Mohon tunggu...
Alya Cinta Prameswari
Alya Cinta Prameswari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Airlangga

Undergraduate Law Student at Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perlindungan Hukum Terkait Fenomena Hate Speech dan Hoax di Media Elektronik

6 Juli 2022   21:55 Diperbarui: 6 Juli 2022   22:24 108
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dewasa ini dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, dunia menjadi tanpa batas dan siapapun dapat mengaksesnya. Perkembangan teknologi dan Informasi menyebabkan seseorang dapat mengakses informasi secara luas dan cepat, serta setiap orang bisa bertukar informasi dengan orang lain, walaupun berbeda lokasi dan waktu. 

Kebebasan berpendapat merupakan hak asasi yang melekat pada setiap manusia tanpa memandang SARA dimulai sejak manusia itu lahir. Saat ini, internet terutama sosial media dianggap sebagai sarana yang tepat untuk menyampaikan pendapat serta komunikasi karena kebebasan yang ada di sosial media.

 Namun, kebebasan berpendapat serta mengakses informasi lewat internet menciptakan masalah baru yakni timbulnya hoax dan hate speech. Kenyataannya, masyarakat seringkali memublikasikan berita yang tidak jelas kebenarannya dan melakukan ujaran kebencian yang ditunjukkan kepada pihak yang tidak sependapat dengannya. 

Dibuktikan dengan hasil survei dari lembaga Mastel, hoax maupun hate speech lebih sering ditemui masyarakat lewat jejaring internet terutama lewat sosial media dengan bentuk tulisan serta foto dan video yang sudah di edit sedemikian rupa agar menciptakan keributan. Topik yang sering digunakan dalam menyebarkan hoax dan hate speech adalah isu yaang dekat dengan kehidupan masyarakat seperti isu politik, SARA, kesehatan, dan pekerja.

Perlindungan hukum terhadap fenomena ujaran kebencian tercantum pada pasal 156 KUHP yang berisi "Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah". 

Kemanjuan teknologi yang menghasilkan dunia baru dan mengubah pola dan tatanan masyarakat menuntut pemerintah untuk membuat peraturan baru yang sesuai dengan perkembangan teknologi. 

Peraturan baru dibuat bertujuan untuk melindungi hak dan kewajiban masyarakat, memberikan rasa aman dan keadilan, serta mengatur masyarakat untuk menghadapi perkembangan teknologi. Karena hal tersebut, pemerintah membentuk Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Payung hukum yang melindungi penyebaran hoax dan hate speech di jejaring internet tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi yaitu pertama, 

berdasarkan pasal 27 ayat (1), (2), (3), dan (4) juncto pasal 45 ayat (1) bahwa "setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kekusilaan, bermuatan perjudian, 

bermuatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik, dan/atau bermuatan pemerasan dan/atau pengancaman dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah). 

Bersumber pada pasal 28 ayat (1) dan (2) juncto pasal 45 ayat (2) bahwa "setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik dan menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, 

agama, ras, dan antargolongan (SARA) dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)". 

Berlandaskan pasal 29 juncto pasal 45 ayat (3) "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah)."

Dilansir dari website kominfo.go.id, enam langkah yang perlu diperhatikan dan diterapkan masyarakat agar terhindar dari informasi yang mengandung hoax. Pertama, berhati-hati andaikata menjumpai headline berita yang provokatif. Kedua, jika mendapatkan berita melalui website maka pembaca perlu memeriksa alamat situs atau URL apakah situs tersebut telah terverifikasi sebagai lembaga pers resmi. 

Jika situs tersebut menggunakan frasa blog, maka kebenaran informasi yang ada di website tersebut perlu diragukan kebenarannya. Ketiga, periksa sumber berita tersebut apakah kabar tersebut diterbitkan oleh institusi resmi seperti KPK atau Polri. 

Sepatutnya tidak langsung percaya jika berita tersebut dikeluarkan oleh organisasi masyarakat, tokoh politik, atau pengamat. Keempat, jika ada foto di dalam berita yang digunakan untuk memprovokasi pembaca, maka pembaca perlu memeriksa keaslian foto tersebut dengan melaksanakan drag and drop di kolom pencarian google, maka google akan menampilkan foto serupa yang bisa dijadikan perbandingan. 

Kelima, bergabung dengan grup anti hoax, seperti Forum Anti Fitnah, Hasut, dan Hoax (FAFHH), Fanpage & Group Indonesian Hoax Buster, dan lain-lain. Grup tersebut berfungsi agar netizen dapat menanyakan suatu informasi benar atau tidak dan melihat klarifikasi yang dibagikan orang lain. 

Keenam, andaikata menjumpai berita hoax di sosial media bagaikan di Facebook, Twitter, Instagram, dan sosial media lainnya bisa menggunakan fitur report dan disesuaikan dengan kategori apakah hoax tersebut termasuk hate speech/harrashment/threatening atau yang lainnya. Kominfo juga menyediakan wadah jika pengguna internet menemukan berita negatif atau hoax, netizen dapat mengirimkan e-mail ke aduankonten@mail.kominfo.go.id.

Referensi 

Herawati, D. M. (2016). Penyebaran Hoax dan Hate Speech sebagai Representasi Kebebasan Berpendapat. Promedia, 2(2), 138--155. http://halmaheraselatankab.go.id/pdf/pogja.pdf

Masyarakat Telematika Indonesia. (2019). Hasil Survey Wabah Hoax Nasional 2019. Website Masyarakat Telematika Indonesia, 35. https://mastel.id/hasil-survey-wabah-hoax-

Republik Indonesia. (2008). Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Mensesneg, September, 1--2. https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/37589/uu-no-11-tahun-2008

Penulis : Alya Cinta Prameswari (Mahasiswa Universitas Airlangga)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun