Ketersediaan Listrik
Permasalahan ketersediaan listrik di pulau-pulau kecil ataupun pulau terdepan di Indonesia telah menjadi masalah yang berlarut-larut. Keterbatasan listrik tentu akan membuat aktivitas masyarakat menjadi terbatas. Pasokan listrik di pulau-pulau kecil umumnya dibangkitkan oleh generator diesel (genset). Pemakaian genset ini tentu akan menghabiskan bahan bakar minyak yang tidak sedikit, sehingga dapat dikatakan tidak efisien untuk mencukupi kebutuhan listrik masyarakat pulau sehari-hari. Pemborosan pemakaian listrik di pulau-pulau kecil tersebut kemudian diatasi dengan pembatasan waktu penggunaan listrik, yaitu listrik hanya menyala pada pukul 17:00 sampai pukul 07:00 keesokan harinya.
Masalah ketersediaan listrik tersebut dibeberapa pulau memang sudah diatasi dengan penyediaan alternatif sumber energi listrik seperti pembangkit listrik tenaga panas matahari dan kabel listrik bawah laut. Sambungan kabel listrik bawah laut menjadi solusi yang paling efisien, namun hanya untuk beberapa pulau yang dekat dengan pulau besar (daratan) seperti di Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Pertimbangan lain bagaimana untuk ketersediaan listrik di pulau-pulau yang jauh atau terdepan. Pembangkit listrik tenaga panas matahari pun menjadi sumber energi terbarukan yang saat ini masih efisien dan efektif. Namun, permasalahan yang dihadapi adalah masalah pemeliharaan alat atau pembangkit listrik tenaga panas matahari tersebut.
Pulau Sebira Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, pasokan listrik pulau tersebut selain menggunakan generator diesel juga memakai pembangkit listrik tenaga panas matahari dan angin. Hal ini tentu menjadi kabar baik bagi ketersediaan listrik di pulau tersebut, namun ketika salah satu alat pada pembangkit listrik alternatif tersebut rusak maka pasokan listrik kembali menggunakan generator diesel. Pemanfaatan energi terbarukan yang telah berhasil yaitu memadukan tiga sumber energi Pembangkit Listrik Tenaga Hybrid (PLTH) dilakukan di Pulau Nusa Penida, Bali. Pembangkit listrik tenaga angin (bayu/PLTB), panas matahari (surya/PLTS), dan diesel (PLTD) telah dikembangkan di Pulau Nusa Penida. Paduan sumber energi tersebut menghasilkan PLTH berkapasitas 200kWh per hari, antara lain disumbangkan oleh PLTB sebesar 10 kW (Ikawati, 2009 – Harian Kompas/http://www.tekmira.esdm.go.id/currentissues/?p=1567)
Oleh karena itu, mempertimbangkan keberhasilan pengembangan energi terbarukan yang dilakukan di Nusa Penida, maka permasalahan utama yang ada adalah permasalahan kelembagaan. Walaupun hal ini membutuhkan kajian mendalam, namun kelembagaan memiliki peran penting dalam setiap pengelolaan suatu sumberdaya. Kelembagaan yang baik dapat menciptakan suatu sistem berjalan dengan baik atau sesuai dengan tujuannya. Hal ini seperti yang terjadi di Pulau Sebira, kerusakan alat tidak diselesaikan secara cepat sehingga generator diesel kembali menjadi tumpuan asupan listrik. Selain itu, rusaknya salah satu komponen pembangkit listrik terbarukan tersebut menggambarkan tidak adanya kontinuitas dari suatu program yang dijalankan.
Peran Kelembagaan
Kelembagaan merupakan suatu bentuk entitas infrastruktur yang mendasari atau membentuk struktur insentif dalam kegiatan pertukaran yang dilakukan manusia seperti kegiatan yang bersifat politik, sosial, dan ekonomi. Konflik perebutan sumberdaya alam menjadi dampak negatif dari adanya sumberdaya alam, maka kelembagaan yang kuat diperlukan dalam penyelesaian konflik–konflik tersebut. Kelembagaan adalah suatu aturan yang dikenal atau diikuti secara baik oleh anggota masyarakat yang memberi naungan (liberty) dan meminimalkan hambatan (constraints) bagi individu atau anggota masyarakat. Peran kelembagaan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam dibutuhkan untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya alam.
Kelembagaan memiliki peran yang penting dalam pemanfaatan dan pengelolaan suatu sumberdaya alam. Kelembagaan dapat bersifat formal atau informal, tertulis maupun tidak tertulis. Pemanfaatan energi terbarukan membutuhkan kelembagaan yang tepat dan kuat, agar pemanfaatan dapat dilakukan secara berkelanjutan. Kasus rusaknya salah satu komponen pembangkit listrik tenaga panas matahari di Pulau Sebira tahun 2011, diduga belum memiliki kelembagaan yang sesuai sehingga komponen pembangkit yang rusak tersebut tidak kunjung diperbaiki atau diganti. Kelembagaan diyakini dapat menciptakan efisiensi dan keberlanjutan dalam suatu program yang dibangun, diantaranya meliputi pemanfaatan maupun pengelolaan sumberdaya. Peran kelembagaan demi keberlanjutan sumberdaya alam khususnya sumber energi terbarukan perlu didukung dengan dibangunnya kebijakan yang tepat. Kebijakan mengenai energi baru terbarukan yang sesuai dengan karakteristik kawasan sumber energi.
Kebijakan Energi Baru Terbarukan
Kecukupan energi terkait hajat hidup masyarakat secara luas, kepentingan utama bagi masyarakat lokal, nasional, maupun internasional. Peran kebijakan atas sumber energi menjadi sangat penting, karena menyangkut kepentingan bersama. Undang-undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 2007 dan Undang-undang No. 22 Tahun 2001 dapat menjadi salah satu acuan dalam pengelolaan sumber-sumber energi di Indonesia. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No. 1 Tahun 2008 juga dapat menjadi acuan dalam kegiatan pengelolaan sumber-sumber energi yang ada di Indonesia. Undang-undang Republik Indonesia No. 30 Tahun 2007 menjelaskan tentang Energi yaitu sumberdaya energi merupakan sumberdaya alam yang strategis dan sangat penting bagi hajat hidup rakyat banyak terutama dalam peningkatan kegiatan ekonomi, kesempatan kerja, dan ketahanan nasional maka sumberdaya energi harus dikelola.
Pengelolaan energi yang meliputi penyediaan, pemanfaatan, dan pengusahaannya harus dilaksanakan secara berkeadilan, berkelanjutan, optimal, dan terpadu guna memberikan nilai tambah bagi perekonomian bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Dewan Kelautan Indonesia (2010), arah kebijakan energi dan sumberdaya mineral adalah meningkatkan kemampuan nasional dalam memenuhi kebutuhan energi dan sumberdaya mineral melalui peningkatan produktivitas dan dayasaing sektor energi dan sumberdaya mineral serta memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kemakmuran bangsa. Dewan Kelautan Indonesia menyusun kebijakan untuk mencapai arah kebijakan tersebut antara lain:
Pertama, kebijakan yang dapat dilakukan adalah meningkatkan eksplorasi dan eksploitasi migas dan sumberdaya mineral sehingga meningkatkan ketersediaan energi dan sumberdaya mineral bagi pembangunan nasional serta menjamin kelestarian sumberdaya pulih beserta ekosistemnya. Strategi untuk mencapai kebijakan tersebut adalah investasi infrastruktur untuk mendorong eksplorasi dan eksploitasi energi dan sumberdaya mineral, optimalisasi pemanfaatan sumberdaya energi dan mineral secara efisien dan berkelanjutan, dan mengembangkan kapasitasn nasional dalam pengelolaan energi dan sumberdaya mineral serta memberikan dampak bagi kesejahteraan masyarakat dan keberlanjutan lingkungan.
Kedua, meningkatkan peluang usaha di bidang energi dan sumberdaya mineral di wilayah potensial dengan memperhatikan aspek kelayakan ekonomi, kondisi sosial masyarakat lokal dan lingkungan hidup. Strategi pencapaian kebijakan adalah investasi pengembangan peluang usaha melalui peningkatan iklim bisnis yang kondusif dan menguntungkan, mendorong terciptanya pemanfaatan energi dan sumberdaya mineral yang bertanggung jawab melalui insentif, dan mengintegrasikan kebijakan pengelolaan dalam mendorong usaha dibidang energi dan sumberdaya mineral yang kompetitif.
Ketiga, menjamin kepastian hukum melalui penyerasian aturan dan penegakan hukum secara konsekuen serta membela kepentingan nasional. Strategi pencapaian kebijakan tersebut adalah menciptakan peraturan dan perundangan yang mampu menarik investasi dan berpihak pada kepentingan nasional, melaksanakan peraturan dan perundangan secara konsisten sehingga tercipta kepastian hukum, dan menjamin implementasi hukum yang mampu menjaga kondisi sektor energi dan sumberdaya mineral, memberikan suasana kondusif bagi investor dan mampu meningkatkan kemakmuran bangsa dan negara.
Pemanfaatan energi baru terbarukan untuk pulau-pulau kecil memang dibutuhkan, karena menyangkut aktivitas masyarakat di kawasan tersebut. Dorongan pemerintah masih sangat diperlukan untuk memberikan dukungan penuh terhadap pembangunan pembangkit energi baru terbarukan ini. Selain itu, perlu dilakukan juga kajian karakteristik masyarakat setempat dan lingkungan, sehingga program yang dijalankan akan berjalan sesuai dengan tujuan dan bermanfaat bagi masyarakat secara utuh. Hal tersebut pada dasarnya menyangkut keterpaduan secara geografis, keterpaduan ekologis, keterpaduan antar stakeholders, keterpaduan antar sektor, dan keterpaduan antar ilmu pengetahuan. Adanya keterpaduan tersebut tentu akan mendukung, mengontrol, dan mengelola suatu program yang dijalankan seperti pembangunan pembangkit energi baru terbarukan di pulau-pulau kecil.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H