Mohon tunggu...
Alyssa Diandra
Alyssa Diandra Mohon Tunggu... Dokter - Dokter Umum

Berbagi ilmu kesehatan lewat tulisan

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Ayo Berumah Tangga yang Sehat, Bebas dari Kekerasan

16 Agustus 2024   22:19 Diperbarui: 16 Agustus 2024   22:22 18
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Dampak dari praktik KDRT tidak hanya dirasakan oleh korban saja, namun juga pada anak. Beberapa aspek yang terdampak dari praktik KDRT ini yakni

  • Masalah kesehatan fisik

Adanya luka fisik, lebam, hingga adanya patah tulang merupakan luka yang nampak dari fisik. Namun tidak terbatas pada hal tersebut saja, masalah stres yang dipendam dapat memunculkan berbagai keluhan fisik tidak spesifik hingga masalah kesehatan seperti irritable bowel syndrome, fibromyalgia, hingga asma.  

  • Masalah kesehatan mental

Harga diri menjadi rendah (low self-esteem), gangguan tidur, depresi, penyalahgunaan alkohol dan zat, gangguan stres paska trauma hingga bunuh diri merupakan berbagai akibat yang dapat muncul akibat menjadi korban kekerasan. Selain itu, risiko korban dibunuh oleh pelaku juga tinggi terutama jika terjadi peningkatan tingkat bahaya dari kekerasan tersebut misalnya melakukan pembakaran, pencekikan atau pemukulan dengan benda tertentu terutama hingga mengenai bagian tubuh yang vital.

  • Masalah kesehatan seksual dan reproduksi

Kesehatan seksual dan reproduksi dapat terganggu dimana dapat meningkatkan risiko penularan HIV, penyakit infeksi menular seksual terutama jika ada perilaku seks bebas atau seks yang tidak sehat. Selain itu, jika kekerasan dilakukan pada ibu hamil dapat meningkatkan risiko keguguran, pertumbuhan janin terhambat hingga kelahiran prematur.

  • Dampak pada anak

Dampak dari kekerasan dalam rumah tangga tidak hanya dirasakan oleh korban namun dapat memberi efek yang tidak baik pada anak. Jika anak juga menjadi korban, dapat terjadi luka fisik bahkan hingga kematian. Selain itu, dapat menyebabkan masalah mental seperti cemas, depresi, gangguan tumbuh kembang yang dapat menganggu performa anak sehari-hari dan di sekolah. Kemudian anak juga dapat lebih rentan terhadap penyakit dan seringkali kesehatannya tidak diperhatikan sehingga tidak mendapatkan imunisasi. Anak juga memiliki risiko menjadi pelaku atau korban kekerasan pada saat berelasi dengan sekitarnya.

Apa yang dapat dilakukan?  

Tentunya dalam menangani masalah kekerasan dalam rumah tangga membutuhkan kerjasama lintas sektor dan dukungan dari segala pihak baik pemerintah hingga masyarakat itu sendiri. Adanya peraturan yang tegas saja tidak cukup jika penindakannya masih dirasa kurang. Evaluasi psikologis terhadap pelaku, korban serta orang terdampak lainnya seperti anak perlu dilakukan untuk memastikan semuanya mendapatkan penanganan yang sesuai oleh tenaga professional jika dibutuhkan. Namun, hal tersebut tidak serta merta mengurangi hukuman pelaku, karena kekerasan apapun alasannya tidak dapat dibenarkan. Alur pelaporan yang lebih mudah juga dibutuhkan untuk memudahkan pelaporan serta dibutuhkan pula petugas yang lebih sigap dalam menindak laporan korban. Seringkali korban sudah mencoba mengadu ke pihak berwenang, namun stigma, lambannya tindak lanjut, bahkan kecendrungan membela pelaku,  membuat korban urung melapor. Dukungan segala pihak dan menyingkirkan stigma amatlah penting.

Pendidikan untuk setiap orang baik wanita maupun pria mengenai hubungan interpersonal penting untuk membantu mereka, terutama berusia muda dan produktif, agar memiliki hubungan yang lebih sehat. Mengurangi stigma dan kepercayaan tertentu terutama ketidaksetaraan gender sangat penting agar wanita lebih berani dalam mengungkapkan pendapat dan perasaannya. Pemberian edukasi mengenai dampak dan pencegahan kekerasan dalam berbagai media baik media elektronik maupun dalam organisasi masyarakat sangat penting untuk meningkatkan kepedulian dan kesadaran masyarakat akan bahaya kekerasan dalam rumah tangga.

Akhirnya, bagi mereka di luar sana yang sedang mengalami kekerasan, ingat bahwa diri anda penting dan tidak ada yang boleh mengatakan sebaliknya. Anda memiliki hak untuk hidup bahagia dan ayo cari pertolongan untuk diri (dan anak) anda.  Bagi anda yang mengetahui ada orang terdekat anda mengalami kekerasan, mari bantu mereka untuk mendapatkan akses pertolongan. Seringkali korban karena traumanya, memiliki fungsi otak yang terganggu sehingga kurang dapat menganalisa dan mengambil keputusan dengan benar. Oleh karena itu, mereka butuh kita. Para tenaga kesehatan yang seringkali menjadi tempat pertama korban datangi, mari kita lebih waspada dan fasilitasi korban agar mendapat akses pelaporan yang lebih mudah.

Kekerasan butuh dihadapi bersama. Jangan salahkan korbannya, tapi salahkan pelakunya. Cari pertolongan professional terutama jika kesedihan yang amat sangat hingga mengganggu aktivitas, tidak bisa tidur, cemas, takut apalagi hingga menyakiti diri atau ingin bunuh diri. Ingat setiap kita berharga.

Referensi : 

1. WHO. Understanding and addressing violence against women: Intimate Partner Violence. 

2. Huecker MR, King KC, Jordan GA, et al. Domestic Violence. [Updated 2023 Apr 9]. In: StatPearls [Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2024 Jan-. Available from: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499891/ 

3. WHO. What Is Domestic Abuse?

4. Centers for Disease Control and Prevention. Fast facts: Preventing intimate partner violence.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun