Mohon tunggu...
Amadia WikanSukmara
Amadia WikanSukmara Mohon Tunggu... Mahasiswa - Masiswa Universitas Negeri Yogyakarta

Haloo! saya merupakan orang yang gemar membaca novel, selain itu saja juga gemar mendengarkan musik, menonton dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Memaafkan Itu Hal yang Mudah atau Sulit?

26 Juni 2022   11:01 Diperbarui: 26 Juni 2022   11:24 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Mungkin bagi beberapa orang dapat meminta maaf dengan mudah, hanya dengan mengatakan “aku minta maaf” “maafkan aku” “maaf ya”, maka mereka akan mendapatkan maaf yang mereka inginkan dan menganggap permasalah tersebut selesai begitu saja. 

Akan tetapi orang yang memberikan maaf harus bergelut dengan dirinya sendiri, antara empati mereka yang muncul karna melihat orang yang bersangkutan telah meminta maaf dan sangat terluka akibat apa yang dilakukan orang tersebut. Hingga pada akhirnya orang-orang yang memaafkan melakukannya karna rasa empati yang mereka miliki lebih dominan. 

Walaupun begitu perihal maaf ini tidak selalu diiringi dengan permasalahan yang besar, kesalahan kecil juga memerlukan kata maaf dan sikap memaafkan. 

Meminta maaf dan memaafkan merupakan dua hal yang berkaitan dan keduanya pun penting. Meminta maaf sendiri dapat diartikan sebagai kesadaraan dan rasa penyesalan dari orang yang berbuat salah, sedangkan memaafkan  merupakan sikap kita dalam melepaskan pikiran dan hati dari semua perasaan yang menyakiti hati ataupun perasaan buruk yang terjadi di masa lalu.

Berbeda dengan meminta maaf, memaafkan bisa dibilang sikap yang sulit atau bahkan mudah untuk dilakukan. Dalam diri orang-orang yang dapat memaafkan dengan mudah, tidak diketahui apakah hal tersebut dilakukan karena ia sudah benar-benar memaafkan atau ia hanya bersikap seperti itu semata-mata untuk membuat keadaan kembali membaik. 

Akan tetapi masih cukup banyak orang juga yang sulit untuk memaafkan,hal ini dikarenakan kejadian yang tidak menyenangkan atau luka yang didapatkan mungkin memberikan dampak yang sangat buruk bagi orang yang mengalaminya. 

Namun jika memaafkan ini tidak kita lakukan, yang terjadi kedepannya akan berdampak makin buruk, entah kita yang akan selalu merasakan amarah tersebut, merasa dihantui oleh kejadian yang tidak menyenangkan tersebut ataupun hubungan yang sebenernya dapat diperbaiki dan membuat kita merasa nyaman kembali menjadi hancur berkeping-keping.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sikap memaafkan

Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa memaafkan dapat menjadi hal yang mudah ataupun sulit, dikarenakan sikap memaafkan dapat dipengaruhi oleh beberapa hal. Menurut McCollough, Pargament dan Thoresen (Sari, 2012; Fahnanindiya, 2017) sikap memaafkan ini dipengaruhi oleh empat fakto yaitu :

  • Variabel sosial Kognitif

Maksudnya adalah perilaku memaafkan seseorang ini dinilai berdasarkan kejadian yang menilai korban, tingkat keparahan kejadian yang menimpanya dan kemauan korban untuk menjaga jarak dengan individu yang bersangkutan. 

Selain itu, rumination about the transgression juga mempengaruh perilaku memaafkan seorang. Dimana korban akan merasakan emosi yang tidak baik ketika teringat oleh peristiwa tersebut, dengan begitu korban akan kesulitan untuk memaafkan.

  • Karakteristik Peristiwa yang Menyakitkan

Karakteristik peristiwa yang dimaksud disini adalah peristiwa-peristiwa yang berkesan atau memiliki arti penting dalam kehidupan individu. Semakin bermakna atau penti suatu moment juga akan mempengaruhi keputusan seseorang untuk memaafkan (Girard & Mullet, Ohbuchi, Kameda & Agarie; McCullogh, Pargament, & Thoresen, 2000; (Fahnanindiya, 2017). 

Salah satu contohnya adalah anak yang melihat perselingkuhan orang tuanya, peristiwa ini berpotensi memberikan luka yang dalam bagi anak. Sehingga anak akan sulit melupakan peristiwa tersebut dan juga sulit untuk memaafkan yang dilakukan oleh orang tuanya yang berselingkuh.  

  • Kualitas Hubungan Interpersonal

Perselisihan yang terjadi antara orang-orang yang memiliki hubungan akrab dapat menjadikan dua kemungkinan yang terjadi diambil oleh korban yaitu ia akan memaafkan pelaku dengan mudah atau ia akan sulit untuk memaafkan pelaku.  

Hal ini dikarenakan korban merasa sangat dekat dengan pelaku dan pada umumnya korban juga memiliki rasa kepercayaan yang tinggi terhadap pelaku. Maka dari itu ketika pelaku melakukan kesalahan, korban dapat mudah memaafkan karena hubungan dekat yang mereka miliki atau korban akan sulit memaafkan pelaku karena korban merasa kepercayaan yang telah ia beri dihancurkan begitu saja.

  • Faktor Kepribadian

Seseorang dengan rasa enpati yang tinggi akan bisa mengatur dirinya sendiri untuk memaafkan, karena empati merupakan faktor yang memfasilitasi terjadinya sikap memaafkan pada seseorang yang telah disakiti (Thoresen, 2000; Fahnanindiya, 2017). Selain itu Mauger, Saxon, hamil dan Pannel juga menyebutkan bahwa perilaku memaafkan merupakan salah satu perilaku dalam faktor agreeableness dalam the big five.   

Tahap-Tahap Memaafkan   

Untuk mempermudah kita dalam menanamkan perilaku memaafkan, kita dapat memahami apa saja tahapan yang dapat kita lakukan untuk bisa memaafkan. Enright (2001) mengatakan bahwa proses memaafkan terdiri dari 4 tahapaan yaitu:

  • Fase Pembukaan

Pada tahap pertama ini konflik mulai terasa menyakitkan dan peristiwa tersebut dapat terpikirkan oleh individu secara terus menerus.

  • Fase Pengambilan Keputusan

Pada tahap ini individu akan membuat sebuah keputusan untuk memaafkan, dengan begitu rasa sakit dan perasaan membalaskan dendam yang dimilikinya akan ia lepaskan. Ketika individu memutuskan untuk memaafkan, individu juga mulai sadar bahwa sikap memaafkan ini dapat menguntungkannya, seperti terbebas dari emosi-emosi negatif yang selama ini menyelimutinya.

  • Fase Tindakan

Dalam fase ini individu mulai membentuk pemikirannya kembali yang nantinya akan membantu untuk mengatur rasa empatu dan perasaan iba terdap pelaku. 

Dalam tahap ini juga dapat terjadi sikap korban yang memikirkan posisi pelaku, dimana pelaku mungkin merasakan rasa bersalah atau tertekan karena perbuatannya. Kemudian individu juga dapat memilih apakah ia ingin melakukan perbiuatan yang baik terhadap pelaku.

  • Fase hasil atau Pendalaman

Tahap hasil atau pendalaman ini merupakan tahapan yang terakhirdalam proses memaafkan. Hasil yang didapatkan ari tahap ini adalah perasaan lapang secara emosional, perasaan ini juga dapat meningkatkan perasaan iba terhadap orang yang melakukan kesalahan. Selain itu tahapan terakhir ini juga dapat membuat individu merasa sembuh, pulih dan merasakan energi positif lagi secara sadar.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Martha & Kurniati (2018) proses tahapan dipaparkan oleh Enright juga cukup efektif untuk digunakan sebagai terapi. 

Warsah, (2020) juga mengatakakan bahwa memaafkan merupakan sikap yang pelu ditanamkan dalam diri dengan sangat baik, hal ini dikarenakan dapat menjadi solusi damai untuk setiap fenomena konflik yang terjadi secara alami dan tidak dapat dihindari kehidupan manusia. 

Selain berpengaruh terhadap emosi, sikap memaafkan juga memiliki pengaruh terhadap kesehatan mental, kepuasan hubungan dan juga umur yang panjang. Bisa dibilang sikap memaafkan akan memicu energi positif untuk muncul dalam diri kita dan hal tersebutlah yang memuat kita merasakan kepuasaan dan berumur panjang seperti yang disebutkan sebelumnya.

Refensi

Fahnanindiya, H. H. (2017). Hubungan Antara Kematangan Emosi Dengan Forgiveness Pada Individu yang Bercerai [Universitas 17 Agustus 1945]. http://repository.untag-sby.ac.id/id/eprint/100

Lestari, P., Wardani, I. R. K., & Arum, A. D. (n.d.). Hubungan Antara Kecerdasan Emosi Dengan Perilaku Memaafkan Pada Mahasiswa.

Martha, K., & Kurniati, N. M. T. (2018). Efektivitas Terapi Pemaafan Dengan Model Proses dari Enright untuk MembantuRemaja Korban Perceraian Dalam Memaafkan Orang Tua. Jurnal Psikologi, 11(1), 10–24. https://doi.org/10.35760/psi.2018.v11i1.2070

Rahayu, I. I., & Setiawati, F. A. (2019). Pengaruh Rasa Syukur dan Memaafkan Terhadap Kesejahteraan Psikologi Pada Remaja. Jurnal Ecopsy, 6(1), 50–57. https://doi.org/10.20527/ecopsy.v6i1.5700

Singh, H., & Sharma, U. (2018). Effect of forgiveness on psychological well-being. Indian Journal of Positive Psychology, 9(2), 258–262. http://www.iahrw.com/index.php/home/journal_detail/19#list

Warsah, I. (2020). Forgiveness Viewed from Positive Psychology and Islam. Islamic Guidance and Counseling Journal, 3(2), 108–121. https://doi.org/10.25217/igcj.v3i2.878

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun