Mohon tunggu...
Alzeiraldy Idzhar Ghifary
Alzeiraldy Idzhar Ghifary Mohon Tunggu... Guru - Mahasiswa

"Jangan berhenti tangan mendayung, nanti arus membawa hanyut" –M. Natsir

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ringkasan Muktamar 48 Muhammadiyah

5 Desember 2022   01:36 Diperbarui: 5 Desember 2022   08:08 889
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Sumber: Instagram @abe_mukti)

Muktamar ke-48 Muhammadiyah dan Aisyiyah yang dilaksanakan di Surakarta tanggal 18-20 November telah usai dua pekan lalu. Dari hasil Muktamar terpilih 13 nama formatur yang kemudian menetapkan kembali Haedar Nashir dan Abdul Mu'ti sebagai Ketua Umum dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah periode 2022-2027.  

Salah satu yang membanggakan dari pelaksanaan Muktamar adalah proses pemilihan pimpinan yang berjalan aman, damai, serta penuh khidmat. Tanpa ada konflik, riuh intrik, apalagi intervensi politik. Muhammadiyah mampu mengajarkan keteladanan pada bangsa Indonesia dalam melakukan suksesi kepemimpinan. Pemilihan menggunakan e-voting juga menunjukkan kelas sebagai oganisasi modern yang melangkah maju. 

Termasuk hal bersifat seremonial yang menampakkan keseriusan panitia dalam menyiapkan agenda terbesar persyarikatan. Pembukaan meriah di Stadion Manahan, kemegahan Edutorium Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS), theme song Derap Berkemajuan yang viral di media sosial, hingga keberadaan Ojek-Mu sebagai layanan transportasi bagi peserta dan penggembira, yang sekaligus membuka lapangan kerja bagi warga Surakarta. 

Terpilihnya Haedar Nashir

"Kepemimpinan di Muhammadiyah kolektif kolegial, sebagai ketua umum saya hanya sejengkal didepankan dan seinci ditinggikan" --Haedar Nashir

Terpilihnya kembali Haedar Nashir sebagai Ketua Umum mengingatkan pada ucapan Beni Pramula (Ketua Umum DPP IMM 2014-2016) bahwa kepemimpinan di Muhammadiyah perlu sedikit karakternya M. Amien Rais, Ahmad Syafii Maarif, serta Din Syamsuddin. Perpaduan antara negarawan, ulama, dan akademisi. Di mana sejauh ini sosok tersebut ada pada Haedar Nashir. 

Latar belakang keluarga santri dengan ayah seorang kyai, serta pernah mengenyam pendidikan pesantren membuat keulamaan Haedar tak diragukan. Demikian pula jejak akademiknya, meraih gelar magister dan doktor di Universitas Gajah Mada (UGM), menjadi dosen sejak tahun 1992, hingga dikukuhkan sebagai guru besar tahun 2019 di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY). 

Sementara kenegarawanannya tampak dari sikap dalam menghadapi setiap persoalan. Ketika ramai seorang menteri yang mengklaim salah satu kementerian ditujukan khusus untuk ormas tertentu, Haedar berbicara mengajak para pejabat agar akil baligh dalam bernegara. Termasuk ketegasan dalam merespon narasi Islamofobia yang masih berkembang di Indonesia. 

Namanya juga dipuji oleh intelektual Yudi Latif karena mampu memainkan peran penting sebagai seorang moderat autentik. Di tengah gempita polarisasi politik, Haedar Nashir sering tampil ke ruang publik menjadi figur teladan mengajak elite dan seluruh warga bangsa agar beranjak ke tengah, menghentikan pertikaian, serta tak terpecah belah karena kontestasi politik elektoral lima tahunan.

Sikap tengahan Haedar menurut Yudi Latif, bukan tengah tanpa prinsip melainkan sikap tengahan yang benar, berada di orbit yang proporsional. Yang dengan itu posisinya sebagai lembaga persyarikatan tidak jatuh terjerembab sebagai organisasi politik, sebab organisasi masyarakat memang harus menjaga jarak dari politik, sehingga dengan cara itu marwah organisasi yang dipimpinnya bisa tetap terjaga. 

Dan penting dicatat, kepemimpinan kolektif di Muhammadiyah selama satu periode ke depan bakal kembali diisi sosok ulama tegas yang berani mengkritik pemerintah seperti Anwar Abbas, juga sosok teknokrat yang berkontribusi di barisan pemerintah seperti Muhadjir Effendy. Ini menjadi gambaran bahwa Muhammadiyah tidak bisa distigmatisasi dengan sikap politik biner: pro atau kontra pemerintah. Melainkan tengahan yang proporsional demi kemaslahatan bersama. 

Risalah Islam Berkemajuan

Jika di Muktamar 47 Makassar menegaskan komitmen kebangsaan lewat rumusan Negara Pancasila Darul Ahdi Wa Syahadah. Maka Muktamar 48 Surakarta sukses menuntaskan "Risalah Islam Berkemajuan" sebagai fikih ijtihad Muhammadiyah untuk menjadikan Islam sebagai agama peradaban (din al-hadharah). Muhammadiyah berkeyakinan bahwa Islam yang sesungguhnya adalah agama yang mendorong kemajuan serta menjadi kekuatan aktual dalam menggerakan pemeluknya untuk memberi kesaksian atas keunggulan Islam. 

Kesungguhan Muhammadiyah untuk mengajak kepada kemajuan diperlihatkan oleh KH. Ahmad Dahlan melalui pesan yang disampaikan dalam sebuah pertemuan pengajaran di hadapan murid-murid perempuan dengan menggunakan Bahasa Jawa, "Dadiyo kyai sing kemajuan lan aja kesel-kesel anggonmu nyambutgawe kanggo Muhammadiyah". Artinya, jadilah kyai yang berkemajuan dan jangan lelah dalam bekerja untuk Muhammadiyah.

Karena itu Islam Berkemajuan telah menjadi ruh Muhammadiyah sejak periode awal. Kata-kata yang terbentuk dari "maju" seperti "memajukan" telah termaktub dalam Statuten Muhammadiyah (1912), yang menyatakan bahwa tujuan Muhammadiyah adalah "Memajukan hal igama kepada anggota-anggotanya". Rumusan tersebut melengkapi tujuan pertama, yakni "menyebarkan pengajaran igama Kangjeng Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wasallam kepada penduduk bumiputera di dalam residensi Yogyakarta".

Islam Berkemajuan meniscayakan pembaharuan (tajdid), karena dalam menjalankan ajaran agama umat Islam harus menjawab dinamika dan tantangan baru yang belum pernah muncul pada masa-masa sebelumnya. Tajdid berfungsi memberikan penyelesaian persoalan dan melahirkan gagasan-gagasan baru yang memajukan.

Muhammadiyah mengembangkan cara pandang yang berkemajuan atas Islam yang dirumuskan dalam karakteristik lima, yakni: berlandaskan pada Tauhid, bersumber pada Quran dan Sunnah, menghidupkan Ijtihad dan Tajdid, mengembangkan Wasathiyah, dan mewujudkan Rahmatan lil alamin. 

Lima karakter tersebut masuk dalam Bab Konsep Dasar Islam Berkemajuan yang mencakup : Karakteristik Islam Berkemajuan dan Manhaj Islam Berkemajuan. Terdapat juga Bab Gerakan Islam Berkemajuan yang menjelaskan peran Muhammadiyah sebagai Gerakan Dakwah, Gerakan Tajdid, Gerakan Ilmu, dan Gerakan Amal. Serta Bab Perkhidmatan Islam Berkemajuan yang menjelaskan Perkhidmatan Keumatan, Kebangsaan, Kemanusiaan, Global, dan Perkhidmatan Masa Depan. Poin-poin inilah yang dibahas dalam draft lebih dari 80 halaman Risalam Islam Berkemajuan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun