Mohon tunggu...
Lyfe

Jalan ke Rumah

8 November 2015   20:20 Diperbarui: 8 November 2015   20:20 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

     Akhirnya kami sampai di pesawat,  kedua adikku juga sudah tertidur dengan pulas. Ketika bapak sedang menjemput ibu ke belakang pesawat. Kulihat ada koran yang menyembul dari tas kopernya. Didorong rasa penasaran kubaca koran itu dengan saksama. Ada banyak sekali berita di hari itu, salah satunya adalah berita tentang jatuhnya Soekarno dari jabatannya dan ia digantikan oleh Soeharto. Namun kalimat yang paling menarik perhatianku adalah keputusan Soeharto untuk mendeportasi keturunan Indonesia-Belanda kembali ke Belanda.

 

***

     Tinggal di Belanda tidak bisa dibilang hal yang meyenangkan. Karena banyak sekali keturunan Indonesia-Belanda yang pindah untuk tinggal di Belanda, populasi manusia di negara ini jadi berlebih. Hal itu juga mempertinggi angka kemiskinan dan kriminalitas. Karena ini kedatangan kami tidak disambut baik oleh masyarakat negeri oranye.

     Sejak pindah ke negara ini, bisa dibilang keluargaku tinggal dalam kemiskinan. Untuk makan saja kami kesusahan. Kehabisan air juga sudah menjadi rutinitas di dalam rumah. Keceriaan si gadis kecil berambut pirang kini telah pudar. Seringkali ia menangis di kamar karena merindukan si mbok. Ibu dan bapak yang dulu selalu akur sekarang lebih sering bertengkar, terutama karena masalah keuangan.

     Datang ke sekolah juga bukan lagi kegiatan yang mengasyikkan dan selalu kutunggu tiap minggunya. Anak-anak di sekolah sangat diskriminatif terhadap kami, hanya karena darah Indonesia yang kami miliki. Caci maki dan tatapan benci yang mereka tujukan kearah kami sudah menjadi santapan makan siang bagi kami tiga bersaudara. sama seperti  Hubungan Indonesia dan Belanda yang semakin memburuk tidak memperbaiki keadaan kami sekarang.

     Hampir putus asa tidak dan tahu harus kemana. Kemanakah kami harus pergi kalau di dua tempat yang sudah kami anggap rumah saja kami ditolak?  Karena tidak tahan dengan segala tekanan akhirnya kami sekeluarga pindah ke Amerika untuk mencari kehidupan yang lebih baik.

 

Amerika 1958

     “Kakak lihat ini!” Kata adikku yang sekarang sudah bukan anak kecil lagi dengan senyum sumringah, tangannya menunjukkan sebuah kertas. Hari ini adalah hari yang spesial yang spesial bagi Katherine. Setelah sebulan menunggu hasil tes SMA yang ingin ia masuki, akhirnya hasil dari tes SMA itu keluar hari ini. “Itu baru adikku!” Kataku diselingi dengan tawa bahagia. Adikku yang kemarin rasanya masih seorang anak kecil yang suka sekali bermain petak umpet, yang dulu sempat 3 tahun kehilangan senyuman manisnya. Sekarang telah menjelma menjadi gadis cantik nan pintar yang baru saja lulus tes masuk ke SMA yang ia tuju.

     “Hey Jo tebak siapa yang baru saja resmi menjadi siswi SMA?!”  teriak gadis itu sembari menggelitiki adik kecil kami Jo. Adik bungsuku Jonathan juga sekarang sudah lebih bisa bersosialisasi dengan teman-temannya. Ia juga sekarang belajar mendalami bahasa agar bisa menggapai impiannya menjadi diplomat.

     Aku sendiri masih belajar di universitas untuk mencari impian dan cita-cita yang sampai sekarang belum kuketahui. Kebahagiaan ibu dan bapak juga sudah kembali walaupun belum seutuhnya. Trauma akan diskriminasi yang kami alami masih terasa sangat nyata. Kami tidak akan melupakan pengalaman itu tapi seiring dengan dunia yang terus berubah kami juga akan terus berubah untuk menjadi lebih baik lagi dan mengubur kenangan buruk itu lebih dalam.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun