Tentu saja ada biaya untuk melakukan kir itu yang telah ditetapkan oleh Pemda setempat. Ada tanda terima duitnya maupun keputusan peniliaiannya yang antara lain tertuliskan juga dibadan kendaraan itu. Â ,,,,
Urusan membayar itulah rancu terhadap penilaian dan keputusannya. Kalau bayarannya sesuai dengan aturannya/kondisi kendaraan itu, bisa saja lulus dan tidak. Tapi sudah menjadi rahasia-umum, selalu saja nilainya "lulus", asalkan  yang dibayarkan selain yang resmi namun terbanyak yang tidak resmi. Itu bukan korupsi gede, bukan kejahatan besar.Â
Kejahatan kecil, karena dibawah Rp. 50 juta! Namun dari sinilah awal salah satu sumber kecelakaan rem-blong. Bagi beberapa bus yang menyatakan dirinya sebagai "Bus Pariwisata", bodynya hebat dengan lukisan-lukisan menarik. Akan tetapi, itu adalah bus bekas yang dijual oleh Perusahaan Otobis (PO) lalu dibeli oleh pengusaha baru itu.Â
Bodynya diperbarui, namun ondersilnya sedikit saja yang diganti. Onderdil lama tetap, meski sudah aus. Tidak jarang. bus-bus macam ini remnya blong, ini-itunya rusak dijalanan, dan macam-macam lagi kerusakannya. Mestinya bus-bus bekas tetapi baru bodynya itu jadi perhatian teliti dilokasi kir kendaraan. Namun, ya tahu sendirilah.
Kisah dilokasi kir itu memang semringah. Seharinya akan ada "uang limpahan"  hingga jutaan rupiah kalau sedang "laris" kendaraan yang diperiksa.  Tentu tidak untuk satu-dua orang. Selain dbagian kantor kir, tukang kir dan pimpinan  tidak boleh dilupakan. Karenanya, dikalangan Pemda setempat, banyak yang kepingin memegang jabatan kepala dinas tersebut.Â
Sementara itu jarang terjadi, adanya perusahaan otobis/usaha-il kendaraan angkutan umum,--terutama bus-bus besar,-- dikenakan sanksi tidak boleh beroperasi karena kendaraan angkutannya tidak memenuhi syarat ataupun mengalami kecelakaan karena ulah sopirnya ataupun kondisi onderdilnya tak memenuhi syarat. Â Sebab kalau terjadi kecelakaan membawa maut dan luka-luka/cacat, santunan dari duit Negara lewat Perum Jasa Raharja. Bukan tanggungannya. Enak, kan?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H