. Sebab diprediksi, jumlah mobil untuk bermudik bakal naik jumlahnya 150%.
Pertama; mengurangi, sedapat mungkin mencegah, jumlah kecelakaan yang sedikitnya 4110 dan korban jiwa lebih dari 570 jiwa, sehingga uang santunan dari Pemerintah mencapai Rp. 557,5 milyar. Belum lagi kecelakaan di lokasi wisata, seperti taman-taman wisata pantai.Â