Mohon tunggu...
Alya Afifah Ihsan
Alya Afifah Ihsan Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar Sekolah

Pelajar Sekolah Menengah Atas

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mintak Ahi Ujan: Kepercayaan Leluhur terhadap Dewa Hulu Sungai

29 Februari 2024   23:57 Diperbarui: 1 Maret 2024   16:45 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tribun Jambi-Edi Januar

Alya Afifah Ihsan, 12 IPS 3, SMA Negeri 3 Kabupaten Tangerang 

Indonesia sebagai negara yang kaya akan budaya tentunya memiliki banyak perbedaan ataupun ragam kehidupan yang dijalani oleh para masyarakatnya. Ini tidak terlepas dengan tradisi-tradisi adat yang dipercayai oleh warga, khususnya yang menempati daerah kental kepercayaan lokalnya terhadap keberadaan dewa yang melindungi kehidupan sehari-hari manusia.

Upacara Mintak Ahi Ujan merupakan tradisi masyarakat Jambi yang masih mengakar hingga saat ini di Desa Dusun Baru Siulak, Kecamatan Siulak, Kabupaten Kerinci. Upacara Mintak Ahi Ujan dilaksanakan di pinggir sungai, karena adanya kepercayaan masyarakat setempat bahwa adanya para dewa yang mendiami hulu-hulu sungai. Upacara dipimpin oleh dukun yang dipilih pemilik lahan kebun atau warga-warga. Dukun yang terpilih kemudian memilih kembali orang-orang untuk membantunya mempersiapkan upacara.

Sesuai dengan namanya, diselenggarakannya upacara ini dimaksudkan agar hujan cepat turun sehingga tanaman yang ditanam oleh masyarakat dapat tumbuh dengan subur dan panen berhasil dengan baik.

Isu Skeptisisme terhadap Tradisi Minta Hujan

Tradisi turun temurun Mintak Ahi Ujan sudah menjadi kebiasaan bagi para masyarakat Desa Dusun Baru Siulak apabila terjadi musim kemarau berkepanjangan. Tradisi seperti ini sudah lama tersebar di berbagai daerah Nusantara, termasuk Provinsi Jambi. Tradisi yang sudah mengakar kuat dengan kehidupan sehari-hari warga desa dengan hasil ritual yang belum pasti terwujud.

Terdapat dua pendorong mengapa tradisi ini terus dilanjutkan hingga sekarang, pertama adalah karena adanya kepercayaan layaknya mengabdi kepada Dewa, dan yang kedua adalah sebagai bentuk penghormatan warisan budaya leluhur agar tidak punah.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, tentunya tradisi ini tidak lepas dari pandangan skeptis dari orang-orang yang sudah tidak lagi terikat kuat dengan budaya lokal. Warga desa percaya bahwa dengan cara mereka memberikan sesajen kepada Mambang atau dewa yang mengatur air, desa akan mendapatkan hujan sebagai imbalannya.

Profesi seorang dukun sebagai pemimpin upacara adat yang sering dikaitkan dengan hal mistis dan ilmu hitam menjadi penguat bahwa upacara adat ini tidak dapat diterima sepenuhnya oleh masyarakat modern jaman sekarang. Apalagi sudah banyak masyarakat yang sudah memeluk agamanya masing-masing dengan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, bukan Dewa.

Ritual Leluhur yang Tergantikan

Ramalan Cuaca atau Prakiraan cuaca, adalah penggunaan ilmu dan teknologi untuk memperkirakan keadaan atmosfer Bumi pada masa yang akan datang di suatu wilayah tertentu. 

Dengan kalkulasi yang prediktif namun akurat, membuat masyarakat zaman sekarang lebih memilih untuk mempercayai hal yang lebih jelas asal usul datanya. Hal ini berbeda sekali dengan upacara adat seperti ritual untuk memanggil hujan yang masih belum jelas apakah hujan yang diminta melalui pemberian sesajen kepada Dewa dapat langsung dirasakan oleh masyarakat.

Berita tentang ramalan cuaca bisa diakses oleh banyak orang dengan mudah. Contoh, selama penyiaran berita di televisi akan ada sesi dimana presenter berita memberikan informasi mengenai ramalan cuaca di beberapa wilayah. Selain itu, informasi mengenai ramalan cuaca juga bisa kita peroleh dari alat elektronik canggih lainnya yang kita punya, seperti gadget, laptop, radio atau bisa juga dari koran harian. 

Perbedaan yang sangat jauh membuat tujuannya juga berbeda. Tradisi meminta hujan, hanya bertujuan untuk meminta hujan ketika terjadi musim kemarau panjang, sedangkan ramalan cuaca bertujuan untuk memperkirakan peristiwa yang akan terjadi dan dapat berdampak pada kehidupan manusia. Biasanya sebagian besar untuk memprediksi masa panen atau kelayakan keberangkatan pesawat udara.

Dilihat dari kegunaan dan tujuannya, kita bisa menyimpulkan dengan jelas bahwa tradisi leluhur dalam budaya lokal untuk meminta turunnya hujan merupakan solusi yang tidak bisa dikatakan efektif karena kurangnya bukti nyata sebagai keberhasilan ritual terseut dan masih banyaknya pandangan skeptis masyarakat modern terhadap dukun, dan juga ilmu yang digunakan. Pada zaman sekarang, masyarakat modern lebih memilih untuk bergantung pada ramalan cuaca yang lebih terbukti kebenarannya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun