Antusiasme yang terlalu berlebihan kerap menumpulkan akal sehat para penggemar. Mereka tidak peduli bahwa aksi dorong-mendorong yang dilakukannya bisa membahayakan nyawa orang lain. Bagi mereka melihat sang idola secara dekat adalah prioritas utama daripada nyawa mereka. Keinginan untuk mendapatkan fancam yang menampilkan wajah idola secara jelas menjadi alasan kuat lainnya kericuhan pada konser sering terjadi.
NYAWALAH YANG HARUS NOMOR SATU, BUKAN FANGIRLING
Melihat kejadian demi kejadian yang membahayakan para penggemar seharusnya para promotor konser mengubah keseluruhan konser menjadi duduk untuk menghindari dorong-dorongan serta lonjakan penonton setelah lockdown Covid-19. Selain itu, Â memberikan sanksi tegas kepada oknum yang memicu keributan ketika konser, seperti somasi untuk menonton konser dalam waktu dekat. Pihak berwajib harus memerhatikan jumlah personil aparat keamanan yang diturunkan untuk menertibkan keberlangsungan konser. Apalagi Indonesia memiliki trauma mendalam terhadap peristiwa kelam yang disebabkan kerumunan setelah peristiwa Kajuruhan.Â
Para penggemar juga seharusnya bisa membaca situasi ketika sedang menonton konser, kapan waktu yang tepat untuk mengambil fancam dan menikmati konser yang sedang berlangsung karena sekarang lebih banyak penggemar yang menikmati konser melalui gadget dibandingkan melihat secara langsung. Padahal menikmati konser sembari sesekali menggerakan tubuh mengikuti alunan musik merupakan bentuk perhatian dan dukungan terhadap idola mereka.
Terakhir, kerjasama antar penggemar juga dibutuhkan untuk menghindari timbulnya korban jiwa karena yang seharusnya nomor satu ialah keselamatan jiwa bukan fangirling.***Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H