Bogor, adalah kota hujan dengan sejuta keistimewaan dan keindahan alam didalamnya. Kota dengan  segala kenangan-kenangan indah disetiap sudutnya, membuat garis cerita penuh makna dalam sebuah kehidupan. Â
Bogor, tak pernah salah menjadi sebuah tempat pelarian atas hal-hal yang tak seharusnya terjadi. Bukit Si Kabayan, Kecamatan Pamijahan, Bogor, Jawa Barat menjadi destinasi pilihan terbaik saya dan teman-teman saya tanpa ada sedikit pun rasa penyesalan.
Di tengah kesibukan tugas-tugas kuliah, saya dan teman-teman saya memutuskan untuk rehat sejenak melepas segala penat. Sempat adu argumen dalam memilih destinasi terbaik, sampai akhirnya camping ground Bukit Si Kabayan Bogor menjadi kesepakatan kami dalam memulai sebuah perjalanan.Â
Liburan yang sedikit maksa tanpa persiapan matang, kami rencanakan dalam sekejap. Memilih waktu yang tepat dan menyesuaikan dengan masing-masing individu menjadi kendala terbesar dalam perjalanan ini. Wajar saja, masing-masing dari kami memiliki tanggung jawab kuliah dengan jadwal yang berbeda-beda.
Setelah mempertimbangkan banyak hal, kami memutuskan untuk memulai perjalanan camping ini ditanggal 8, 9, 10 Desember 2021. Tiga hari dua malam kami rasa cukup untuk mengobati rasa penat akan tugas-tugas kuliah. Rabu, pukul setengah dua siang, saya dan teman-teman saya, Resya, Rj, Satria, Mahreza, Salma, Ranna, Nadia, Azkal, dan Raziq berangkat dari Jagakarsa menuju Gunung Bunder, Bogor menggunakan motor.
Perjalanan memakan waktu kurang lebih 3 jam. Pukul lima sore, saya dan teman-teman saya sampai tujuan, yakni Gunung Bunder. Untuk harga tiket masuk kawasan Gunung Bunder sendiri sebesar 30 ribu perorang, sementara area camping Bukit Si Kabayan sebesar 25 ribu perorang. Karena kami menggunakan motor sebagai transportasi, membutuhkan biaya tambahan untuk biaya parkir sebesar 10 ribu permotor selama tiga hari dua malam.
Dengan biaya dibawah 100 ribu perorang, kami rasa ini merupakan harga yang relatif murah untuk sebuah liburan dadakan, memang fasilitas yang disediakan tidak banyak, namun dengan adanya mushola dan kamar mandi kami rasa sudah cukup, serta banyaknya sumber air dan pemandangan yang indah sebagai pelengkap dan alasan kami tak menyesal memilih destinasi ini. Area lokasi juga tak banyak peraturan, pengunjung cukup menaati peraturan untuk tidak membuang sampah dan menjaga sopan santun antar sesama.
Untuk sampai di Bukit Si Kabayan, menghabiskan waktu kurang lebih 10 sampai 20 menit dari kawasan area parkir Gunung Bunder. Jadi, kami perlu berjalan kaki untuk sampai di camping ground. Melihat waktu sudah terlalu sore, kami mempercepat langkah agar tiba di tujuan.Â
Sekitar pukul setengah enam sore, kami sampai di area camping. Tanpa membuang waktu lama, kami segera mendirikan tenda. Sebanyak tiga tenda kami dirikan, sekitar habis magrib tenda-tenda yang kami dirikan sudah berdiri kokoh sebagai tempat tinggal kami selama dua hari kedepan.
Setelah semuanya sudah rapih, perut kami tak bisa bohong, karena rasa lapar yang muncul semakin kuat, kami segera memasak makan malam.Â
Menu makan malam saat itu adalah mie instan, seperti camping pada umumnya, mie instan menjadi pilihan menu makanan paling wajib.Â
Malam itu kami habiskan untuk bermain uno, juga menjadi waktu dimana kami berbagi cerita yang sebelumnya tak pernah terbagi. Ditemani dengan teh hangat, pemandangan alam indah serta langit yang berkabut, membuat kami melupakan segala hal-hal pahit dan rasa penat akan segala yang terjadi.
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Rasa lelah diperjalanan menuju tempat ini mulai terasa, ditambah kami harus menyiapkan energi untuk esok hari. Jadi, kami memutuskan untuk istirahat dan menyudahi obrolan hangat ini.
Hari kedua, pukul tujuh pagi saya dan teman-teman saya sudah bangun dan bersiap memulai hari. Tak bisa dipungkiri, tidur semalam memang tidak senyenyak tidur di kamar pribadi. Namun, kami rasa cukup untuk sekedar meredakan rasa lelah. Hari kedua ini rencana kami adalah bermain di curug, sebenarnya banyak curug-curug pilihan di area Gunung Bunder ini. Namun kami memilih Curug Cigamea, alasannya sangat jelas. Hanya curug tersebut yang letaknya tak terlalu jauh dari tempat kami mendirikan tenda.
Setelah selesai sarapan, pukul delapan pagi kami memutuskan untuk berangkat ke Curug Cigamea, jarak antara area camping dengan curug sejauh 2km.Â
Perjalanan kami tempuh selama 20 menit dari lokasi tenda kami. Tak butuh waktu lama, sampai di lokasi semua rasa lelah terbayarkan. Karena pilihan waktu di hari normal, sangat mendukung suasana sepi di Curug Cigamea, rasanya seperti curug pribadi karena hanya ada kami bersepuluh.
Selama hampir 2 jam lamanya kami habiskan untuk bermain air, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas siang. Cuaca juga sudah mulai panas, jadi kami memutuskan untuk kembali ke area camping.Â
Selama diperjalanan, ada sedikit kendala, jalanan yang licin dan terjal menjadi penghalang kami, ditambah pakaian kami yang basah. Jadi beberapa teman saya sempat terjatuh, untungnya tidak ada luka serius.
Sesampai di area camping, kami segera bersih-bersih. Karena terlalu lelah bermain air, kami semua memutuskan untuk istirahat dengan tidur siang.Â
Sekitar pukul empat sore, satu per satu dari kami bangun. Sampai semuanya bangun, kami kembali memasak makanan sebagai pengganti makan siang yang tertunda, sekaligus sebagai makan malam. Dilengkapi dengan obrolan random, tak terasa langit sudah mulai gelap.Â
Malam itu, semesta tak berpihak pada kami. Hujan tiba-tiba turun, secepat mungkin kami masuk kedalam tenda. Didalam tenda, kami habiskan kembali untuk berbagi cerita dan tawa. Rasanya malam itu, bagi saya mereka bukan sekedar teman melainkan sebuah keluarga.
Hujan sudah mulai reda sekitar pukul sepuluh malam. Seperti malam sebelumnya, malam ini kembali dipenuhi kabut. Kami semua kembali memutuskan untuk tidur setelah puas berbagi cerita.Â
Entah pukul berapa saat itu, kami kembali ke tenda masing-masing. Sampai esok hari, pemandangan matahari terbit membangunkan dan melawan rasa kantuk kami. Pemandangan pagi hari terindah sepanjang tahun ini, pemandangan pagi pertama yang seakan menyambut saya dan teman-teman saya.
Bisa dibilang, pagi kami dihabiskan untuk menikmati pemandangan yang muncul dihadapan kami, terlalu indah sampai kami lupa bahwa kami harus segera menyudahi perjalanan ini. Pukul sepuluh, kami selesai merapihkan segala yang harus dirapihkan dan segera turun kebawah untuk kembali pulang.Â
Memang, jika ada awal maka ada pula akhir. Berat rasanya untuk menyudahi perjalanan ini, namun masing-masing dari kami juga harus kembali memenuhi tanggung jawab dan menyambut realitas dengan banyaknya tugas-tugas kuliah. Tiga hari bersama teman-teman saya di Bukit Si Kabayan adalah kenangan yang memiliki tempat tersendiri di hati saya, memorinya tak akan pernah hilang. Bukit Si Kabayan menjadi saksi atas segala cerita perjalanan saya dan teman-teman saya di awal bulan penghujung tahun 2021
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H