Seperti yang kita ketahui, Islam adalah agama yang teratur dan jelas. Allah telah mengatur hal-hal yang halal dan yang haram secara terperinci. Dan di antara ke dua hukum tersebut, terdapat pula perkara atau hal-hal yang masih samar-samar atau syubhat, dimana manusia telah diperintahkan untuk menjauhinya. Perkara halal, haram dan syubhat sendiri, telah banyak dijabarkan penjelasannya oleh para ulama, yang berpegang pada hadits:
إِنَّ الْحَلاَلَ بَيِّنٌ وَإِنَّ الْحَرَامَ بَيِّنٌ وَبَيْنَهُمَا مُشْتَبِهَاتٌ لاَ يَعْلَمُهُنَّ كَثِيرٌ مِنَ النَّاسِ فَمَنِ اتَّقَى الشُّبُهَاتِ اسْتَبْرَأَ لِدِينِهِ وَعِرْضِهِ وَمَنْ وَقَعَ فِى الشُّبُهَاتِ وَقَعَ فِى الْحَرَامِ كَالرَّاعِى يَرْعَى حَوْلَ الْحِمَى يُوشِكُ أَنْ يَرْتَعَ فِيهِ أَلاَ وَإِنَّ لِكُلِّ مَلِكٍ حِمًى أَلاَ وَإِنَّ حِمَى اللَّهِ مَحَارِمُهُ
"Sesungguhnya yang halal itu jelas, sebagaimana yang haram pun jelas. Di antara keduanya terdapat perkara syubhat -yang masih samar- yang tidak diketahui oleh kebanyakan orang. Barangsiapa yang menghindarkan diri dari perkara syubhat, maka ia telah menyelamatkan agama dan kehormatannya. Barangsiapa yang terjerumus dalam perkara syubhat, maka ia bisa terjatuh pada perkara haram. Sebagaimana ada pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya. Ketahuilah, setiap raja memiliki tanah larangan dan tanah larangan Allah di bumi ini adalah perkara-perkara yang diharamkan-Nya." (HR. Bukhari no. 2051 dan Muslim no. 1599)
Dari hadits di atas, terdapat inti yang memaparkan tiga hukum, yaitu halal, haram dan sunnah. Sedangkan Syaikh Sa'ad bin Nashir Asy Syatsri dalam Syarh Al Arba'in An Nawiyah Al Mukhtashor, hal. 64 menjelaskan/memaparkan empat inti permasalahan atau problema, yaitu:
1. Yang memiliki dalil bolehnya suatu perkara, maka boleh diamalkan dalil bolehnya.
2. Yang memiliki dalil pengharaman suatu perkara, maka perkara tersebut dijauhi demi mengamalkan dalil larangan.
3. Yang terdapat dalil boleh dan haramnya sekaligus. Maka inilah masalah mutasyabih (yang masih samar). Menurut mayoritas ulama, yang dimenangkan adalah pengharamannya.
4. Yang tidak terdapat dalil boleh, juga tidak terdapat dalil larangan, maka ini kembali ke kaedah hukum asal. Hukum asal ibadah adalah haram. Sedangkan dalam masalah adat dan muamalah adalah halal dan boleh.
Syaikh Sa'ad Asy Syatsri dalam Syarh Al Arba'in An Nawawiyah, hal. 65 menjelaskan: "kesamaran (perkara syubhat) bisa saja terjadi pada perselisihan ulama. Hal ini ditinjau dari keadaan orang awam. Namun kaedah syar'iyah yang wajib bagi orang awam untuk mengamalkannya ketika menghadapi perselisihan para ulama setelah ia meneliti dan mengkaji adalah ia kuatkan pendapat-pendapat yang ada sesuai dengan ilmu dan kewara'an, juga ia bisa memilih pendapat yang dipilih oleh mayoritas ulama. Karena pendapat kebanyakan ulama itu lebih dekat karena seperti syari'at. Dan perkataan orang yang lebih berilmu itu lebih dekat pada kebenaran karena bisa dinilai sebagai syari'at. Begitu pula perkataan ulama yang lebih wara', itu lebih baik diikuti karena serupa dengan syari'at.
Syaikh Sholih Al Fauzan mengatakan, "Sebagaimana pengembala yang menggembalakan ternaknya di sekitar tanah larangan yang hampir menjerumuskannya, maka demikian pula manusia. Ia tidak mampu mengendalikan dirinya dari terjerumus pada keharaman jika hal itu masih syubhat (hukumnya samar). Permisalan yang Nabi Shalallahu 'alaihi wa sallam sampaikan dalam hadits ini adalah permisalan yang begitu jelas dan mudah dicerna. Hadits ini menunjukkan wajibnya kita menjauhi perkara syubhat supaya tidak membuat kita terjatuh pada keharaman." (Al Minhah Ar Robbaniyah fii Syarh Al Arba'in An Nawawiyah, hal. 108).
Keutamaan Sikap Wara'
Terdapat sebuah hadits yang menunjukkan bahwasanya Rasulullah Shalallahu'alaihi wa Sallam pernah memberikan sebuah nasehat yang sangat berharga kepada Abu Hurairah, yaitu:
يَا أَبَا هُرَيْرَةَ كُنْ وَرِعًا تَكُنْ أَعْبَدَ النَّاسِ وَكُنْ قَنِعًا تَكُنْ أَشْكَرَ النَّاسِ وَأَحِبَّ لِلنَّاسِ مَا تُحِبُّ لِنَفْسِكَ تَكُنْ مُؤْمِنًا وَأَحَسِنْ جِوَارَ مَنْ جَاوَرَكَ تَكُنْ مُسْلِمًا وَأَقِلَّ الضَّحِكَ فَإِنَّ كَثْرَةَ الضَّحِكِ تُمِيتُ الْقَلْبَ
"Wahai Abu Hurairah, jadilah orang yang wara', maka engkau akan menjadi sebaik-baiknya ahli ibadah. Jadilah orang yang qona'ah (selalu merasa cukup dengan pemberian Allah), maka engkau akan menjadi orang yang benar-benar bersyukur. Sukailah sesuatu pada manusia sebagaimana engkau suka jika ia ada pada dirimu sendiri, maka engkau akan menjadi seorang mukmin yang baik. Berbuat baiklah pada tetanggamu, maka engkau akan menjadi muslim sejati. Kurangilah banyak tertawa karena banyak tertawa dapat mematikan hati." (HR. Ibnu Majah no. 4217. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
Nabi kita shallallahu 'alaihi wa sallam juga pernah bersabda:
"Keutamaan menuntut ilmu itu lebih dari keutamaan banyak ibadah. Dan sebaik-baik agama kalian adalah sifat wara'" (HR. Ath Thobroni dalam Al Awsath, Al Bazzar dengan sanad yang hasan. Syaikh Al Albani dalam Shahih At Targhib wa At Tarhib 68 mengatakan bahwa hadits ini shahih lighoirihi).
Sufyan Ats-Tsaury (seorang imam dalam bidang hadits juga bidang keilmuan lainnya, yang terkenal sebagai pribadi yang wara' atau sangat hati-hati, zuhud, ahli fikih) berkata, "Aku tidaklah pernah memandang sesuatu yang lebih mudah dari wara' yaitu apa saja yang meragukan, maka tinggalkanlah." (Madarij As-Salikin, 2:22, dinukil dari Minhah Al-'Allam, 10:138-139).
Kesimpulan
Dari penjabaran di atas, sebagai seorang muslim tentunya kita sudah mengetahui, bahwa perkara-perkara dalam Islam itu sudah jelas kehalalan dan keharamannya. Adapun perkara-perkara yang berada di antara hukum halal dan haram tersebut, hendaknya kita menerapkan sikap wara', atau meninggalkan yang meragukan, menentang yang membuatmu tercela, mengambil yang lebih terpercaya, mengarahkan diri kepada yang lebih hati-hati. Atau singkatnya, wara adalah menjauhi yang syubhat dan mengawasi yang berbahaya. Hal ini karena hal-hal yang masih berada diantara haram dan halal (syubhat) ini, bisa menjerumuskan kepada perkara yang haram.
Demikian pemaparan mengenai wara' diantara halal dan haram. Semoga kita menjadi orang-orang yang Allah berikan rahmat dan ridhanya, sehingga kita bisa terus berada diantara perkara-perkara yang halal, dan terhindar dari perkara-perkara haram maupun syubhat, Aamiin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H