Tomas mulai terlihat salah tingkah. Ia berusaha mengalihkan pembicaraan. "Mengapa kau tak mencoba untuk tinggal di rumah? Kita bisa menonton pertandingan Liga Inggris seperti waktu kau kecil dulu. Minggu ini jadwal Liverpool melawan West Ham United."
"Aku tak suka bola. Lagipula, Liverpool tim yang payah." kata Ari tanpa sensor.
Tomas sudah kehabisan kata-kata. Ari memang orang yang bicara apa adanya. Ia tidak pernah menyaring kata-kata yang keluar dari mulutnya. Lebih parahnya lagi sejak kejadian meninggalnya orang tua Ari. Perkataan Ari cenderung melukai hati seseorang.
"Kau boleh bermain musik di bar Yandi asal kau tidak mabuk lagi." kata Rita sambil meletakkan telur dadar buatannya di atas piring di meja makan.
Ari terlihat tak terima. "Aku tetap akan bermain di Royale apapun keadaannya."
"Dengar, aku tak ingin menjemputmu untuk ke-33." kata Rita dengan nada yang lebih tinggi sambil meletakkan wajan di atas tempat cuci piring.
"Aku hanya mabuk 31 kali. Mengapa kau melebih-lebihkan?" balas Ari.
"Yandi telah menghitungnya. Kau jangan bohong lagi!" kata Rita setengah berteriak.
"Aku akan tetap bermain di sana!" Tomas berbicara lebih keras lagi.
Menyadari suasana mulai panas, Tomas berusaha melerai. "Bagaimana kalau begini saja? Rita, biarkanlah Ari bermain piano. Itu hobinya. Ari, kau boleh bermain di bar Yandi. Tapi jangan sampai mabuk. Bagaimana? Semuanya beres kan?"
Ari dan Rita tidak bersuara sama sekali.