Beberapa waktu lalu, masyarakat dikejutkan oleh pemberitaan mengenai seorang suami yang mengajak anak dan istrinya bunuh diri. Kasus ini menyita perhatian publik dan banyak yang menyayangkan karena pelakunya adalah seorang guru.Â
Lalu, baru saja muncul berita bahwa salah satu artis mancanegara meninggal akibat bunuh diri. Hal ini menunjukkan bahwa bunuh diri bisa terjadi pada siapa saja tanpa memandang jenis kelamin, ras, pendidikan, pekerjaan, agama serta status sosial.
Menurut WHO, 700.000 orang melakukan bunuh diri setiap tahunnya. Bahkan bunuh diri tercatat sebagai penyebab kematian tertinggi keempat pada kelompok berusia 15-29 tahun.Â
Tentunya ini mengkhawatirkan mengingat usia tersebut merupakan usia remaja hingga dewasa muda yang masih produktif. Lebih lanjut, data menyebutkan bahwa wanita lebih sering melakukan percobaan bunuh diri, namun kasus bunuh diri lebih sering ditemukan pada pria.
Faktor yang mempengaruhi perilaku bunuh diriÂ
Berbagai faktor terlibat ketika membahas mengenai perilaku bunuh diri. Faktor dari dalam dan luar diri ikut berperan dalam mendorong seseorang melakukan tindakan bunuh diri. Beberapa hal tersebut yakni:
Stigma
Masalah bunuh diri di Indonesia masih tabu untuk dibicarakan. Kurang iman, dianggap lemah dan kurang bersyukur, merupakan beberapa kata-kata yang sering diucapkan ketika mendengar seseorang ingin bunuh diri.Â
Stigma dan diskriminasi seringkali membuat seseorang kian merasa buruk, tidak berharga, malu dan pada akhirnya enggan mencari bantuan.
Keluarga