Seminggu berkutat dengan aktivitas kuliah, akhirnya mahasiswa Ilmu Komunikasi Kajian Jurnalistik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura (UNTAN) Pontianak angkatan 2021 mendapatkan waktu luang di hari Rabu, 4 Oktober 2023 karena tidak ada kegiatan perkuliahan. Meski dapat dikatakan kalau di hari tersebut kami memiliki jadwal kosong, masing-masing dari kami tentunya tetap menjalankan kesibukannya sendiri, termasuk saya.
Mengerjakan tugas UTS dan membantu kepentingan teman adalah agenda yang saya lakukan pada hari Rabu tersebut. Seusai menyelesaikannya tepat di sore hari, saya langsung beranjak menuju Auditorium UNTAN untuk menyegarkan tubuh dan pikiran sejenak.Â
Sesampainya kaki saya berpijak di lahan yang sudah dipenuhi oleh beragam pedagang kaki lima dengan suguhan pemandangan taman kota, plang bertuliskan "Dilarang Berjualan di Sepanjang Area Tempat Ini" kerap mengganggu pikiran saya setiap kali saya berkunjung ke area yang juga akrab dikenal dengan sebutan "Nineteen" ini. Terpampang jelas larangan untuk berjualan, tetapi mengapa masih banyak pedagang yang berjualan di tempat tersebut?
Merasa perut sudah keroncongan dan meronta untuk diberikan asupan, saya pun memutuskan membeli jajanan seharga lima belas ribu rupiah di salah satu lapak pedagang setelah mondar-mandir berkeliling dan mendapat sambutan yang ramah dari para pedagang lainnya. Sembari mengamati kondisi sepanjang jalan yang cukup bersih, saya bercengkrama dengan pedagang tersebut, berharap rasa penasaran yang menyeruak di dalam kepala ini dapat terjawab.
Menurut data Statistik Satu Data Kota Pontianak tahun 2021, terdapat sebanyak 1.719 Pedagang Kaki Lima (PKL) dari seluruh kecamatan di kota Pontianak. Data tersebut menjadi bukti bahwa seiring berjalannya waktu, jumlah pedagang kaki lima di Pontianak kian bertambah. Kenaikan ini cukup signifikan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, yang mana jumlah pedagang kaki lima pada tahun 2020 terdapat sebanyak 1.689, tahun 2019 terdapat sebanyak 1.707, tahun 2018 terdapat sebanyak 1.958, dan tahun 2017 terdapat sebanyak 305 orang.
Indah, salah satu pedagang yang berjualan di lingkungan Auditorium UNTAN, sudah memasang lapaknya sejak akhir pandemi COVID-19. Lokasi strategis yang terletak tepat di tengah kota dengan pencahayaan yang terang menjadi alasan utama mengapa Indah berjualan di kawasan ini dibandingkan tempat-tempat lainnya. Pelanggan yang ramai berkunjung untuk sekadar jajan ataupun sambil bersantai ria di area taman kota dan pinggir jalan menjadi ciri khas tersendiri dari Auditorium UNTAN atau "Nineteen", apalagi ketika sudah menjelang malam hari. Dapat saya katakan bahwa kawasan ini sudah memiliki branding yang kuat berkat hadirnya pedagang kaki lima.
Meski awalnya sempat ada larangan untuk berjualan di area tersebut dari pihak UNTAN, Indah bersama pedagang lainnya tetap memperjuangkan dagangan dengan menyuarakan pendapat dan protes mereka ketika Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota Pontianak berupaya menertibkan Pedagang Kaki Lima (PKL) di kawasan Auditorium UNTAN pada Jumat, 10 Juni 2022 lalu, yang mana penertiban PKL ini sesuai berdasarkan permintaan dari pihak kampus UNTAN.
Perjuangan demo yang dilakukan oleh para pedagang kaki lima tersebut pun membuahkan hasil di tiga hari kemudian. Mereka diperkenankan untuk berjualan kembali tanpa perlu menyertakan surat izin dan tidak takut lagi akan adanya penggusuran oleh Satpol PP. Dengan catatan, kawasan Auditorium UNTAN harus tetap tertata dan terjaga dengan baik tanpa adanya sampah yang berserakan atau tertinggal sedikit pun. Kebersihan lingkungan sekitar menjadi prioritas yang paling utama.
Adapun syarat dan ketentuan lain yang harus dipatuhi oleh para pedagang kaki lima yang hendak berjualan di sana, yakni hanya diperbolehkan berjualan sejak pukul tiga sore hingga subuh hari. Pedagang beserta lapaknya tidak diperbolehkan menunjukkan kehadirannya di pagi hari hingga bertemu kembali di jam sore. Aturan jam operasional ini diberlakukan demi menjaga sekaligus menghargai ketenangan dan kenyamanan warga sekitar pada jam kerja, seperti pihak Bank Kalbar dan para mahasiswa yang melewati jalan tersebut. Selain itu, ketika kampus UNTAN mengadakan agenda di gedung auditorium seperti wisuda atau kegiatan lainnya, pedagang kaki lima tidak diperbolehkan untuk berdagang sementara agar tidak mengganggu keberlangsungan acara dan tidak menghalangi sepanjang jalan yang digunakan sebagai jalur transportasi di area tersebut.
Apabila memang para pedagang tidak diizinkan berjualan untuk sementara waktu, mereka akan mendapatkan informasi atau imbauan dari UNTAN melalui perantara satpam yang berjaga khusus di area taman kota tersebut. Tidak hanya secara langsung, imbauan juga disampaikan melalui grup WhatsApp yang tentunya sangat memudahkan berbagai pihak dalam berkomunikasi sehingga lebih efisien.Â
Jika nantinya terdapat larangan berjualan bagi pedagang kaki lima di wilayah Auditorium UNTAN, ada beberapa solusi yang bisa diterapkan agar ke depannya tidak lagi menjadi permasalahan yang berujung pada demonstrasi oleh para pedagang seperti yang telah terjadi beberapa waktu lalu. Karena apabila terjadi penggusuran atau pengusiran tanpa memberikan solusi seperti relokasi, hal tersebut juga tidak pantas untuk dilakukan, mengingat mereka memiliki peran yang sangat penting pada sektor ekonomi, baik sebagai penyedia barang dan atau jasa yang diperlukan oleh masyarakat, penekan angka pengangguran, serta dapat meningkatkan pendapatan daerah.
Solusi dapat ditentukan melalui penyusunan kebijakan yang melibatkan berbagai pihak, mulai dari pihak kampus UNTAN dan pemerintah daerah terkait pemberdayaan pedagang kaki lima di wilayah Auditorium UNTAN.
Salah satu langkah yang mungkin bisa efektif dilakukan adalah dengan menerapkan aturan waktu operasional untuk berjualan di lingkungan Auditorium UNTAN. Mengingat bahwa tempat tersebut masih berada dalam zona pendidikan kampus dan agar tidak terlihat kumuh ketika banyak orang yang berlalu-lalang melewati jalan tersebut, pihak UNTAN selaku penyedia fasilitas dapat menentukan hari ataupun jam berjualan yang efektif untuk para pedagang agar tidak mengganggu pihak lain yang merasa keberatan.
Contohnya menetapkan aturan berjualan yang hanya diizinkan saat weekend yaitu di hari Sabtu dan Minggu. Karena di hari libur tidak ada dilangsungkannya perkuliahan maupun aktivitas kantor di kampus, para pedagang kaki lima dapat berjualan dengan bebas di kedua hari tersebut.Â
Di hari weekend tersebut pula bisa diadakan acara semacam festival street food yang mendatangkan beragam dagangan di sepanjang jalan yang bisa ditelusuri oleh para pengunjung, tentunya dengan menghadirkan inovasi baru pula untuk menggaet minat pengunjung seperti berkolaborasi dengan mitra lain. Acara ini bisa diadakan pada momen-momen tertentu, bulanan, atau tahunan. Dengan penataan tempat dagang yang rapi dan wilayah tersebut dipercantik oleh dekorasi-dekorasi pendukung, kehadiran festival ini berpotensi untuk meningkatkan taraf ekonomi pedagang kaki lima.
Solusi kedua yaitu melakukan pendistribusian. Contohnya mendistribusikan para pedagang kaki lima dengan jenis dagangan makanan dan minuman ke dalam kantin-kantin yang terdapat di setiap gedung fakultas UNTAN, kampus lain, sekolah-sekolah, hingga perkantoran. Langkah ini dapat dilakukan karena banyaknya pelajar, mahasiswa, serta pekerja kantoran yang tidak luput dari jam istirahat.
Kemudian, solusi yang ketiga adalah adanya retribusi yang harus dibayar. Jika para pedagang tetap bersikeras untuk berjualan di area Auditorium UNTAN karena penempatan lokasinya yang strategis, pihak UNTAN sebagai penyedia fasilitas dapat menetapkan tarif biaya sewa yang harus dibayar oleh pedagang kaki lima di setiap bulannya. Selain kampus UNTAN bisa mendapatkan keuntungan berupa pemasukan tambahan melalui pihak eksternal, para pedagang pun tidak akan keberatan untuk membayar uang sewa tersebut karena ramainya pengunjung yang datang di setiap harinya.
Penerapan biaya sewa ini tentunya tidak hanya sekadar menyediakan layanan berupa lahan lapak untuk berjualan, tetapi dana tersebut juga perlu dialokasikan oleh pihak UNTAN dalam perbaikan berbagai fasilitas dan infrastruktur yang ada pada lokasi berjual beli, terutama penyediaan sarana penunjang kenyamanan bagi pengunjung dan pedagang seperti penanganan limbah sisa berdagang, fasilitas kebersihan berupa tempat sampah dan toilet, hingga sumber daya listrik dan air. Karena diberlakukannya retribusi, para pedagang perlu meminta izin terlebih dahulu untuk berjualan agar pemilik dan jenis dagangannya dapat terdata oleh pihak UNTAN sehingga pengurusan administrasi ke depannya dapat berjalan sebagaimana mestinya.
Dari beberapa solusi yang telah dipaparkan sebelumnya, hal yang paling penting untuk dilakukan adalah mendata ulang jumlah pedagang kaki lima beserta jenis dagangannya di seluruh kota Pontianak, salah satunya termasuk di kawasan Auditorium UNTAN dengan melibatkan instansi yang bersangkutan seperti Dinas Koperasi, Usaha Mikro, dan Perdagangan. Selain itu juga, pungutan liar dan premanisme harus diberantas agar tidak meresahkan para pedagang kaki lima.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H