Mohon tunggu...
Alzam Ikhsanul
Alzam Ikhsanul Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hobi saya memelihara hewan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perkembangan Pemikiran Islam tentang Civil Society, Konsep Ummah dan Masyarakat Madani

5 Oktober 2024   17:00 Diperbarui: 5 Oktober 2024   18:08 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gagasan masyarakat madani bukan hanya merupakan gagasan yang ideal, tetapi juga memiliki dukungan empiris. Jelas bahwa masyarakat madani adalah masyarakat yang menjunjung tinggi moralitas, memastikan keseimbangan antara stabilitas masyarakat dan kebebasan individu, serta dapat mendukung inisiatif mandiri dan kewirausahaan. Investasi dapat didorong dalam masyarakat seperti itu.

B.  Relevansinya dengan konsep ummah masyarakat madani

Ada beberapa persamaan dan perbedaan antara wacana civil society dan konsep ummah yang diterapkan oleh Rasulullah saw yaitu:

   1. Dari segi watak dasar, kedua konsep tersebut mempunyai kesamaan sifat, yakni terbuka, dinamis dan berorientasi nonutopis. Bedanya, sifat keterbukaan dan dinamika makna ummah jauh lebih luas ketimbang civil society, sementara watak non-utopis civil society lebih menonjol karena umumnya ia terbentuk dari realitas empirik, sementara ummah tidak sepenuhnya empirik karena mengandung muatan-muatan normatif yang terderivasi dari ajaran agama.

   2. Dilihat dari latar belakang munculnya konsep, civil society muncul dari latar belakang yang beragam dari situasi masyarakat yang terancam kacau akibat menguatnya individualisme dan tajamnya benturan kepentingan. Sementara ummah, situasi konflik yang terjadi antar suku di Madinah, krisis moral dan spiritual masa itu sangat melatarbelakangi munculnya konsep ummah. Ini merupakan kesamaan antara kedua konsep tersebut yang sama-sama berakar dari konflik dalam masyarakat. Perbedaannya pada keberadaan dan fungsi negara. Dalam konsep ummah, institusi negara yang dibentuk masih sederhana, dan kinerja masyarakat dinilai lebih penting daripada kinerja negara. Sementara negara menurut Hobbes, keberadaannya dipandang sebagai suatu keharusan yang mempunyai kekuatan absolut dan memegang peranan penting dalam mengelola masyarakat.

   3. Hubungannya dengan Agama, civil society merupakan konsep sekuler yang dalam perjalanannya mendapat sentuhan dan legitimasi agama. Sedangkan ummah adalah konsep normatif keagamaan yang dalam prakteknya dicoba diobjektivikasikan dalam realitas empirik.

   4. 

Unsur Perekat kesatuan civil society adalah kewarganegaraan. Sedangkan perekat ummah cukup beragam, bisa kesamaan agama, kesamaan generasi, kesamaan karakter etik, kesamaan bangsa dan sebagainya. Hanya saja, dimensi agama lebih dominan mewarnainya.

KESIMPULAN

       Secara mendasar dapat dikatakan, bahwa civil society dan konsep ummah masyarakat Madinah, sesungguhnya lahir dari keragaman situasi dan kondisi masyarakat yang ada. Bentuk keragaman tersebut terbangun di atas carut marutnya suatu masyarakat yang terkungkung individualisme, kekerasan dan ketidakadilan dalam suatu masyarakat, sehingga mengharuskan munculnya suatu konsep yang didasarkan atas kemanusiaan universal. Konsep tentang civil society pada dasarnya mengandung beberapa masalah dalam penerapannya. Artinya, pengertian dan interpretasi ini berubah dari waktu ke waktu. Tidak hanya berubah dalam dimensi waktu, tetapi pengertian yang dimaksud oleh istilah itu berbeda pada berbagai pemikir kontemporer di masa lalu dan dewasa ini. Itulah sebabnya mengapa persepsi orang tentang civil society berbeda-beda sampai sekarang. Demikian pula pengggunaan istilah tertentu bisa menimbulkan asosiasi dan persepsi yang berbeda. Hal ini tergantung pada informasi dan pengetahuan orang atau kelompok yang bersangkutan. Perbedaan-perbedaan konsep yang ada dalam civil society dan ummah tidak terjadi dalam aspek yang krusial berkaitan dengan demokratisasi. Perbedaan-perbedaan tersebut lebih bersifat fungsional dan kontradiksional. Kalau mungkin bisa berpotensi konflik, terutama yang berkaitan dengan agama, dalam sejarahnya hal itu masih bisa dikelola menjadi kekuatan simbiotik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun