Pembaruan hukum pidana di Indonesia merupakan topik yang penting dan kompleks yang memerlukan perhatian serius dari semua pemangku kepentingan. Hukum pidana yang ada saat ini dianggap sudah usang dan kurang mampu merespon tantangan zaman modern, sehingga pembaruan menjadi sebuah kebutuhan yang mendesak. Mari kita kaji lebih mendalam mengenai harapan dan tantangan dalam proses pembaruan ini.
Latar Belakang dan Kebutuhan Pembaruan
Sejarah hukum pidana di Indonesia sebagian besar masih berakar pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang diadopsi dari hukum kolonial Belanda. Seiring berjalannya waktu, hukum ini menunjukkan berbagai kelemahan, seperti ketidakrelevanan dengan isu-isu kontemporer, ambigu dalam penafsiran, dan terdapat celah yang dapat disalahgunakan.
Harapan dari Pembaruan Hukum Pidana
Peningkatan Keadilan:
Masyarakat mengharapkan adanya sistem hukum pidana yang lebih adil, di mana hak asasi manusia (HAM) dihormati dan keadilan substantif dapat tercapai.
Diharapkan hukum pidana yang baru dapat memberikan perlindungan yang lebih baik bagi korban kejahatan serta memberikan sanksi yang setimpal bagi pelaku kejahatan.
Efektivitas Penegakan Hukum:
Pembaruan hukum diharapkan dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum, sehingga proses peradilan menjadi lebih cepat, transparan, dan akuntabel.
Penggunaan teknologi dalam penegakan hukum juga diharapkan dapat diakomodasi dalam hukum pidana yang baru, seperti untuk menangani kasus kejahatan siber.
Penyesuaian dengan Perkembangan Zaman:
Masyarakat berharap hukum pidana yang baru dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan sosial, ekonomi, dan teknologi.
Peraturan yang lebih spesifik tentang kejahatan-kejahatan baru seperti kejahatan siber, perdagangan manusia, dan kejahatan lingkungan sangat dibutuhkan.
Tantangan dalam Pembaruan Hukum Pidana
Resistensi dari Beberapa Pihak :
Perubahan sering kali mendapatkan resistensi dari pihak-pihak yang merasa dirugikan atau tidak setuju dengan konsep baru yang diperkenalkan. Hal ini dapat memperlambat proses pembaruan.
Ada juga konservatisme di kalangan masyarakat dan institusi yang ingin mempertahankan status quo.
Kompleksitas Proses Legislasi :
Proses legislasi yang panjang dan kompleks sering kali menjadi hambatan. Dibutuhkan waktu dan upaya yang besar untuk menyatukan berbagai kepentingan dan pandangan.
Koordinasi antara berbagai lembaga dan pemangku kepentingan juga menjadi tantangan tersendiri.
Sumber Daya dan Pendanaan:
Implementasi pembaruan hukum pidana memerlukan sumber daya manusia dan pendanaan yang cukup. Tanpa dukungan yang memadai, pembaruan bisa saja tidak efektif.
Pelatihan dan peningkatan kapasitas aparat penegak hukum juga menjadi hal yang penting.
Konsensus Nasional:
Mencapai konsensus nasional dalam pembaruan hukum pidana adalah tantangan besar, mengingat beragamnya kepentingan dan pandangan yang ada di masyarakat.
Penting untuk melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk masyarakat sipil, akademisi, praktisi hukum, dan lembaga penegak hukum, dalam proses pembaruan ini.
Pembaruan hukum pidana di Indonesia adalah sebuah keharusan untuk memastikan bahwa sistem hukum mampu menjawab tantangan zaman dan memberikan keadilan bagi semua pihak. Harapan-harapan yang tinggi dari masyarakat harus diimbangi dengan upaya serius untuk mengatasi tantangan-tantangan yang ada. Dengan koordinasi yang baik, keterlibatan semua pihak, dan komitmen untuk perubahan, pembaruan hukum pidana yang lebih baik dapat diwujudkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI