Mohon tunggu...
Alya Azzahraa Jashilka Z
Alya Azzahraa Jashilka Z Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Student of Muhammadiyah Jakarta University, Faculty of Social and Political Sciences, Public Administrasion Study Program.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pemekaran Wilayah di Papua: Jalan menuju Pembangunan Berkelanjutan atau Ancaman Baru?

15 Mei 2024   18:41 Diperbarui: 15 Mei 2024   20:01 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: id.quora.com

sumber gambar: www.bappenas.go.id
sumber gambar: www.bappenas.go.id

Wilayah yang akan mengalami pemekaran di Papua adalah beberapa kabupaten dan distrik yang terdiri dari:

  • Kabupaten Tolikara
  • Kabupaten Pegunungan Bintang
  • Kabupaten Yahukimo
  • Kabupaten Nabire bagian gunung
  • Kabupaten Mimika bagian gunung
  • Kabupaten Paniai
  • Kabupaten Deiyai
  • Kabupaten Dogiyai
  • Kabupaten Intan Jaya
  • Kabupaten Lani Jaya
  • Kabupaten Nduga
  • Kabupaten Puncak Jaya
  • Kabupaten Puncak 6
  • Kabupaten Yalimo
  • Kabupaten Mamberamo Tengah
  • Kabupaten Merauke
  • Kabupaten Boven Digul
  • Kabupaten Mappi
  • Kabupaten Asmat
  • Kabupaten Biak Numfor
  • Kabupaten Supiori
  • Kabupaten Yapen
  • Kabupaten Waropen
  • Kabupaten Jayawijaya
  • Kabupaten Jayapura
  • Kabupaten Keroom
  • Kabupaten Memberamo Raya
  • Kabupaten Sarmi

Pemekaran wilayah ini dilakukan untuk meningkatkan pelayanan, kesejahteraan masyarakat, serta mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua.

Pemekaran wilayah di Papua dianggap perlu karena beberapa alasan. Pertama, pemekaran wilayah dianggap dapat meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat Papua. Kedua, pemekaran wilayah dianggap dapat memperkuat daya saing daerah dan memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketiga, pemekaran wilayah dianggap dapat meningkatkan pengendalian keamanan di wilayah tersebut. Namun, beberapa sumber juga menunjukkan bahwa pemekaran wilayah di Papua tidak secara efektif meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pengembangan ekonomi, dan pengaruh sosial. Sebaliknya, keadaan kemiskinan dan keterbatasan infrastruktur terus meningkat, yang memerlukan perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

Dampak pemekaran wilayah di Papua tidak secara signifikan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya, keadaan kemiskinan di Papua terus meningkat, dengan jumlah kabupaten yang mengalami kemiskinan meningkat dari 6 menjadi 10 kabupaten setelah pemekaran wilayah. Pemekaran wilayah di Papua tidak secara efektif meningkatkan pengembangan ekonomi. Sebagian besar penduduk Papua masih bergantung pada pertanian subsistence, dan sektor industri dan jasa masih didominasi oleh pendatang yang memiliki keahlian dan pendidikan yang lebih tinggi.

Pemekaran wilayah di Papua juga memiliki dampak sosial yang signifikan. Orang asli Papua terdesak ke pinggir kota atau kembali ke habitat di hutan karena tidak mampu bersaing dengan pendatang yang memiliki modal kuat, pandai berdagang, dan berbisnis. Polarisasi semacam ini menimbulkan dikotomi kehidupan sosial yang tidak jarang dapat berbenturan satu sama lainnya. Pemekaran wilayah di Papua juga menimbulkan keterbatasan infrastruktur, seperti jalan, jembatan, dan fasilitas lainnya. Hal ini membuat pengembangan wilayah menjadi sulit dan berjalan lambat.

Dalam sintesis, pemekaran wilayah di Papua tidak secara efektif meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pengembangan ekonomi, dan pengaruh sosial. Sebaliknya, keadaan kemiskinan dan keterbatasan infrastruktur terus meningkat, yang memerlukan perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

Ada kekhawatiran terkait dampak negatif dari pemekaran wilayah di Papua karena beberapa alasan. Pertama, pemekaran wilayah dianggap dapat memperparah ketimpangan sosial dan ekonomi yang telah terjadi di Papua. Kedua, pemekaran wilayah dapat memperluas kantong-kantong kemiskinan yang baru, seperti yang terlihat dalam analisis dampak pemekaran wilayah terhadap pendapatan per kapita di Papua. Ketiga, pemekaran wilayah dapat memperburuk status orang asli Papua yang terdesak ke pinggir kota atau kembali ke habitat di hutan karena tidak mampu bersaing dengan pendatang yang memiliki modal kuat, pandai berdagang, dan berbisnis. Polarisasi semacam ini menimbulkan dikotomi kehidupan sosial yang tidak jarang dapat berbenturan satu sama lainnya. Keempat, pemekaran wilayah dapat memperluas ketimpangan dalam kesempatan kerja, dengan sektor-sektor sekunder dan tersier didominasi oleh penduduk pendatang yang memiliki keahlian, ketrampilan, dan pendidikan yang lebih tinggi dari pada penduduk asli Papua.

Proses pemekaran wilayah di Papua dilakukan melalui beberapa tahapan. Pertama, Pemerintah Pusat berkoordinasi dengan Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Kabupaten Jayawijaya untuk mengupayakan pemekaran wilayah. Dimulai dengan pemekaran desa, pemekaran kecamatan, dan pemekaran kabupaten. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 dengan diberlakukannya Otonomi Khusus di Papua, maka khusus di Provinsi Papua (dan kemudian juga di Provinsi Papua Barat), istilah kecamatan diganti menjadi distrik dan desa menjadi kampung. Pemekaran Kabupaten dilakukan mulai tahun 2002 melalui Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 dengan membentuk tiga kabupaten baru yaitu Kabupaten Tolikara dengan ibu kota Karubaga, Kabupaten Pegunungan Bintang dengan ibu kota Oksibil dan Kabupaten Yahukimo dengan ibu kota Dekai. Sementara Kabupaten Jayawijaya sebagai kabupaten induk tetap beribu kota di Wamena di Lembah Balim. Pemekaran kabupaten kedua adalah pada tahun 2008, yaitu pemekaran dari wilayah Kabupaten Jayawijaya dan sebagian wilayah kabupaten pemekaran pertama.

Pemekaran wilayah di Papua dapat berkontribusi terhadap pembangunan berkelanjutan dengan beberapa cara. Pertama, pemekaran wilayah dapat meningkatkan akses masyarakat Papua terhadap pelayanan publik, seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat. Kedua, pemekaran wilayah dapat memperkuat daya saing daerah dan memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ketiga, pemekaran wilayah dapat meningkatkan pengendalian keamanan di wilayah tersebut. Namun, beberapa sumber juga menunjukkan bahwa pemekaran wilayah di Papua tidak secara efektif meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pengembangan ekonomi, dan pengaruh sosial. Sebaliknya, keadaan kemiskinan dan keterbatasan infrastruktur terus meningkat, yang memerlukan perhatian lebih dari pemerintah dan masyarakat untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.

Pemekaran wilayah di Papua dapat menimbulkan ancaman baru dalam beberapa aspek. Pertama, pemekaran wilayah dapat memperparah ketimpangan sosial dan ekonomi yang telah terjadi di Papua. Kedua, pemekaran wilayah dapat memperluas kantong-kantong kemiskinan yang baru, seperti yang terlihat dalam analisis dampak pemekaran wilayah terhadap pendapatan per kapita di Papua. Ketiga, pemekaran wilayah dapat memperburuk status orang asli Papua yang terdesak ke pinggir kota atau kembali ke habitat di hutan karena tidak mampu bersaing dengan pendatang yang memiliki modal kuat, pandai berdagang, dan berbisnis. Polarisasi semacam ini menimbulkan dikotomi kehidupan sosial yang tidak jarang dapat berbenturan satu sama lainnya. Keempat, pemekaran wilayah dapat memperluas ketimpangan dalam kesempatan kerja, dengan sektor-sektor sekunder dan tersier didominasi oleh penduduk pendatang yang memiliki keahlian, ketrampilan, dan pendidikan yang lebih tinggi dari pada penduduk asli Papua.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun