Mohon tunggu...
Alvriza Mohammed Fadly
Alvriza Mohammed Fadly Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Film dan Televisi UPI 2020

A Student of Film and Television Study Program In Indonesia University of Education. Likes to write entertainment news and practicing journalistic production and distribution.

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Musha Sugyo: Pengembaraan ke Pulau Para Dewa

27 Januari 2023   23:24 Diperbarui: 28 Januari 2023   00:11 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar 1. Penulis dengan rekan-rekan kelompok Modul Nusantara di Kebhinekaan 2/Dok pribadi

Gambar 4. PMM 2 UNMAS bersama pelaku cerita ramayana
Gambar 4. PMM 2 UNMAS bersama pelaku cerita ramayana "Asmara Rama dan Sinta"/Dok pribadi
Minggu-minggu selanjutnya hampir sama seperti sebelumnya, dimana saya menjalankan kuliah akademik bersama teman-teman baru di kelas dan bertemu dengan para dosen yang tidak familiar bagi saya. Perlahan saya mulai mengenal dengan lingkungan belajar yang baru dan flow perkuliahan yang serasa sedikit smooth dari perkuliahan saya di kampus UPI. Kegiatan modul nusantara untuk berikutnya adalah berkunjung ke Desa Adat Tenganan Pegrisingan, Puri Karangasem, dan Taman Ujung. Kami melakukan kegiatan kebhinekaan dua kali serta refleksi satu kali. Saya harus akui bahwa desa adat Tenganan memiliki masyarakat yang sangat filosofis dan tempatnya pun historis, melalui eksplorasi bersama salah satu pemuda desa tersebut saya mempelajari bahwa tatanan kehidupan di desa ini memiliki ciri khas yang sangat unik seperti perang pandan yang dilaksanakan sesuai kalender desa. Hal ini jauh berbeda dengan desa adat yang pernah saya pelajari seperti Desa Adat Cirendeu dan Kampung Adat Ciptagelar, mereka masih "menganut" sistem tatanan kehidupan masyarakat Jawa dan mengikuti kehidupan nenek moyang pendahulunya.

SECTION 2 : OCTOBER DEFIANCE (Tantangan Neraka)

Bulan Oktober merupakan medan perang penuh dengan panggilan tugas akademik, saya harus mempersiapkan fisik dan mental jauh dari bulan sebelumnya. Maka dari itu, saya harus menetapkan mindset saya dengan satu kalimat: "The Only Easy Day Was Yesterday", kutipan tersebut merupakan motto dari pasukan khusus NAVY SEAL yang berarti kita harus berfokus pada hari -- hari yang dijalankan dan mengabaikan hari-hari yang akan datang agar tetap fokus pada satu tujuan dan jalan. Setelah mengikuti berbagai rangkaian kegiatan kebhinekaan dan refleksi, akhirnya tibalah sesi refleksi pertama. Sesi ini merupakan salah satu kegiatan modul nusantara terfavorit bagi saya karena mengundang seorang musisi ternama di Bali bernama Bli Balawan.

Gambar 5. Gitaris Inspiratif dari Bali, Bli Balawan/Dok pribadi
Gambar 5. Gitaris Inspiratif dari Bali, Bli Balawan/Dok pribadi
Beliau seorang gitaris terkemuka nan talenta memiliki skill bermain gitar yang mirip dengan musisi kelas dunia seperti Jimi Hendrix, Joe Satriani, dan bahkan musisi revolusioner pada masa ini. Melihat dan mendengarkan beliau bermain gitar seperti saya melihat ke diri saya saat dulu kala pada zaman SMP/SMA masih bergairah untuk bermusik. Alhasil saya ingin sekali bermain gitar dan mempelajari lagu baru, andaikan saya bisa duet bermain bersama Bli Balawan di satu waktu dan waktu itu seharusnya kemarin. Usai mendengarkan ceramah dari majelis desa adat dan mendengarkan lantunan lagu dari musisi Bali, saya beranjak ke Gedung Dharmanegara Alaya untuk menyaksikan film yang diproduksi oleh UKM Multimedia kampus yang bernama "Kasta". Film tersebut memberikan gambaran besar mengenai fenomena sosial kasta yang terjadi di Bali, dimana para masyarakatnya memandang strata sosial seseorang dari keturunan keluarga dan tingkat kasta yang dia miliki. Terdapat dua hal yang dapat dipelajari sebagai inspirasi dari film ini, satu adalah engkau menyadari bahwa hidup tidak hanya dilihat dari status sosial dan kedua engkau harus menggapai level status sosial yang didambakan itu.

Gambar 6. Mengunjungi pura terbesar di Provinsi Bali, Penataran Besakih./Dok pribadi
Gambar 6. Mengunjungi pura terbesar di Provinsi Bali, Penataran Besakih./Dok pribadi

Sesudah itu, kami lanjut menjalankan modul kebhinekaan dengan mengunjungi Pura Penataran Besakih dan Desa Penglipuran. Kedua tempat ini merupakan salah satu contoh besar dari Wonderful Indonesia, karena dua destinasi wisata tersebut memiliki nilai besar dari segi manapun. Pura Penatara Besakih merupakan pura yang saya lihat memiliki keharmonisasian yang sangat tinggi antara umat beragama hindu, terlebih pura tersebut merupakan pusat dari seluruh kegiatan ibadah umat Hindu di Bali. Desa Penglipuran mengingatkan saya dengan tempat-tempat pusat wisata di Bandung, udara yang sangat sejuk dan tempat yang bersih sehingga tidak heran desa tersebut dinobatkan sebagai desa terbersih di dunia.

Gambar 7. Desa Penglipuran sebagai tempat wisata terbersih di Dunia./Dok pribadi
Gambar 7. Desa Penglipuran sebagai tempat wisata terbersih di Dunia./Dok pribadi
Akhir bulan merupakan perjalanan yang sangat jauh nan melelahkan. Saya bepergian ke daerah Bali Barat untuk mengunjungi Kampung Loloan Muslim serta Gereja Kristen Katolik dan Protestan. Pada intinya saya mempelajari kehidupan toleransi antar umat beragama dan melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Salah satu dari pastor sebagai narasumber pernah berkata "Teologi pemerdekaan yang disampaikan yaitu dari agama manapun atau bahkan tidak punya agamapun sebab setiap orang merindukan kebebasan. Jika ingin hidup dalam toleransi dan menerima keberagaman, maka juga menerima Allah/Pencipta yang sama dan meningkatkan sikap bahwa semua manusia butuh toleransi". Kutipan ini seketika membuat saya terharu karena mengingat kehidupan toleransi di Bandung tidak terasa nyata seperti saat saya berkunjung ke tiga tempat ibadah yang berbeda di Bali Barat.

SECTION 3 : November Evolution (Perubahan Kepribadian dan Perspektif)

Gambar 8. Tari Kecak dan Kisah Garuda dan Tirta Amerta (GWK Cultural Park)/Dok pribadi
Gambar 8. Tari Kecak dan Kisah Garuda dan Tirta Amerta (GWK Cultural Park)/Dok pribadi

Bulan November merupakan evolusi dari saya sebagai mahasiswa nusantara. Saya telah dibekali oleh ilmu kebhinekaan untuk meningkatkan wawasan kewarganegaraan tanah air. Kini, saya hanya memantapkan ilmu tersebut dengan kegiatan modul nusantara yang tersisa. Kegiatan di pekan akhir kali-kali ini tidak sesibuk seperti bulan sebelumnya, ditambah saya telah menyelesaikan Ujian Tengah Semester yang artinya perkuliahan tidak begitu intensif pada pertemuan-pertemuan berikutnya. Agenda pemantapan sikap toleransi antara umat dilakukan dengan mengunjungi Puja Mandala di Nusa Dua, dimana 5 tempat ibadah berbeda menyatu dan berjejer antara satu dengan yang lainnya. Kami melakukan observasi dan beribadah sesuai dengan kepercayaan masing-masing dengan waktu yang cukup panjang.

Berikutnya kami mengunjungi Vihara Klenteng Dharmayana di Kuta, ini meruapakan waktu pertama kalinya mempelajari toleransi melalui perspektif umat Konghucu, salah satu narasumber mengatakan bahwa contoh dari keberagaman adalah akulturasi antara budaya tionghoa dengan bali dan dikarakteristikan dengan warna kulit serta bahasa komunikasi. Sebagai kegiatan kebhinekaan terakhir, saya mengunjungi tidak lain dari ikon Bali sendiri yaitu Garuda Wisnu Kencana (GWK) Cultural Park. Bisa dikatakan bahwa mengunjungi GWK merupakan penutup yang indah dan keren karena kita disuguhkan dengan pertunjukan tiga pagelaran budaya yang berbeda, antara lain joged bumbung, parade budaya bali, dan tari kecak karowisnu kencana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun