Mohon tunggu...
Alya Putrantio
Alya Putrantio Mohon Tunggu... Administrasi - Mahasiswa

Nursing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

"Copycat Suicide", Trend Perusak Generasi Bangsa

25 Juli 2024   01:23 Diperbarui: 25 Juli 2024   03:45 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Kesehatan merupakan suatu kondisi dimana fisik, mental dan sosial yang sejahtera secara utuh, dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan/ disabilitas. 

Seringkali, masyarakat menganggap bahwa hanya kesehatan fisik saja yang penting namun tidak dengan kesehatan mental. Padahal, kesehatan mental bukanlah aspek yang dapat disepelekan oleh setiap individu. 

Kesehatan mental adalah kondisi sejahtera dan terbebas dari gangguan aspek psikologis atau pikiran. Kondisi seperti stress dan cemas merupakan salah satu gangguan pada aspek psikologis, namun hal tersebut adalah hal yang normal tergantung bagaimana cara melampiaskannya.

Mengapa kesehatan mental tidak boleh disepelekan ? apakah sama pentingnya dengan kesehatan fisik ? Kesehatan mental juga sama pentingnya dengan kesehatan fisik. 

Dengan menyeimbangkan dua aspek tersebut, fungsi tubuh dapat teroptimalisasi. Seringkali kita mendengar bahwa sembuhnya penyakit tergantung dengan cara kita memanajemen stress. 

Dengan pengelolaan stress yang positif, hal ini akan memicu pengeluaran hormon endorfin dan  meningkatkan sistem imunitas. Maka dari itu, dengan kesehatan mental yang terjaga akan mempengaruhi kesehatan fisik.

Namun pada faktanya, menjaga mental tetap sehat tidaklah mudah. Menurut data Riskesdas tahun 2018, 26 juta dari total 267 juta penduduk di Indonesia mengalami gangguan jiwa. Dimana 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan mental dan 12 juta penduduk mengalami depresi. 

Tak hanya itu, Badan Litbangkes tahun 2016 mencatat sebanyak 1.800 orang melakukan bunuh diri tiap tahunnya atau setara dengan 5 orang perhari melakukan bunuh diri. Dimana sebanyak 47,7% korban berusia disekitar 10-39 tahun atau merupakan usia remaja dan produktif.

Maraknya kasus bunuh diri belakangan ini tentu perlu dikhawatirkan dan memerlukan perhatian secara serius. Seperti yang ramai beberapa waktu ini, banyak kasus bunuh diri yang terjadi di kalangan mahasiswa terutama di daerah Semarang, Jawa Tengah. 

Mahasiswa merupakan agen perubahan yang menjadi penentu nasib suatu bangsa di generasi yang akan datang. Namun, beratnya tanggung jawab yang dipikul oleh mahasiswa terkadang menimbulkan konflik internal yang tak jarang, mahasiswa lebih memilih untuk mengakhiri hidupnya.

Beberapa kasus bunuh diri yang terjadi dalam waktu dekat ini yaitu seorang mahasiswa baru Unika Sugiyopranoto, Mahasiswa semester 3 Fakultas Ilkom USM, Mahasiswa Fakultas Hukum Undip yan mengakhiri hidup jelang wisuda, Mahasiswa fakultas MIPA Unnes, Hingga Mahasiswa semester akhir Fakultas Ekonomi dan Bisnis Udinus. Dimana semua kasus tersebut hanya memakan periode waktu 13 bulan.

Dari analisa yang dilakukan oleh Aulia Wilda Sholikha et al., (2024), didapatkan pola yang berurutan dan serupa. Analisa publik mengatakan bahwa hal ini merupakan gejala dari copycat suicide atau bunuh diri yang dilakukan dikarenakan melihat atau mendengar kasus bunuh diri terdahulu. Maraknya fenomena copycat suicide tentu bukan tanpa sebab, melainkan merupakan pengaruh dari framing media yang tidak bertanggung jawab.

Kasus bunuh diri masih menjadi hal yang sensitif, namun menjadi suatu fenomena sosial yang dibagikan oleh media massa. Menurut Benny Prawira Siauw, pendiri komunitas pencegahan bunuh diri Into The Light Indonesia berpendapat bahwa pemberitaan kasus bunuh diri di Indonesia masih cukup memperihatinkan. 

Media terlalu fokus dalam memunculkan asumsi terkait bunuh diri, menjabarkan metode bunuh diri, hingga mengungkap kehidupan pribadi korban hingga akhirnya memilih untuk mengakhiri hidup.

Tak hanya itu, terkadang pemberitaan terlalu detail dalam memaparkan kronologi hingga melanggar privasi korban. Lalu berita dibumbui lagi dengan asumsi tunggal yang berasal dari orang sekitar. Pemilihan kata juga tak jarang menggunakan narasi yang berlebihan dan menimbulkan sensasi.

Alasan seseorang untuk mengakhiri hidup memang kompleks dan tidak sepenuhnya dipahami oleh orang lain, namun framing yang dilakukan oleh media semakin terbukti memegang perana penting terkait kasus copycat suicide. 

Media yang seharusnya hanya memberitakan kejadian bunuh diri, justru malah mengedukasi pembaca untuk melakukan bunuh diri. Bunuh diri bukanlah hal yang sepele karena menyangkut keberlangsungan hidup seseorang. Dan jika media tidak berhenti dalam memberikan informasi yang salah, kemungkinan prevalensi bunuh diri di Indonesia tidak kunjung menurun secara signifikan.

Adapun upaya yang dapat dilakukan dalam menekan angka bunuh diri yang juga dapat menuju ke copycat suicide adalah dengan program pencegahan bunuh diri. Dilakukan bersama -- sama melibatkan pemerintah, tenaga pendidik, dan komunitas. 

Melakukan pendidikan, edukasi, melakukan skrining pada orang yang berisiko, memberikan akses terbatas dengan benda tajam, menciptakan lingkungan yang support dengan kesehatan mental, hingga melakukan propaganda bunuh diri dapat dilakukan untuk menekan angka bunuh diri hingga copycat suicide. 

Tak hanya itu, upaya lain yang dapat dilakukan adalah pentingnya memahami kesehatan mental mahasiswa, lingkungan pendidikan yang aman dan mendukung hingga bijak dalam menerima informasi terkait bunuh diri. Jika memang merasakan hal yang sensitif dalam menerima informasi yang berkaitan dengan bunuh diri, lebih baik dihindari.

Upaya terbaik dalam mencegah bunuh diri adalah kontrol diri, kemauan diri untuk berjuang dan bertahan hidup, serta lingkungan yang mendukung untuk perbaikan diri sendiri. Hubungi hotline 500 -- 454, jika anda butuh konseling pencegahan bunuh diri. Apapun yang mungkin anda alami saat ini memang tidaklah mudah. Namun hal yang perlu diingat adalah kamu berharga lebih dari yang kamu pahami !

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun