Mohon tunggu...
Alya Mutiya Ningsih Pertiwi
Alya Mutiya Ningsih Pertiwi Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar

Halo! Perkenalkan saya Alya Mutiyaningsih Pertiwi, saya merupakan seorang pelajar.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Angka Golput Diperkirakan Meningkat, Mari Kita Cegah Golput di Pemilu 2024

7 Februari 2024   10:11 Diperbarui: 7 Februari 2024   10:57 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Mendekati hari pemilu kebanyakan pelajar atau kalangan anak muda merasa bingung dalam menentukan pilihannya. Beberapa faktor penyebabnya seperti terbawa arus teman, terpengaruhi oleh keluarga yang berbeda pilihan, atau bahkan tidak berminat untuk menentukan calon pemimpin yang akan memimpin negaranya sendiri di masa mendatang. 

Golongan putih (disingkat golput) atau abstensi (dari kata bahasa Inggris "abstain" yang berarti 'menjauhkan diri') adalah istilah politik ketika seorang peserta dalam proses pemungutan suara tidak memberikan suara atau tidak memilih satupun calon pemimpin, atau bisa juga peserta yang datang ke bilik suara tetapi tidak ikut memberikan suara hingga prosesi pemungutan suara berakhir. (Akbar Soepadhi, 2023).

Istilah golput naik daun ketika menjelang Pemilu 1971. Pada sebuah siang, Kamis (3 Juni 1971), sekelompok mahasiswa, pemuda dan pelajar meriung di Balai Budaja Djakarta. Mereka memproklamirkan berdirinya "Golongan Putih" sebagai gerakan moral. Di antara tokoh-tokoh yang menjadi motor gerakan itu, seperti Adnan Buyung Nasution dan Arief Budiman, tulis Kompas, 5 Juni 1971.

"Kelompok ini merasa aspirasi politik mereka tidak terwakili oleh wadah politik formal waktu itu," demikian dikutip dari buku Arief Budiman Tukang Kritik Profesional (2020). 

"Mereka menyeru orang-orang yang tidak mau memilih partai politik dan Golkar untuk menusuk bagian yang putih (yang kosong) di antara sepuluh tanda gambar yang ada."

Setelah bertahun-tahun sejak itu, Arief mengatakan, dirinya melahirkan gerakan golput karena Pemilu 1971 digelar tidak demokratis: pemerintah membatasi jumlah partai. Sebetulnya istilah golput datang dari rekan Arief, Imam Waluyo yang ikut dalam gerakan itu.

Golput dapat terjadi karena beberapa hal di antaranya karena masih bingung dalam menentukan pilihan, tidak mau ikut serta dalam politik, atau tidak tau tata cara dalam pemilihan atau pemungutan suara, atau bahkan mencoblos tidak didalam garis hitam pada kotak yang akan mengakibatkan suara tidak terhitung. 

Banyak sekali masyarakat yang terkadang masih menyepelekan perihal 'Golput', karena kebanyakan mereka menganggap satu suara tidak akan mempengaruhi hasil suara, namun bagaimana jika kebanyakan masyarakat yang memilih Golput berpendapat sama?. Bukankah hal tersebut akan menyebabkan tingginya angka Golput?. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ada 34,75 juta orang yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golongan putih (golput) dalam Pemilu 2019. Jumlah itu setara dengan 18,02% dari seluruh daftar pemilih tetap (DPT) Pemilu 2019 yang sebanyak 192,77 juta orang.

Jumlah pemilih golput pada Pemilu 2019 menurun 40,69% dibandingkan periode sebelumnya. Pada Pemilu 2014, jumlah pemilih golput mencapai 58,61 juta orang atau 30,22%.

Maka dari itu Golput sangat berpengaruh terhadap pemilu, karena hak suara dari satu orang dapat sangat mempengaruhi pemungutan suara. Banyak juga dampak negatif yang akan dihasilkan dari tingginya angka Golput. 

Dampak negatif yang akan dihasilkan yaitu dapat terjadi adanya pihak yang tidak bertanggung jawab yang akan memanfaatkan kekosongan suara tersebut untuk dimanipulasi, melemahnya dukungan dan pengakuan masyarakat pada pembentukan kebijakan terhadap otoritas pemerintahan yang mempengaruhi demokrasi negara, mengakibatkan program kerja pemerintah yang terpilih terganggu karena tidak adanya dukungan dari sebagian masyarakat yang memilih Golput. 

Beberapa cara diantaranya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir Golput dapat dilakukan hal-hal berikut, meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya partisipasi dalam pemilihan, penyampaian informasi yang jelas mengenai calon, serta memudahkan akses pemilih ke tempat pemungutan suara, dan juga meningkatkan edukasi politik dan kampanye yang informatif. 

Pada Pemilu 2024, pemilih yang terdaftar didominasi oleh pemilih muda. Berdasarkan data KPU, terdapat 56,4 persen pemilih muda dapat pemilu 2024, yang artinya sudah melebihi setengah dari total Daftar Pemilih Tetap (DPT). Sayangnya, berdasarkan hasil survei Centre for Strategic and International (CSIS), sebanyak 11,8 persen responden memilih untuk golput.

Untuk meminimalisir terjadinya dampak negatif pada pemungutan suara 2024, terutama banyaknya golongan dari pemilih muda yang terkadang masih labil dalam menentukan pilihan maupun pada pemilih pemula yang terkadang masih tidak banyak tau akan hal politik. Marilah kita sama-sama bergerak mensukseskan pemilu 2024 agar hak kita sebagai pemilih terpenuhi dan kewajiban kita untuk menjaga dan bertanggung jawab menggunakan hak suara secara bijak dan berpartisipasi secara aktif dalam proses demokratis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun