Mohon tunggu...
Alya NurfakhiraZahra
Alya NurfakhiraZahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Journalism Student

Undergraduated Journalism Student

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Fangirling Nomor Satu, Nyawa Jadi Taruhannya

29 Desember 2022   15:12 Diperbarui: 29 Desember 2022   15:22 457
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sejumlah penggemar Kpop yang sedang meneriaki nama idola mereka, sumber: freepik

Sindrom fangirling pertama kali ditemukkan ketika budaya Kpop menyebar ke seluruh penjuru dunia pada tahun 2011, termasuk Indonesia. Mulanya hanya satu orang saja yang mengalami sindrom fangirling, tetapi bagaikan penyakit menular, orang-orang di sekitarnya pun turut mengalami. Fuschillo (2018) dalam Journal of Consumer Culture menjelaskan lebih lanjut bahwa fangirling adalah sebutan untuk penggemar perempuan.  Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa fangirling adalah labelling untuk para penggemar perempuan yang memiliki ketertarikan tinggi terhadap idolanya.

Namun, seiring perkembangan waktu, fangirling tidak selalu berkonotasi positif. Terkadang ada saja penggemar yang terlalu fanatik terhadap idolanya sampai menghabiskan waktu sehari-harinya untuk mengikuti ke manapun sang idola pergi. Beberapa di antaranya harus terjerat pidana karena membuat kehidupan sang idola terancam.

Bahkan  di antara mereka ada juga yang menjadikan nyawa sebagai taruhannya hanya untuk mendapatkan atensi idola mereka. Contohnya dalam konser NCT 127 yang digelar pada Sabtu (4/11/22) di ICE BSD City Tanggerang berakhir dibubarkan setelah sekelompok penggemar melakukan dorong-dorongan dengan penggemar lain untuk mendapatkan bola bertanda tangan anggota NCT 127 Merubuhkan sebuah barikade yang mengakibatkan lima puluh di antaranya pingsan bahkan terluka akibat tertimpa besi dari barikade.

Selain itu, terdapat beberapa video yang menampilkan kefanatikan penggemar terhadap idolanya berseliweran di media sosial. Terlihat seorang penggemar NCT 127 yang memunguti botol bekas minum yang digunakan sang idola ketika konser. Alasannya hanya karena ingin berkontak secara tidak langsung dengan idola mereka.  Padahal kita tidak tahu apakah botol tersebut bersih dan tidak menularkan penyakit. Bagaimana jika botol tersebut mengakibatkan kita terserang penyakit menular berbahaya? Tentu saja, hal ini akan merugikan kita sendiri.

Ada juga video penggemar yang menempelkan topi mereka dengan jejak kaki bekas anggota NCT 127 ketika konser. Menuai beragam komentar yang kebanyakan menganggap bahwa aksi tersebut terlalu berlebihan.

FANATISME DALAM KONSER HANYA BIKIN MALAPETAKA

Sikap mencitai sang idola secara berlebihan sampai berperilaku di luar batas  kewajaran kerap dikenal dengan istilah fanatisme. Dalam pandangan Psikologi fanatisme dideskripsikan sebagai antusiasme dan kesetiaan yang berlebih dan ekstrem. Henry H Goddard  (2001) selaku tokoh psikologi dunia menjelaskan fenomena fanatisme sebagai sebuah keyakinan yang membuat kehilangan akal sehingga mau melakukan segala hal apapun demi mempertahankan keyakinannya itu. Biasanya komitmen tersebut dibarengi oleh tingkah laku secara aktif, seperti video tren Tiktok "Boys At School Never Look At Me"

Tren tersebut menampilkan seorang penggemar perempuan yang tidak pernah dilirik oleh pria lain di sekolah, tetapi pada akhirnya mendapatkan perhatian dari sang idolanya. Melalui tren tersebut banyak penggemar yang membuat konten serupa ketika idolanya konser. Namun, tren tersebut dapat menimbulkan kericuhan akibat desak-desakan. Bahkan bisa merenggut nyawa para penggemar karena kurangnya asupan oksigen ke dalam otak.

Ini bukan kejadian pertama menonton konser berujung malapetaka. Sebelumnya masyarakat dihebohkan dengan pemberitaan yang menewaskan delapan orang penonton dan ratusan penonton terluka dalam konser Travis Scott, rapper asal Amerika Serikat pada Minggu (7/11/2021) di Hauston Texas. Tragedi naas tersebut disebabkan oleh kerumunan penonton yang merengsek maju ke depan sehingga menghimpit orang yang berdiri di depan mereka dan mengakibatkan sulitnya bernapas.

Kejadian serupa kembali terulang pada konser Fally Ipupa di Kongo pada Sabtu (29/11/22) yang menewaskan 11 penonton, 2 di antaranya adalah aparat keamanan. Diduga korban tewas akibat kerumunan penonton yang saling dorong-mendorong sehingga menyebabkan sirkulasi oksigen terhambat.

Antusiasme yang terlalu berlebihan kerap menumpulkan akal sehat para penggemar. Mereka tidak peduli bahwa aksi dorong-mendorong yang dilakukannya bisa membahayakan nyawa orang lain. Bagi mereka melihat sang idola secara dekat adalah prioritas utama daripada nyawa mereka. Keinginan untuk mendapatkan fancam yang menampilkan wajah idola secara jelas menjadi alasan kuat lainnya kericuhan pada konser sering terjadi.

NYAWALAH YANG HARUS NOMOR SATU, BUKAN FANGIRLING

Sejumlah penggemar yang lebih memilih menikmati konser melalui gadget. Doc: Freepik
Sejumlah penggemar yang lebih memilih menikmati konser melalui gadget. Doc: Freepik

Melihat kejadian demi kejadian yang membahayakan para penggemar seharusnya para promotor konser mengubah keseluruhan konser menjadi duduk untuk menghindari dorong-dorongan serta lonjakan penonton setelah lockdown Covid-19. Selain itu,  memberikan sanksi tegas kepada oknum yang memicu keributan ketika konser, seperti somasi untuk menonton konser dalam waktu dekat. Pihak berwajib harus memerhatikan jumlah personil aparat keamanan yang diturunkan untuk menertibkan keberlangsungan konser. Apalagi Indonesia memiliki trauma mendalam terhadap peristiwa kelam yang disebabkan kerumunan setelah peristiwa Kajuruhan. 

Para penggemar juga seharusnya bisa membaca situasi ketika sedang menonton konser, kapan waktu yang tepat untuk mengambil fancam dan menikmati konser yang sedang berlangsung karena sekarang lebih banyak penggemar yang menikmati konser melalui gadget dibandingkan melihat secara langsung. Padahal menikmati konser sembari sesekali menggerakan tubuh mengikuti alunan musik merupakan bentuk perhatian dan dukungan terhadap idola mereka.

Terakhir, kerjasama antar penggemar juga dibutuhkan untuk menghindari timbulnya korban jiwa karena yang seharusnya nomor satu ialah keselamatan jiwa bukan fangirling.*** 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun