Malam itu kami habiskan untuk bermain uno, juga menjadi waktu dimana kami berbagi cerita yang sebelumnya tak pernah terbagi. Ditemani dengan teh hangat, pemandangan alam indah serta langit yang berkabut, membuat kami melupakan segala hal-hal pahit dan rasa penat akan segala yang terjadi.
Tak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Rasa lelah diperjalanan menuju tempat ini mulai terasa, ditambah kami harus menyiapkan energi untuk esok hari. Jadi, kami memutuskan untuk istirahat dan menyudahi obrolan hangat ini.
Hari kedua, pukul tujuh pagi saya dan teman-teman saya sudah bangun dan bersiap memulai hari. Tak bisa dipungkiri, tidur semalam memang tidak senyenyak tidur di kamar pribadi. Namun, kami rasa cukup untuk sekedar meredakan rasa lelah. Hari kedua ini rencana kami adalah bermain di curug, sebenarnya banyak curug-curug pilihan di area Gunung Bunder ini. Namun kami memilih Curug Cigamea, alasannya sangat jelas. Hanya curug tersebut yang letaknya tak terlalu jauh dari tempat kami mendirikan tenda.
Setelah selesai sarapan, pukul delapan pagi kami memutuskan untuk berangkat ke Curug Cigamea, jarak antara area camping dengan curug sejauh 2km.Â
Perjalanan kami tempuh selama 20 menit dari lokasi tenda kami. Tak butuh waktu lama, sampai di lokasi semua rasa lelah terbayarkan. Karena pilihan waktu di hari normal, sangat mendukung suasana sepi di Curug Cigamea, rasanya seperti curug pribadi karena hanya ada kami bersepuluh.
Selama hampir 2 jam lamanya kami habiskan untuk bermain air, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul setengah sebelas siang. Cuaca juga sudah mulai panas, jadi kami memutuskan untuk kembali ke area camping.Â
Selama diperjalanan, ada sedikit kendala, jalanan yang licin dan terjal menjadi penghalang kami, ditambah pakaian kami yang basah. Jadi beberapa teman saya sempat terjatuh, untungnya tidak ada luka serius.
Sesampai di area camping, kami segera bersih-bersih. Karena terlalu lelah bermain air, kami semua memutuskan untuk istirahat dengan tidur siang.Â
Sekitar pukul empat sore, satu per satu dari kami bangun. Sampai semuanya bangun, kami kembali memasak makanan sebagai pengganti makan siang yang tertunda, sekaligus sebagai makan malam. Dilengkapi dengan obrolan random, tak terasa langit sudah mulai gelap.Â
Malam itu, semesta tak berpihak pada kami. Hujan tiba-tiba turun, secepat mungkin kami masuk kedalam tenda. Didalam tenda, kami habiskan kembali untuk berbagi cerita dan tawa. Rasanya malam itu, bagi saya mereka bukan sekedar teman melainkan sebuah keluarga.
Hujan sudah mulai reda sekitar pukul sepuluh malam. Seperti malam sebelumnya, malam ini kembali dipenuhi kabut. Kami semua kembali memutuskan untuk tidur setelah puas berbagi cerita.Â