Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang semakin pesat kini menghadirkan yang namanya media sosial. Beragam jenis media sosial seperti Instagram, Twitter, Facebook, tiktok dan masih banyak lagi. Media media yang disebutkan diatas adalah media dengan jumlah peminat yang sangat banyak sekali. Saat ini media sosial telah digunakan untuk mempermudah masyarakat dalam berinteraksi dengan orang lain tanpa adanya Batasan ruang bahkan setiap orang bisa berkomunikasi walaupun tidak saling mengenal.
Beragam manfaat dari hadirnya media sosial salah satunya adalah sebagai sarana pembentukan citra dari seorang tokoh. Sebut saja tokoh politik ketika di masa pandemic seperti saat ini keterbatasan ruang public membuat para tokoh menggunakan media sosial sebagai sarana menyampaikan kinerja, mengemas sosial medianya menjadi lebih baik agar masyarakat pun dapat menerima pesan bahwa tokoh politik tersebut telah melaksanakan tugasnya dengan baik.
Tidak hanya tokoh politik saja, masyarakat pada umumnya pun sering kali menggunakan media sosial untuk mengunggah peristiwa yang terjadi dalam kehidupannya, bahkan memberikan saran dan kritis terhadap orang yang dikenal maupun saran dan kritik terhadap public figure. Ketika ada suatu isu masyarakat pun dengan mudah bisa memberikan pujian, saran bahkan kritik yang sangat pedas sekalipun. Menariknya ketika ada seorang pemilik akun yang ingin berkomentar, mereka tak harus meminta izin kepada siapapun untuk mengunggah komentar tersebut.
Dalam media sosial, seseorang punya hak berpendapat yang sangat bebas sehingga tidak dapat dipungkiri adanya berita hoax dan berita yang simpang siur. Faktor dari munculnya berita yang simpang siur karena terdapat perbedaan pandangan dalam menerima pesan dalam berita. Sedangkan berita hoax muncul biasanya karena demi mendapatkan perhatian yang lebih dari orang-orang. Terkadang media sosial juga melebih-lebihkan ketika memberitakan politik, sehingga politik punya kesan yang buruk, padahal jika kita paham dan melihatnya lebih jauh tidak semuanya buruk.
Dengan begitu, bijaklah dalam membaca berita di media sosial. Jangan hanya menerima dengan mentah tapi pastikan juga kebenaran dari berita tersebut. Ketika menuliskan pendapatmu, tulislah dengan kata-kata yang baik, benar, jelas, dan pastinya tidak memprovokasi agar apa yang kamu sampaikan bisa diterima dengan baik. Manfaatkanlah media sosial sebagai sarana untuk menyampaikan pendapat, sebagai sarana berinteraksi bukan sebagai tempat untuk saling menghina karena adanya perbedaan.
Namun dengan banyaknya pengguna saat ini, beragam jenis dan sifat seseorang dapat ditemukan. Banyaknya masyarakat yang belum mengerti tentang literasi media namun sudah lihai menggunakan media sosial, komentar komentar buruk bertebaran dimana saja, kecepatan penyebaran informasi membuat pemerintah pun kewalahan untuk mengatur masyarakat.Â
Berita hoax bertebaran dimana saja, sayangnya masyarakat pun tidak sedikit yang terpancing oleh berita hoax dan menyebabkannya mulai berkomentar yang kadang terlihat tidak senonoh untuk disampaikan di ruang public seperti media sosial. Tak tanggung -- tanggung masyarakat pun berani untuk memberikan komentar penghinaan kepada orang nomor satu di Indonesia yakni Pak Joko Widodo.Â
Para oknum yang melakukan hal tersebut pun sangat banyak dan cenderung menggunakan akun tanpa identitas aslinya. Oknum -- oknum yang menulis komentar tersebut tak tanggung tanggung juga memberikan fitnah serta memicu untuk menggiring opini para pembaca pada akun media sosial.
Kejadian seperti di atas pun mulai untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah dengan cara pada dua tahun lalu para tim penyusun Rancangan Kitab Undang -- Undang Hukum Pidana (RKUHP) Bersama anggota komisi III DPR mulai merancang Undang -- Undang tentang penghinaan terhadap presiden.Â
Namun perancangan UU tersebut kontroversial, banyak pihak yang mulai berpendapat baik yang pro terhadap rancangan maupun pihak -- pihak yang kontra tentang adanya aturan tersebut. Banyak tokoh yang beranggapan bahwa pasal tentang penghinaan presiden seperti itu tidak terlalu efektif untuk dilakukan. Adapun isi Undang -- Undang tersebut adalah :
Pasal 218 ayat (1) berbunyi, "Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
Pasal 218 ayat (2) mencantumkan, "Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri."
Definisi kehormatan atau harkat dan martabat RI-1 dan RI-2 termaktub dalam bagian Penjelasan. Isinya adalah sebagai berikut: Yang dimaksud denganÂ
"menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri" pada dasarnya merupakan penghinaan yang menyerang nama baik atau harga diri Presiden atau Wakil Presiden di muka umum, termasuk menista dengan surat, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik ataupun pendapat yang berbeda atas kebijakan pemerintah. Definisi kehormatan atau harkat dan martabat RI-1 dan RI-2 termaktub dalam bagian Penjelasan.Â
Isinya adalah sebagai berikut: Yang dimaksud dengan "menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri" pada dasarnya merupakan penghinaan yang menyerang nama baik atau harga diri Presiden atau Wakil Presiden di muka umum, termasuk menista dengan surat, memfitnah, dan menghina dengan tujuan memfitnah. Ketentuan ini tidak dimaksudkan untuk meniadakan atau mengurangi kebebasan mengajukan kritik ataupun pendapat yang berbeda atas kebijakan pemerintah. Sementara itu, Pasal 219 mencantumkan pidana bagi pelaku penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat melalui medium komunikasi. Adapun Pasal 220 menegaskan pemidanaan penghina presiden atau wapres sebagai delik aduan.
Setelah ditolak oleh Mahkamah Konstitusi aturan ini muncul Kembali, salah satu ancaman hukuman penjara satu tahun apabila penghinaan dilakukan di media sosial. Hal ini membuat masyarakat ramai berpendapat salah satunya adalah tentang penghinaan pada media sosial, karena banyak sekali masyarakat yang mempertanyakan adakah Batasan tertentu terhadap suatu penghinaan, dalam aturan pun tidak jelas bagaimana bentuk penghinaan tersebut. Aturan ini kemudian dikhawatirkan dapat menyerang masyarakat yang memang notabene tidak mengerti tentang literasi media dan berkomentar karena iseng.Â
Atas keterbatasan tersebut aturan ini kiranya dapat dikaji Kembali agar terciptanya masyarakat yang harmonis tetapi terlebih dahulu masyarakat pada umumnya harus mendapatkan edukasi yang baik tentang bagaimana cara yang bijak menggunakan media sosial. Dalam UU No.36 tahun 1999, UU No. 11 tahun 2008, dan UU No. 14 tahun 2008 tentang telekomunikasi pun telah diatur bagaimana telekomunikasi dan keterbukaan publik.Â
Karena luasnya media sosial aturan mungkin menjadi solusi untuk mengurai penghinaan atau hal -- hal negatif dalam sosial media namun perlu juga untuk turun langsung dan menyentuh sisi kemanusiaan dari masyarakat. Hal ini akan membantu membuat masyarakat sadar bahwa kebebasan berpendapat di media sosial memiliki cara yang baik tidak serta merta kebebasan berpendapat lalu memiliki hak untuk berkata apapun di media sosial walaupun itu menyebarkan kata -- kata yang mengandung unsur penghinaan sekalipun.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H