[caption caption="Ilustrasi: KOMPAS/JOHANES GALUH BIMANTARA"][/caption]Suatu ketika saya dan teman berbelanja di salah satu swalayan di Paris. Setelah memberi seabrek barang dan membayar di kasir, petugas kasir membiarkan saya dengan seabrek belanjaan saya tadi. Ternyata semua orang disitu sudah membawa kantong belanjaan sendiri untuk membawa belanjaannya. Untungnya saya sedang membawa tas ransel, jadi belanjaan saya dan teman saya paksakan semuatnya di ransel.
Membawa tas belanjaan sendiri sudah menjadi budaya di beberapa negara, jadi nggak heran kalau kita melihat orang-orang bule itu nenteng belanjaan dalam tas mereka. Jangankan belanjaan, pernah lihat cewek sosialita di Paris bersama anjing kesayangannya? Emangnya dikira isi tasnya apa? parfum mahal? Bukan. Kalau anjing kesayangan mereka buang air besar alias pup, cewek tadi akan mengeluarkan sekop kecil dari tasnya dan memungut kotoran tadi kemudian memasukkannya ke dalam tas khusus yang mereka bawa. Kesadaran akan menjaga lingkungannya sudah sangat tinggi.  Â
Beda banget justru saat saya menemukan kenyataan di kampung halaman sendiri. Saat belanja di swalayan apapun, ada kantung plastik buat daging, ada kantung plastik buat detergen, ada kantung plastik makanan ringan. Belum lagi kalau beli minyak goreng atau air mineral botol besar, pasti kantung plastiknya minta di dobel, biar nggak jebol.
Wauuww... satu orang saja belanja menghasilkan banyak sekali kantung plastik yang akan jadi sampah.
"Saya kan sudah buang sampah plastik pada tempatnya, mas!" Kata teman saya ketika saya singgung soal konsumsi plastik yang tinggi.
Saya tinggal di salah satu cluster di Bintaro yang sering memenangkan lomba kebersihan karena daerahnya bersih. Truk sampah datang setiap hari mengangkut sampah warga dan membuangnya ke TPA (Tempat Pembuangan Akhir).
Sekarang yuk kita wisata ke tempat pembuangan sampah akhir. Kita akan melihat hamparan pegunungan sampah, yang kebanyakan sampah plastik. Berton-ton sampah plastik di drop setiap hari ke TPA, diapain sampah-sampah itu? Beberapa ditimbun di tanah, beberapa dibakar.
Beres urusannya?
Ya kalau beres ya nggak perlu ada Hari Peduli Sampah Nasional.
Sampah plastik yang kita hasilkan itu baru bisa terurai secara matematis 1000 tahun lamanya, kayak lagunya Jikustik "seribu tahun lamanya aku akan menunggu". Sementara kalau ditanam di dalam tanah maka partikel sampah plastik itu akan mempengaruhi kualitas tanah dan dapat berpengaruh pada air tanah yang kita minum.
Sementara sampah plastik yang hanyut ke laut juga menimbulkan masalah yang baru. Sampah plastik kita akan dimakan oleh burung laut, ikan-ikan, anjing laut dan lainnya. Pernah dibedah salah satu perut burung laut dan ditemukan bantar di dalamnya alias sampah plastik yang sangat banyak sampai membuat ususnya tidak bisa mencerna. Â
Jadi?
BUANG SAMPAH PADA TEMPATNYA SAJA NGGAK CUKUP. Nggak kekinian kalau kata anak alay jaman sekarang.
Sekarang jamannya mengurangi sampah plastik. Itu baru kekinian.
Kita udah ketinggalan banget sama negara-negara bule lainnya dalam hal mengurangi sampah plastik. Pernah lihat di film-film Holywood, bule-bule belanja sambil bawa tas sendiri atau memeluk tas belanjaan kertas. Kepedulian masyarakat dunia terhadap daur ulang sampah sudah sangat tinggi. Bahkan di Jepang saja selokan di perumahan diisi dengan ikan Koi.
Sementara di kampung halaman kita, jangankan mengurangi sampah, membuang sampah pada tempatnya aja masih susah. Hari ini Car free day nih. Cobain deh jalan-jalan jam sembilan setelah orang-orang berolahraga ? Apakah mereka berolahraga ? Tidak. Kebanyakan mereka berbelanja dan jajan di car free day. Saya nggak mau ngebahas itu, yang saya sorotin, abis itu pastinya banyak buanget sampah plastik di jalanan.
"Kan ada petugas kebersihan. Biar mereka ada kerjaan"
"Tempat sampahnya jauh. jadi jangan salahkan saya kalau buang sembarangan."
"Semua tempat adalah tempat sampah."
"Ah kantung plastik kecil ini, nggak akan bikin orang mati lah."
"Tempatnya emang udah penuh sampah, jadi nggak papa dong ketambahan sampah satu doang."
Kira-kira begitu jawabannya kalau diwawancara soal kepedulian buang sampah. Level masyarakat kita memang baru sampai "buanglah sampah pada tempatnya" belum sampai level "mengurangi sampah" lha wong dipikir kenapa Jakarta banjir ? kali Ciliwung itu kesumbat sampah, bukan sekedar sampah plastik, tapi lemari dan kasur bekas. ck ck ck ck.... ampun dah.... Belum pernah disunat dua kali tuh orang.
Karena dirasa sudah sangat ketinggalan dengan negara lain, Makanya pemerintah merasa perlu untuk memaksa kita untuk lebih peduli dengan sampah, diawali dengan kepedulian kantung plastik. Hari ini 21 Februari merupakan Hari Peduli Sampah Nasional. Pemerintah akan menerapkan uji coba Kantung Plastik berbayar di beberapa kota besar.
Memang telat sih tapi kalau nggak dimulai dari sekarang kapan lagi. ITu aja pengusaha ritel masih pada protes ... capek deh. Mungkin pada nunggu bumi jadi lautan sampah dan air tanah nggak bisa dipakai baru kita sadar kali ya.
Per hari ini minggu 21 Februari 2016, jika kita beli barang maka kita harus mengeluarkan uang lagi jika ingin memakai kantung plastik. Tujuannya adalah untuk memunculkan kesadaran "Heloooo, elu sudah nyampah plastik terlalu banyak. Ayo dikurangi !"
Pastinya di awal akan banyak orang yang misuh misuh dan akhirnya membayar kantung plastik. Orang yang lebih waras akan membawa kantung sendiri dari rumah. Kita termasuk golongan yang mana.
DI RW saya ada beberapa kegiatan bagus yang mungkin bisa dicontoh untuk kepedulian kita pada sampah plastik: Â
1. Diet kantong plastik selama 7 hari, Selfie di Social Media dan dilombakan di tingkat RW
Dimulai dari ibu-ibu saat belanja ke pasar untuk membawa kantung sendiri, tidak meminta kantung plastik ke pedagang sayur, selfie bersama kantung saat belanja dan dilombakan di tingkat RW. Diawali dari tujuh hari saja dulu diet kantung plastiknya.
2. Pemilahan sampah plastilk (non organik) dan sampah bisa terurai (organik)
Pemilahan sampah dimulai dari tingkat rumah tangga, dimana sudah ada tong sampah untuk organik dan non organik di rumah kita sendiri. Untuk sampah organik nantinya akan diarahkan untuk didaur ulang sebagai kompos alias pupuk tanaman, untuk yang non organik akan diarahkan ke pengepul plastik (bisa dijual bisa dikasih).
3. Kerjasama dengan pengepul plastik di wilayah untuk pengambilan secara rutin
Satu RT biasanya kompakan manggil pengepul untuk ambil plastik pada hari tertentu, dikiloin dan hasilnya bisa buat belanja lagi atau dijadikan uang kas.
4. Membuat komposter atau pengolah sampah organik menjadi pupuk tanaman.
Dengan memakai tong plastik, masukkan sampah organik seperti sisa makanan, sayuran atau apapun yang bisa terurai oleh alam (bukan produk olahan seperti plastik dan lainnya), kemudian diberi obat tertentu yang bisa dibeli di toko tanaman, maka sampah organik itu akan terurai dan akan menjadi pupuk tanaman yang sangat manjur.
Intinya mulai dari kita dan dari sekarang serta dari hal terkecil. Percayalah kalau sudah jadi budaya pasti dijamin nggak susah.
Mau badan kamu kayak silvester stalone, mau badan kamu seseksi, kalau masih belum bawa kantong sendiri buat belanja berarti 'KAMU BELUM KEKINIAN !"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H