Mohon tunggu...
Alya Assyifa Sagala
Alya Assyifa Sagala Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga-21107030039

Be free. Be True. Be You.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Manusia: Serigala dan Teman

1 April 2022   16:08 Diperbarui: 1 April 2022   16:18 588
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pertemuan Anggota & Pendiri Isyarat Kalam (Dokumentasi Pribasi)

Beberapa hari yang lalu, tepatnya pada 25 Maret 2022, sebuah kasus penodongan  di Jalan Pungkur, Kota Bandung viral di media sosial. Hal yang disorot dalam kasus ini adalah saat penodong melakukan aksinya kepada seorang siswa SMP di tengah-tengah keramaian, namun tidak ada satupun yang menolong siswa tersebut. Kejadian ini membuat saya semakin ngeri dan yakin bahwa di dunia banyak orang jahat . Akan tetapi, kemudian kejadian ini juga mengingatkan saya kepada dua istilah yang ada dalam karya Thomas Hobbes, De Cive (1651). 

Istilah pertama yang gambarannya adalah kasus penodongan tersebut adalah Homo homini lupus, yang berarti manusia adalah serigala bagi manusia lainnya. 

Istilah ini menggambarkan tindakan-tindakan kejam manusia terhadap manusia lainnya, menggambarkan bagaimana hawa nafsu dan naluri hewani manusia bisa menguasainya. Istilah ke dua adalah Homo homini socius, yang merupakan penentang dari homo homini lupus. Istilah ini berarti manusia adalah teman bagi sesamanya, atau manusia adalah sesuatu yang ‘sakral’ bagi sesamanya.

Kedua istilah ini berdampak besar terhadap cara saya memandang manusia. Bagaimana rasa takut dan pengharapan terhadap manusia-manusia, membuat gelas ketenangan di dalam hidup terasa kosong. 

Seperti saat saya menginjakkan kaki pertama kali di kota Yogyakarta, dengan raga yang saat itu berjalan bersama ruh yang terasa “kosong dan hampa”, serta dengan berbagai gemuruh yang begitu sukar untuk di jabarkan. Dengan harapan, tempat baru memberikan nyawa baru, saya berusaha melangkahkan kaki untuk menjalani hari-hari saya di Yogyakarta. 

Beberapa minggu di Yogyakarta, pernah di suatu sore, masih dengan perasaan hampa, saya bepergian dengan menggunakan salah satu aplikasi penyedia jasa antar jemput. Menit-menit pertama yang hening pecah saat bapak yang saat itu mengantarkan saya ke tempat tujuan berusaha membuka percakapan dengan menanyakan daerah asal dan tempat saya kuliah. 

Percakapan itu berakhir dengan saya yang mengetahui bahwa saya dan salah satu putri beliau berada di universitas yang sama. Setelah itu, suasana kembali hening. Saya heran bahkan sudah berprasangka buruk dan sedikit cemas, karena si bapak membawa motor kami melaju hanya dengan satu tangan, sementara tangan yang lainnya sibuk mengotak-atik ponsel. Beberapa menit kemudian, si bapak menunjukkan layar gawainya.

 “Ini dia screenshot-an kelulusan anak Bapak. Wah,waktu itu senang sekali rasanya.  Apalagi anak bapak  sempat ragu dan takut tidak diterima. Bingung nenanginnya gimana, akhirnya saya jelaskan saja kalau manusia hanya bertugas untuk berusaha, sisanya tetap urusan Allah kan. Terus saya keinget nih, di agama kita kan, diajarkan ya untuk menjaga dan merawat hubungan dengan Allah dan sesama manusia (hablum minallah dan hablum minannaas). Jadi saya suruh dia buat banyak-banyak berdoa dan minta ke Allah, dan saya minta dia untuk terus berbuat baik dan menghargai orang-orang disekitarnya”, ujar Bapak dengan nada bicara yang terdengar sangat bahagia.

Mendengar ucapan beliau, saya menyadari bahwa akar dari kekosongan gelas ketenangan dan kehampaan, bahkan bisa jadi akar dari keributan di tengah-tengah masyarakat adalah bagaimana kurangnya kita sebagai manusia dalam menjaga hubungan dengan manusia lainnya. Masih cuek dan memandang dengan sebelah mata orang lain.

Akhirnya, dari percakapan sore itu, saya menelurusi ruang-ruang di internet, mencari-cari wadah/organisasi yang bisa membantu saya improve, dan mengisi kekosongan di ruang-ruang hati saya. Dan voalaa, bertemulah saya dengan rumah baru yang kini saya tempati. Sebuah komunitas, Isyarat Kalam.

“Awalnya sih saya dan teman saya nekat aja buat ngebentuk dan mulai komunitas ini. Modal Bismillah dan doa. Dari yang awalnya cuman berdua, sampai sekarang jadi bersembilan. Dari kenekatan itu, ga kerasa Isyarat kalam udah berjalan hampir dua tahun. Semoga kita di ridhoi Allah dan bisa terus bergerak sampai tahun-tahun berikutnya”, tutur mba Syaima’ yang merupakan salah satu pencetus terbentuknya Isyarat kalam dalam pertemuan pertama komunitas dengan anggota baru (13 Februari 2022).

Dari kenekatan dua anak muda tersebut, komunitas yang berdiri sejak 29 April 2022 ini, memiliki program-program yang bergerak dalam bidang pendidikan dan sosial, yang diperkenalkan dan dilaksanakan dari berbagai media langsung (turun kelapangan) dan media-media sosial yang saat ini banyak di gandrungi kalangan dari berbagai usia.

“Kita punya motto dari lisan untuk insan. Dan tentunya berdiri dengan landasan pemikiran dari Al-Qur’an yaitu Al-Baqarah:148 dan Al-Maidah:2. Kedua  ayat ini adalah ayat yang menyerukan kepada manusia untuk berbuat baik dan tolong menolong”, jelas pencetus Isyarat kalam lainnya, yang tidak ingin disebutkan namanya.

Komunitas yang ingin mengajak anak muda untuk lebih peduli kepada sekitar, dengan terus berbuat baik dan memanfaatkan perkembangan media untuk hal-hal positif ini, menyediakan media belajar dan berkembang, yang terbuka untuk umum, berupa grup whatsApp yang linknya di cantumkan di deskripsi akun instagram Isyarat Kalam.

Komunitas ini juga aktif dalam program kegiatan yang mengajak anggotanya dan orang-orang yang tertarik untuk turun langsung kelapangan, salah satunya adalah program kegiatan yang pertama kali kami lakukan sebagai anggota baru, yaitu turun bareng, yang dilaksanakan pada 25 Februari 2022.  Turun bareng(turba) adalah kegiatan yang membagikan nasi kotak kepada orang-orang yang layak menerimanya. 

Awalnya, saya pikir kegiatan ini sedikit aneh dan sia-sia. Tetapi, saya salah. Benar sekali kata bapak driver beberapa hari yang lalu, bahwa selain hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan sesama manusia juga bisa memengaruhi hidup. Saat kegiatan itu, saya akhirnya tersadar. Masih begitu banyak manusia yang membutuhkan, masih banyak manusia yang baik, dan betapa saya selama ini kurang dalam hal mensyukuri kehidupan. 

“Nasinya masih ada ga ya nak? boleh ibu panggil teman Ibu? Terimakasih ya nak”, tanya salah satu Ibu saat kami sedang melaksanakan turba.

Dialog saya dengan Ibu tersebut sampai saat ini adalah yang paling berkesan. Sebab meskipun terlihat biasa saja, saat diamati, dari kalimat sederhana si Ibu, bisa kita sadari bahwa dari hal-hal yang seringkali kita anggap “biasa” dan seringkali tidak kita perhatikan, sebenarnya banyak pelajaran yang tersimpan. 

Seperti halnya, dari percakapan saya dengan Ibu tersebut, saya menyadari, betapa sebenarnya masih banyak manusia yang menghargai manusia lain, manusia yang peduli kepada manusia lain, manusia yang berusaha berbuat dan berbagi kebahagiaan melalui hal-hal kecil, yang sering kali tidak dinilai oleh orang lain. Kebaikan yang bisa kita lihat, dari bagaimana si Ibu masih mengingat temannya, padahal dia sendiri juga masih membutuhkan. Dan bagaimana menghargai orang lain, hanya dengan mengucapkan “terimakasih”, bisa memberi kebahagiaan juga.

Gambar Kegiatan Turun Bareng (Dokumentasi Pribadi)
Gambar Kegiatan Turun Bareng (Dokumentasi Pribadi)

Akhirnya, kembali ke topik awal. Diluar dari fakta yang membuat kita ngeri dan berprasangka buruk terhadap manusia lain, yang menimbulkan kecemasan, sebab manusia ibaratkan serigala bagi manusia lain, masih banyak manusia yang ingin menjadi teman bagi manusia lain. 

Mereka adalah yang mengajarkan kita, bahwa masih banyak yang peduli dan berusaha menebarkan kebaikan dimulai dari hal kecil, mereka yang ingin bersembunyi dan menutupi hal-hal baik yang sudah dia lakukan, seperti halnya salah satu pencetus lahirnya komunitas isyarat kalam. Dan mereka mencari ketenangan, serta mereka yang menyadari pentingnya menjaga hubungan dengan manusia lain. Dan semoga kita menjadi bagian dari "mereka", dengan penuh ketulusan dan kesadaran, sebab:

Manusia ibaratkan tumbuhan-tumbuhan yang hidup di dalam satu lahan. Satu yang disiram/menyirami, maka yang lainnya juga akan ikut merasakan nikmatnya air.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun