Sebagai perusahaan yang bergerak di bidang jasa layanan transportasi khususnya angkutan penumpang, PT MRT Jakarta juga berupaya mengembangkan  potensi-potensi yang dimilikinya yang berpeluang untuk bisa menghasilkan pendapatan non tiket.
Selain memperoleh pendapatan dari hasil bisnis utama jasa pelayanan mengangkut penumpang berupa penjualan tiket MRT, PT MRT Jakarta yang notabene BUMD (badan usaha milik daerah) Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini juga diberikan kewenangan untuk pengembangan usaha.Â
Pengembangan usaha ini bertujuan agar sisi finansial perusahaan tidak rugi. Sebab PT MRT Jakarta yang secara usia sudah menginjak usia ke-10 namun baru akan memulai kegiatan bisnis jasa pelayanan angkutan penumpang pada bulan Maret 2019 sehingga secara kalkulasi pendapatan dari core business penjualan tiket masih belum bisa untuk menutup biaya operasional, perawatan dan lainnya.Â
Lanjut Agung, pada waktunya nanti beroperasi, PT MRT Jakarta sudah siap dengan fase 1 koridor Selatan-Utara yang telah terdbangun 13 stasiun yang terdiri 7 stasiun layang (Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete, Haji Nawi, Blok A, Blok M, Sisingamangaraja), dan 6 stasiun bawah tanah (Senayan, Istora, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, Bundaran HI).
"Bisnis harus dilihat bukan hanya apa yang ada di depannya, namun apa yang ada di masa depan. Dalam hal ini, MRT Jakarta tidak bisa hanya mengandalkan pemasukan dari tiket kereta saja," lanjut Agung.
Space Untuk Retail
Dari hasil pengajuan proposal dan penilaian, telah terpilih sekitar tujuh retail regular untuk kategori makanan dan minuman, tiga untuk kategori mode fesyen dan asesoris, dan lima retail reguler untuk kategori convenient store.
"Yang perusahaan besar akan menyewa tempat di 10 stasiun MRT Jakarta. Enam stasiun bawah tanah, dan empat stasiun layang, yaitu Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, dan Blok M," jelas Agung.
Tak hanya kesempatan bagi perusahaan besar saja yang bisa menyewa, PT MRT Jakarta bekerjasama dengan BEKRAF (Badan Ekonomi Kreatif) juga sepakat untuk menjadikan tiga stasiun layang lainnya, yaitu Sisingamangaraja, Blok A, dan Haji Nawi, dikhususkan untuk produk Usaha Kecil Menengah (UKM) yang akan dikurasi oleh BEKRAF.