Mohon tunggu...
Ama Kewaman
Ama Kewaman Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis Lepas

Lahir di Lembata, NTT, pulau terpencil bagai kepingan surga di bumi pada awal oktober 1994. Sekarang mengembara dalam jejak-jeak rantau.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Menulis di Dalam Tandas

18 Juli 2021   06:37 Diperbarui: 18 Juli 2021   06:44 172
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: https://pixabay.com/illustrations/)

Menulis di Dalam Tandas

Oleh: Ama Kewaman*

Aku terbangun dari tidur malam yang lelap, tepat pukul 01.45 WITA, ketika sisa-sisa metabolisme dalam tubuh menggerakan seluruh raga untuk segera dikeluarkan tanpa aku harus memerintahkannya. Semuanya terjadi di alam bawah sadarku. Sepertinya, setiap manusia pun demikian, sudah disetting oleh Sang Pencipta dari sejak dalam kandungan hingga lahir ke dunia ini. Dan memang demikianlah keadaan manusia layaknya sebuah ponsel yang telah disetting alaramnya, untuk membantu membangunkan semua orang dengan jadwal yang pasti, seperti aku telah menggunaannya  setiap pagi untuk membangunkanku siap memulai atifitas sebagai mahasiswa: mengobrol bersam teman-teman, mengibuli dosen di kantin sambil menunggu jam kuliah dimulai.

Denga tergesa-gesa aku mencari rokok yang aku lupa taruh dimana, sementara jembut sudah bersarang diujung debur. Aku membolak-balikan bantal: mencarinya dibalik bantal, mencarinya didalam saku celana, disela-sela buku yang berserakan diatas lantai dan diatas meja belajar.

Aku baru ingat rokok itu kusimpan didalam sebua buku karya salah seorang rohaniwan asal Jerman, Frans suseno, yang membahas tentang Menalar Tuhan,  yang baru selesai kubaca sebelum tidur tadi ketika hendak masuk kedalam kamar mandi.

Maka dengan tergesa-gesa, aku melangkah cepat mengambil rokok dari dalam buku itu, menyulut sebatang rokok dan hendak kembali kedalam tandas. Tahukah kau, bahwa tandas yang aku gunakan ini dibuat langsung bergandengan dengan kamar tidurku. Didalam tandas ini, selain digunakan untuk membuang sisa-sisa kotoran dari dalam tubuh, juga digunakan untuk mandi dan mencuci. 

Aku tak tahu anjuran kesehatan memperbolehkan membuat kamar tidur bergandengan langsung dengan kamar mandi didalamnya. Tapi kebanyakan indekos yang dibuat untuk mahasiswa di kota ini rata-rata sama semua, dengan masing-masing kamar mandi disetiap kamarnya. Mungkin saja pemilik indekos, pemerintah, atau orang-orang kesehatan telah bersekongkol untuk membunuh para mahasiswa, karena kebanyakan mahasiswa disini berasal dari indonesia timur. Dan mungkin karena inilah daerah kami masih tertinggal dan miskin.

Aku telah ada diatas tandas duduk menanti jembut sambil menghisap kretek dalam-dalam dan hendak mengeluarkan asap yang pekat. Sambil aku menikmati kretekku perlahan-lahan, nyanyian tengah malam yang mengayu dari lagu yang dimainkan Dialog Dini Hari, sebuah group band indi asal indonesia meramaikan sunyinya malam. Aku menyalaan kran air, dan gemeresik airnya beradu dengan iringan lagu Dialog Dini Hari membentuk harmonisasi musik yang indah.

"Tahkah kau, bagaimana senasinya merokok sambil dudu menanti jembut yang akan jatuh kedalam tandas !?" Kataku sendiri sambil membayangkan aku berbicar dengan bangga kepada temantemanku yang tidak merokok.

"Aaakkhhh, lu udah kecanduan kali, to !? Aku mengucapkannya dengan sedikit tawa. Tanganku seperti menuding ke arahku sendiri seolah-olah temanku tadilah yang berbicara sambil menuding ke arahku.

Tiba-tiba saja pikiran konyol dan imajinasi yang berantakan mecuat tiba-tiba dari dalam kepalaku bersamaan dengan asap rokok yang telah kusemburkan berkali-kali. Aku ambayangkan saja ketika semakin banyak jembut yang jatuh kedalam tandas dan menumpuk sampai banyak, tiba-tiba saja satu-satunya keran air yang ada didalam kamar mandi ini mati, dan bak penadah air yang biasa digunakan untuk mandi dan mencuci pakaian ini pecah dan air yang telah kutadah tadi telah mengering dan airnya merembes keluar tanpa kuketahui dan aku terjebak diantara aroma jembut yang terus menguap dari dalam tandas bercampur dengan asap rokok yang berubah menjadi segala macam aroma didalamnya.

Bagaimana aku akan keluar jika ujung deburku tak kubersihkan terlebih dahulu ? aahh persetan. Lebih baik aku berhayal kalau aku sedang makan di KFC dengan menu makanan yang enak-enak di dalam tandas ini biar semuanya kunikmati saja.

Sambil membayangkan itu semua dengan kretek yang masih menyala terselip diantara jari telunjuk dan jari tengah, aku hendak menulis. Jika aku menulis didalam tandas pasti kalian akan bingun. Coba deh masuk kedalam kamar mandiku yang biasa digunakan untuk mandi, mencuci dan membuang sisa-sisa metabolisme ini biar kalian tahu. 

Mungkin sangat jauh berbeda dengan kamar madi pada umumnya karena didalamnya sudah dilengkapi dengan white board, pensil, penghapus, spidol, buku, boltpoint, layaknya sebuah tempat kursus atau tempat belajar anak orang kaya. Aku menyediakan semuanya didalam tandas ini untuk menangkap kata-kata liar agar tidak terjerumus ke dalam tandas bersama dengan sisa-sisa jembut.

Tahukah kau kenapa aku sering menulis didalam toilet ? Bukan karena aku terpengaruh dari puisinya Jokpin, sapaan akrab sastrawan Joko Pinurbo tentang Toilet (Adalah Cermin Jiwa, Ruang Suci) tapi karena memang aku benar-benar ingin menulis. Aku juga sepakat dengan pendapatnya eyang Sapardi, yang ditulis dalam sebuah akun Facebook milik Negeri Poci. 

Ia mengatakan bahwa kalau orang menulis karena imajinasi itu bohong. Kalau saya ingin menulis yah karena memang niat saya untuk menulis. Saya sepakat dengan pendapat eyang, tapi kalau saya boleh berpendapat mewakili anak-anakmu para pemula sastra yang lainnya, karena memang aku pun demikian, "yang kami maksudkan dengan imajinasi itu tdak lain adalah niat kami eyang. Hanya saja kami menggunakan diksi "imajinasi" untuk memperindah niat kami seperti halnya para politisi mengumbar janji-janji dan banyak yang tak terbukti.

Tanpa bisa dipungkiri, dalam tandas dengan kesunyian ini ide-ide itu datang dengan sergapan liar dikepalaku dan mengepul bersama segala macam rupa asap kretek yang tak henti-hentinya kuhisap ini. Tapi jika engkau berpendapat lain dan mengatakan bahwa aku menulis didalam tandas ini karena terpegaruh dari puisinya Jokpin tidak apa-apa. 

Tapi yang jelas, ini adalah yang kesekian kalinya aku belajar menulis cerita pendek dan puisi didalam tandas ini. Dan untuk menghindari pendapatmu tentang aku yang meulis karena terpengaruh dari puisinya Jokpin, maka aku pun menolak untuk mencari atau membacanya kembali karena jika aku membacanya kembali maka aku tak akan berhasil menulis cerita pendek tapi aku akan menulis puisi. Dan yang paling aku takuti adalah aku tidak bisa menulis dari dalam diriku sendiri tapi aku menulis diatas karya orang lain.

Dan jika aku hendak menulis, aku akan menulis menurut ceritaku sendiri bukan menurut cerita orang lain dan aku menulis dari dalam diriku sendiri bukan terpengaruh dari para sastrawan terdahulu. Aku pun tak bisa pungkiri, bahwa apa yang dikatakan Sutardji dalam pidato kebudayaannya yang menataan bahwa menulis sastra berarti menulis diatas karya orang lain. Artinya menulis diatas budaya sendiri.

Aku meraih buku dan boltpoint yang kuletakan diatas tatakan, disamping whiteboard yang tergantung tepat di samping tandas. Perlahan-lahan ak mulai menulis cerita menurut cerita dan kisahku sendiri. Dan ketika aku menulis aku tak tahu bahwa aku sedang menulis. Tanganku melaju diatas kertas seperti berlomba dengan keran air yang masih mencuat kedalam bak penadah itu. Aku menulis tentang diriku sendiri dan bukan tentang orang lain, tentng kehidupanku dikota ini, tentang berapa banyak bungkus rokok yang bisa kuhabiskan dalam sehari, tentang cinta, tentang pacar dan semuanya.

Dan ketika aku menulis tentang  berapa banyak bungkus rokok yan kuhabiskan dalam sehari, aku mulai merasa gelisah dan takut. Aku berpikir ada benarnya juga apa yang dikatakan oleh teman kampusku bahwa aku telah kecanduan. Tentu ia mengatakan itu karena ia pernah melihatku merokok didalam toilet kampus. Dan aku tak pernah menerima tudingan itu karena dengan alasan yang aku sendiri pahami.

