Semilir angin malam seakan memaksa masuk ke dalam tubuh, menembus epidermis sampai bisa dirasa oleh endodermis. Sesekali menimbulkan gigil. Gulita yang dicipta malam kali ini seakan sirna oleh terang rembulan; purnama. Hanya sunyi yang tidak bisa bersembunyi.
"Kiri, kiri" teriak seorang gadis di pinggir jalan dengan gaun pendek di atas lutut yang membalut tubuhnya.
Keadaan jalan yang sepi tak membuat nyalinya menciut. Demi bisa pulang ke rumah, Ayra rela membuang rasa malu juga takut. Sesekali ia menghentikan mobil yang melaju di jalanan tempatnya berdiri. Akan tetapi, tak seorang pun yang mau memberikannya tumpangan. Bukan hanya tak mau memberikan tumpangan, bahkan ada yang sampai berpikir jika dirinya sedang menjual diri. Seperti kejadian beberapa menit lalu.
"Kiri, kiri" teriaknya sambil melambaikan tangan menghentikan mobil yang melaju dengan kecepatan rendah.
"Ada apa cantik?" tanya seorang pria paruh baya setelah menurunkan kaca mobilnya.
     "Maaf pak, begini saya mau pulang, boleh saya menumpang mobil Bapak?" tanyanya pada si pengemudi mobil tersebut.
     "Boleh, cantik. Tapi om tidak ada uang cash. Nanti bagaimana bayar tipnya, transfer?"
     "Maksud bapak apa ya?"
     "Kamu ini pura-pura polos atau bagaimana sih?"
     "Saya benar-benar tidak tahu maksud bapak"
     "Cih, jalang. Masih saja berlagak polos" ucap pria tersebut sembari melajukan mobilnya.