/1/
Barangkali di satu titik yang entah, kau akan mengeja mataku. Ada binar yang tak bisa kau terjemahkan. Ada duka setenang malam. Lalu apa yang lebih sakit dari penolakan?
(Gadis Pluto; Memintamu Merenung)
/2/
Dalam kalimat pendekmu kau tahu, menyimpan ketidakpastian yang panjang. Merentang membentuk jurang antara aku yang berharap dengan lindap tanyamu yang merumpun menjelma ragu. Mendekatlah, biar ku bisikkan: kenyataannya, matamu berkali-kali gagal menyembunyikan sehimpun duka. Dan penolakan bagiku tidak lebih sakit dari kesaksian paling bisu seorang perempuan. Kini aku tahu, diam mu adalah bahasa luka paling senyap sekaligus pernyataan paling pahit yang harus diterima seorang lelaki.
(Bocah Bumi; Belum menyerah)
Simfoni Akhir Kata
/1/
Jangan terlalu sibuk menyalahkan orang lain atas perasaanmu sendiri. Kasihan, kasihan hati orang yang sedang kau harapkan. Dia sedang kebingungan mencari arah: ke mana sebenar-benarnya dia harus pulang?
Pada akhirnya, selamat tinggal. untuk kembali menjadi dua manusia asing. Hingga dua jarum jam mempertemukan kita. Dan saat kita menyadari bahwa kita hanya sebatas pernah. Maka saat hati kita sudah baik-baik saja, aku pamit.
(Gadis Pluto; Pamit)