Mohon tunggu...
Alya Shafa Luqyana
Alya Shafa Luqyana Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengupas Kapitalisme dampaknya terhadap Indonesia dan solusi yang dibutuhkan

14 Desember 2024   16:42 Diperbarui: 14 Desember 2024   16:42 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

6. Monopoli dan Oligopoli

Meskipun kapitalisme mengklaim mendukung pasar bebas, faktanya banyak bidang yang dikuasai oleh beberpa orang yang memiliki kepentingan besar. Hal ini menyebabkan persaingan menjadi tidak baik dan merugikan konsumen. Contohnya adalah sektor minyak goreng. Pada tahun 2022, KPPU menemukan tanda-tanda adanya kartel yang mengendalikan harga minyak goreng, yang melibatkan harga meningkat secara signifikan. Hal ini menujukkan bahwa kapitalisme yang tidak diawasi dapat menghasilkan monopoli. Pemerintah peru meningkatkan pengawasan terhadap praktik-praktik anti-persaingan. Sanksi yang tegas wajib dijatuhkan kepad perusahaan yang terbukti terlibat dalam praktik monopoli atau oligopoli.

7. Ketergantungan pada sektor non-produktif

Kapitalisme di Indonesia sering kali mendorong investasi besar pada sektor non-produktif seperti finansial dan propoerti, sedangkan sektor produktif seperti manufaktur dan pertanian mengalami perkembangan yang kurang. Sebagai contoh, banyak pengembang real estate membuat apartemen mewah yang hanya bisa diakses oleh golongan elit, sementara petani di desa tetap berjuang dengan keterbatasan dalam akses teknologi dan modal. Sektor pertanian menyumbang PDB yang turun dari 15,4% pada tahun 2010 menjadi haya 12,7% pada tahun 2022. Dengan ini pemerintah perlu mendorong penanaman modal di sektor produktif seperti pertanian dan industri melalui insentif pajak serta subsidi. Dengan cara ini, ekonomi Indonesia dapat menjadi lebih seimbang dan inklusif.

8. Kerusakan lingkungan yang sistemik

Kapitalisme sering mendorong eksploitasi besar-besaran sumber daya alam untuk mendapatkan keuntungan ekonomi jangka pendek. Studi Murray Bookchin menyoroti bahwa logika kapitalisme mendorong degradasi lingkungan, termasuk deforestasi dan perubahan iklim, akibat obsesi terhadap pertumbuhan ekonomi tanpa batas. Model reformasi seperti green capitalism dianggap tidak cukup, karena tetap mendukung mekanisme dasar kapitalisme yang eksploitatif. Alternatif seperti ekologi sosial, yang mengedepankan keadilan lingkungan dan keberlanjutan, menjadi solusi yang lebih progresif. Data dari Global Forest Watch menunjukkan bahwa antara tahun 2002 dan 2020, Indonesia kehilangan hampir 10 juta hektar hutan primer, sebagian besar akibat pengembangan perkebunan kelapa sakit. Hal ini tidak hanya membahayakan keanekaragaman hayati, tetapi juga merugikan masyarakar adat yang bergantung pada hutan untuk kehidupan. Disamping itu, penambangan seperti batu bara di Kalimantan juga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang besar. Sungai-sungai terkontaminasi sampah, dan masyarakat setempat kehilangan akses terhadap air bersih.

Kapitalisme cenderung merugikan lingkungan untuk mendapatkan keuntungan. Solusinya adalah memperketat regulasi lingkungan dan memberikan hukuman berat kepada perusahaan yang tidak mematuhi aturan. Di sisi lain, pemerintah juga harus mendorong investasi dalam sektor energi yang dapat diperbaharui untuk mengurangi ketergantungan pada sumber data alam yang tidak terbarukan. Pemerintah perlu lebih aktif dalam mengelola distribusi kekayaan, melindungi pekerja, serta memastikan keberlanjutan lingkungan. Jika tidak, kapitalisme hanya akan bermanfaat untuk sedikit orang dan merugikan sebagian masyarakat. Reformasi yang melibatkan semua pihak adalah kunci untuk membangun sistem ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun