Mohon tunggu...
Puisi

Asal Usul Pulo Kemaro

8 Februari 2016   15:15 Diperbarui: 9 Februari 2016   15:23 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Alkisah di kerajaan Sriwijaya hiduplah seorang raja, ia memiliki putri yang cantik jelita. Gadis itu bernama Siti Fatimah, tidak hanya cantik namun ia juga berperangai baik dan sopan, tutur katanya juga sangat santun dan lembut. Sudah banyak pemuda yang kagum dan jatuh hati oleh paras elok dan kebaikan perangainya  namun tidak ada satupun dari mereka yang berani melamar sang putri. Mereka tidak memiliki nyali untuk menghadapi kedua orang tua Siti Fatimah yang menginginkan putrinya menikah dengan bangsawan kaya raya.

            Hingga saat itu datanglah pemuda dari negeri Tiongkok yang bernama Tan Bun Ann. Pangeran dari kerajaan Tiongkok  ini datang untuk berniaga dan mengembangkan usahanya di negeri Palembang. Sebagai pendatang sang pemuda menemui Raja Sriwijaya untuk mengutarakan maksud kedatangannya. Raja yang mendengar itu memperbolehkan Tan Bun Ann untuk tinggal di negerinya dengan syarat pangeran dari negeri Cina itu membagi sebagian dari keuntungan dagangnya kepada kerajaan.

            Sejak saat itu Tan Bun Ann datang setiap minggunya ke istana untuk membagi sebagian dari hasil dagangnya kepada Kerajaan Sriwijaya. Waktu terasa berjalan begitu cepat, Sang Pangeran tetap datang ke Istana secara rutin hingga suatu hari ia berpapasan dengan Putri Raja. Siti Fatimah menyambut kedatangan Tan Bun Ann dengan bahagia, mereka berkanalan dan seiring dengan waktu berjalan mereka menjadi teman dekat. Dengan tidak sabar mereka puteri raja menunggu setiap minggu untuk kembali bertemu kembali dengan Tan Bun Ann. Hal yang sama juga dirasakan oleh sang Pangeran.

            Secara tidak sadar perasaan nyaman yang awalnya mereka rasakan kepada satu sama lain bersemi menjadi sesuatu yang lebih indah. Setelah mengetahui perasaannya kepada Siti Fatimah ternyata terbalas, mereka memutuskan untuk menjalin hubungan. Hingga akhirnya Putra dari negeri Cina itu memutuskan untuk meminang sang Putri.

            Sang Raja terdiam sejenak setelah Tan Bun Ann mengatakan lamaran yang ditujukan kepada anaknya. Tan Bun Ann adalah seorang putra Raja Cina yang kaya sesuai dengan keinginannya dan istrinya tentang pemuda yang boleh menikahi anaknya. Raja Sriwijaya memutuskan bahwa ia menyetujui putra Raja Cina itu untuk menikah dengan anak gadisnya. Namun ayah Siti Fatimah memberikan syarat yaitu, Tan Bun Ann harus membawa sembilan guci berisi emas. Tanpa ragu pria itu bersedia memenuhi syarat dari sang Raja.

            Tidak lama dari itu Tan Bun Ann segera mengirim utusan ke kampung halamannya ia mengirimkan surat tentang pernikahannya dengan putri Raja Sriwijaya. Setelah menunggu cukup lama akhirnya kurir itu kembali membawa surat balasan dari orang tuanya. Orang tua Tan Bun Ann senang dengan kabar pernikahan putra kesayangan mereka, sayangnya mereka tidak dapat menghadiri acara penting itu. Sebagai gantinya mereka akan membawakan sembilan guci berisi emas ke Kerajaan Sriwijaya. Tapi tanpa sepengetahuan Tan Bun Ann kedua orang tuanya menaruh tumpukan selada diatas emas-emas tersebut agar tidak mengundang perhatian bajak laut.

            Setelah mendapat kabar bahwa rombongan utusannya telah kembali. Tan Bun Ann, Siti Fatimah beserta keluarganya pergi ke Dermaga Sungai Musi untuk memeriksa guci berisi emas tersebut.  Para pengawal putra Negeri Cina itu langsung bergegas membawa guci-guci berisi emas tersebut. Ketika kesembilan guci telah di sodorkan dihadapannya tanpa basa-basi Tan Bun Ann langsung memeriksa guci kesatu. Namun begitu terkejutnya ia ketika melihat guci itu hanya berisi salad yang sudah membusuk.

            Wajah Tan Bun Ann memerah karena memendam amarah yang hampir memuncak. Ia sangat malu, apa yang akan mertuanya katakan ketika melihat benda hijau yang sudah membusuk ini dan bukannya emas? Tentu mereka akan jengkel dan merasa dipermalukan. Tan Bun Ann masih menyimpan harapan besar, mungkin saja ketika ia melihat guci selanjutnya ia akan melihat gemerlap emas. Namun harapan itu sirna ketika benda hijau itu juga ada di guci selanjutnya.

Kesal dengan penemuannya, pria itu membuang guci-guci lainnya ke Sungai Musi tanpa memeriksa apa yang ada di dalamnya. Ia berhenti melakukan hal itu ketika kakinya menyenggol guci terakhir. Emas batangan berserakan keluar dari guci yang pecah. Baru sadar akan kesalahan fatalnya, ternyata emas-emas itu tersembunyi dibawah sawi yang sudah membusuk. Dengan pengawal setianya Tan Bun Ann terjun ke Sungai Musi untuk mengambil kembali guci berisi emas itu.

Dengan perasaan cemas Siti Fatimah menunggu calon suami dan pengawalnya, namun mereka tidak kunjung tiba. Akhirnya gadis itu bersama dayangnya memutuskan untuk menyusul Tan Bun Ann dan menceburkan diri ke Sungai Musi. Sebelum pergi Siti Fatimah berkata kepada penghuni kapal.

“Jika ada tumpukan tanah di tepian sungai ini, berarti itu kuburan saya.”

Setelah lama menunggu dan tidak ada tanda-tanda kemunculan Siti Fatimah dan Tan Bun Ann orang-orang yang berada di kapal memutuskan untuk kembali. Selang beberapa hari setelah kejadian itu muncul gundukan tanah yang kecil di Sungai Musi seiring waktu berjalan gundukan tanah kecil itu berubah menjadi sebuah pulau. Ajaibnya walaupun hanya bebentuk pulau kecil, pulau ini tidak pernah digenangi air meskipun volume air di Sungai Musi sedang meningkat. Karena itulah masyarakat menamai pulau ini Pulo Kemaro.

 

 

***********************************************************************************************************

 

Pesan moral yang dapat kita ambil dari kisah tersebut adalah jangan tergesa – gesa dan cepat emosi dalam memecahkan masalah atau mengambil keputusan. Karena ketika kita emosi kita tidak dapat berfikir secara logis dan rasional, kita juga harus lebih berhati – hati dan teliti.

Nilai dan budaya yang terkandung dalam cerita itu juga masih sangat kental. Salah satu buktinya adalah dari sikap yang diambil Tan Bun Ann ketika mengetahui guci emas itu ternyata berisi selada, saat itu ia sangat marah karena dia tidak mau mempermalukan keluarganya dan menghina keluarga calon istrinya. Pernikahan Tan Bun Ann dan Siti Fatimah yang berasal dari dua negara yang memiliki kebudayaan yang sangat berbeda juga sarat dengan nilai kebudayaan.

Nilai agama di cerita ini juga masih sangat dijunjung tinggi terlihat dari sifat Siti Fatimah yang sangat santun dan baik kepada siapa pun. Namun hal ini tidak menghalangi persatuan dari dua kebudayaan dan agama yang berbeda, yaitu pernikahan Putri Sriwijaya ini dengan Tan Bun Ann, Putra dari Negeri Cina.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun