"Baik. Lagi pula aku juga ingin menunjukkanmu sesuatu," akhirnya Catur merangsek, menyudutkan Windi ke sudut kamar. "Dan setelah ini, kamu berhak memutuskan, sesuatu yang sangat penting bagi kelangsungan hubungan ini."
Satu jam lebih lima belas menit berlalu dengan begitu cepat. Dan tahulah Windi rahasia terbesar Catur yang selama ini dia sembunyikan darinya.
"Iya, punyaku tidak bisa berdiri, Win," keluh Catur parau sambil menunduk dalam-dalam di tepi kasur.
"Tidak mengapa, Mas. Kita akan tetap menikah."
"Kamu gila!"
"Pernikahan toh tidak hanya soal selangkangan, Mas."
"Tapi tanpa itu, pernikahan kita bakal hambar."
"Kamu tetap bisa memuaskanku. Dengan cara lain."
***
Bukannya hanya berpangku tangan dan pasrah dengan keadaan. Sebab, berbagai upaya sudah dilakukan Catur untuk menyembuhkan penyakitnya itu.
Mulai jalur medis, supranatural, dan lain-lain sudah dia coba. Tapi hasilnya sama saja. Tiga tahun berlalu dan si burung masih  menolak bangun dari tidur panjangnya. Selama itu pula persetubuhan mereka hanyalah permainan bibir dan jemari tangan.