Dalam sehari aku bisa menghabiskan satu bungkus rokok yang didalamnya berisi 20 batang dengan masing-masing batang mengandung 13mg tar dan 1,0mg nikotin. Bayangkan saja jika dalam satu batang men gandung 1,0mg nikotin, maka dalam satu bungkus mengandung 20mg nikotin. Dan itu dikonsumsi setiap hari tanpa henti. Maka dalam sebulan aku bisa menghabiskan 600,0mg nikotin atau setara dengan 6g nikotin. Aku sudah hampir lupa sejak kapan aku mulai merokok. Tapi yang pasti aku merokok sebelum aku beranjak SMA dan sekarang sudah dipenghujung semester di salah satu universitas di jawa. Maka tidak heran jika teman-temanku mengatakan aku kecanduan merokok, karena memang demikian.

Sebagai pembelaan atas pembenaran diri tentu aku akan berdebat panjang lebar tentang kebiasaanku merokok. Aku akan berpegang teguh pada pendapatku tentang rokok bisa membantu cara kerja otak dan menstimulus pikiran. Dan merokok pun bisa membantuku menjadi teman ketika sepi untuk menulis cerpen puisi atau mengerjakan pekerjaan yang lainnya. Tapi ketika aku menghitung jumlah rokok yang aku konsumsi dalam ceritaku ini aku mulai menjadi takut dan semakin ragu-ragu untuk mulai merokok.

Kali ini aku mengangguk-anggukan kepalaku sambil terus menulis ceritaku ini seolah sepakat dengan teman kampusku yang aku kira sedikit babal karena mengatakan aku kecandan. "Ada benarnya juga." Kataku pada diriku sendiri tanpa terdengar olehku sendiri.

Tapi sudah barang tentu kebiasaanku merokok sampai saat ini tidak sama dengan orang yang mengkonsumsi narkoba atau yang sejenisnya. Jika memang demikian maka pemerintah sudah menutup pabrik-pabrik rokok yang ada di negeri ini. Tapi sayang, negara ini tidak akan mendapatkan pajak yang lebih dari perusahaan rokok dan sudah tentu pengangguran akan bertambah. Mungkin karena alasan ini pemerintah tidak akan menutup perusahaan rokok terbesar, PT gudang garam di negeri ini.

Dan ketika engkau sedang embaca ceritaku ini, aku masih bergulat dengan kata-kata didalam tandas sambil menanti jembut yang jatuh kedalam jamban. Dan seperti yang aku tuliskan diatas tentang kebiasaanku merokok didalam ceritaku ini, kau juga pasti akan setuju dengan pendapatku, atau setuju dengan pendapat teman-temanku yang menuduhku telah kecanduan. Tapi jika kau juga seorang perokok, maka mari sini bersama denganku, temani aku biar aku tidak sendirian. Mungkin kita sama-sama sedang kecanduan tapi kita tidak sedang tahu kita sedang kecanduan. Maka biarlah mereka berkata menurut pendapat mereka.

Percayalah, kalau suatu saat nanti kita akan berhenti merokok dan mereka yang tidak merokok akan merokok juga. Dan aku akan berhenti merokok jika nanti aku mati atau jatuh sakit. Dan kau ? entahlah, aku tak tahu pasti. Mungkin kau akan setuju jika kita sepakat merokok sampai mati.

Malam yang harmoni dengan irama nyanyian Dialog Dini Hari, bersenandung dengan keran air didalam kamar mandi ini pelan-pelan berpacu dengan sepi. Lagu dari dalam ponsel yang kusetel tadi masih bersenandung lirih ketika keran air kumatikan. Aku menyelipkan boltpoint didalam buku pada akhir cerita yang telah selesai kutulis dan pita pembatasnya menjulur kelar dari halaman buku.  

Aku melangkah keluar dari dalam tandas setelah menyiram jembut yang menampung didalam tandas dan membuang puntung rokok yang tersisa kedalam jamban. Aku merasa lega karena semua ide yang bersarang dikepalaku ketika didalam tandas tadi telah terpenjara semuaanya didalam ceritaku dan tulisanku ini untuk menepis tudinganmu yang mengatakan bahwa aku tela kecanduan merokok.

Setelah duduk diatas tempat tidur, dantara buku-buku yang berserakan diatas lanta dan kasur tidur, kusulut lagi sebatang rokok, menghembuskan asap pekat saling bergantian keluar masuk dari mulut dan hidung. Aku mulai malas membaca. Aku ingin merokok saja sambil menyeruput sisa kopi yang disedus sore tadi.

Aku melemparkan tubuhku ke atas kasur dengan rokok yang masih terselip pada jariku. Mataku kandas di lanit-langit kamar dan pikiranku liar kemana-mana. Sesekali aku bangkit dari tidur hanya sekedar untuk menyeruput kopi dan menaruh sisa abu rokok kedalam asbak dan kebali merebah lagi.

Aku telah menjadi orang bebas dengan jalanku sendiri.

 

(Jakarta, Lebak Sari 06 Maret 2018, 02: 17)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun