Dari analisa yang dilakukan oleh Aulia Wilda Sholikha et al., (2024), didapatkan pola yang berurutan dan serupa. Analisa publik mengatakan bahwa hal ini merupakan gejala dari copycat suicide atau bunuh diri yang dilakukan dikarenakan melihat atau mendengar kasus bunuh diri terdahulu. Maraknya fenomena copycat suicide tentu bukan tanpa sebab, melainkan merupakan pengaruh dari framing media yang tidak bertanggung jawab.
Kasus bunuh diri masih menjadi hal yang sensitif, namun menjadi suatu fenomena sosial yang dibagikan oleh media massa. Menurut Benny Prawira Siauw, pendiri komunitas pencegahan bunuh diri Into The Light Indonesia berpendapat bahwa pemberitaan kasus bunuh diri di Indonesia masih cukup memperihatinkan.Â
Media terlalu fokus dalam memunculkan asumsi terkait bunuh diri, menjabarkan metode bunuh diri, hingga mengungkap kehidupan pribadi korban hingga akhirnya memilih untuk mengakhiri hidup.
Tak hanya itu, terkadang pemberitaan terlalu detail dalam memaparkan kronologi hingga melanggar privasi korban. Lalu berita dibumbui lagi dengan asumsi tunggal yang berasal dari orang sekitar. Pemilihan kata juga tak jarang menggunakan narasi yang berlebihan dan menimbulkan sensasi.
Alasan seseorang untuk mengakhiri hidup memang kompleks dan tidak sepenuhnya dipahami oleh orang lain, namun framing yang dilakukan oleh media semakin terbukti memegang perana penting terkait kasus copycat suicide.Â
Media yang seharusnya hanya memberitakan kejadian bunuh diri, justru malah mengedukasi pembaca untuk melakukan bunuh diri. Bunuh diri bukanlah hal yang sepele karena menyangkut keberlangsungan hidup seseorang. Dan jika media tidak berhenti dalam memberikan informasi yang salah, kemungkinan prevalensi bunuh diri di Indonesia tidak kunjung menurun secara signifikan.
Adapun upaya yang dapat dilakukan dalam menekan angka bunuh diri yang juga dapat menuju ke copycat suicide adalah dengan program pencegahan bunuh diri. Dilakukan bersama -- sama melibatkan pemerintah, tenaga pendidik, dan komunitas.Â
Melakukan pendidikan, edukasi, melakukan skrining pada orang yang berisiko, memberikan akses terbatas dengan benda tajam, menciptakan lingkungan yang support dengan kesehatan mental, hingga melakukan propaganda bunuh diri dapat dilakukan untuk menekan angka bunuh diri hingga copycat suicide.Â
Tak hanya itu, upaya lain yang dapat dilakukan adalah pentingnya memahami kesehatan mental mahasiswa, lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung hingga bijak dalam menerima informasi terkait bunuh diri. Jika memang merasakan hal yang sensitif dalam menerima informasi yang berkaitan dengan bunuh diri, lebih baik dihindari.
Upaya terbaik dalam mencegah bunuh diri adalah kontrol diri, kemauan diri untuk berjuang dan bertahan hidup, serta lingkungan yang mendukung untuk perbaikan diri sendiri. Hubungi hotline 500 -- 454, jika anda butuh konseling pencegahan bunuh diri. Apapun yang mungkin anda alami saat ini memang tidaklah mudah. Namun hal yang perlu diingat adalah kamu berharga lebih dari yang kamu pahami !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H