Nah dari situ gue merasa kecanduan banget akan internet dan gadget tanpa tahu gimana cara untuk bisa memanfaatkannya selain untuk mendapatkan dopamin atau hiburan.
Terus dampaknya apa, gue akui itu membuat level kemalasanku terupgrade beberapa ratus persen sampai-sampai hanya untuk pergi beranjak dari tempat tidur untuk makan itupun harus mengumpulkan niat yang ekstra.
Tidak berhenti disitu, rasa malas itu semakin menghambat gue untuk beraktifitas yang produktif. Gue jadi malas belajar, malas bersih-bersih, malas nyuci baju dan banyak jenis-jenis malas lainnya. Oke jadi begini teman-temanku yang berbahagia. Rasa malas itu bisa datang dari berbagai sebab yang gue sebutin ini sebenarnya hanya salah satu hal saja sumber mata air kemalasan.
Kemudian mengenai dampak apa saja yang didapat dari prestasi bermalas-malasan rebahan ditempat tidur dan lain sebagainya adalah banyaknya kesempatan yang terlewat percuma. Banyak hal yang udah gue sesalkan terhadap perilaku diriku sendiri. Gue dulu punya ide membuat konten di youtube. Ide tersebut terbilang bagus tapi apa yang terjadi.
Karena malasnya diriku ini ide yang sempat terpikirkan itu ternyata ada orang lain yang konsepnya sama tetapi karena dia tidak malas dalam pembuatan konten itu, akhirnya dia yang berhasil mengeksekusi pekerjaan itu sampai di titik akhir. Dan kalian tahu apa yang gue rasain? Ya betul, gue merasakan penyesalan sama kayak gue mau ngungkapin perasaan gue ke cewek yang gue suka tapi kesempatan itu berlalu begitu saja.
Setiap hari gue menjalani hidup dengan rasa demikian, setiap akan memulai sesuatu pasti saja badan ini meminta untuk merekatkan kembali ke dalam empuknya ranjang kemalasan. Perlu diketahui ini sangat menggangu sekali. Mungkin diantara para pembaca yang berbahagia pernah merasakan hal yang demikian atau bahkan sekarang sedang berada di fase ini. Hari-hari hanya berlalu begitu saja tanpa ada hal yang berarti.
Dan pada suatu hari gue nemu kata-kata dari seorang filsuf yang mungkin para pembaca sudah tak asing lagi dengannya,Kaisar Romawi Marcus Aurelius Antoninus adalah Stoa kuno yang terkenal. Selama 14 tahun terakhir hidupnya, dia menghadapi salah satu wabah terburuk dalam sejarah Eropa.
Kata-kata yang berhasil membakar semangat jiwa muda gue yang hampir layu dihujani asam kemalasan “Bukan kematian yang harus ditakuti seseorang, tetapi dia harus takut karena tidak pernah memulai hidup”. Sebuah kalimat yang seakan menampar wajah gue yang polos karena telah terkena genjutsu ilusi kemalasan menjadi kaum rebahan.
Gue tersadar bahwa bila tidak kunjung bergerak apakah semua yang aku impikan, kucita-citakan dan kuharapkan tidak akan terjadi, yang akhirnya akan membuat gue semakin merasa depresi dan terpuruk menyalahkaan diri sendiri setiap waktu.
Kucoba perlahan-lahan bergerak memulai apa yang seharusnya gue mulai. Tidak mudah dan tidak cepat karena memang rasanya seperti orang yang kecanduan rokok dan kemudian ingin berhenti. Teringat selalu akan kata-kata tadi menjadi sebuah pecut buat gue untuk selalu tersadar tidak kembali lagi kelubang yang lama.
Kumulai dengan langkah kecil untuk membatasi scrol media sosial dan konten-konten hiburan digital lainnya. Kukerjakan pekerjaan rumah yang biasanya selalu mangkrak seperti bersih-bersih menyapu, mencuci baju yang biasanya hanya gue lakuin seminggu sekali kini tiga hari sekali.