Kecelakaan yang membuat Ayah Monika dan Mayang menyesal, karena ia tak sempat mengantarkan isteri tercintanya, bidadarinya berbelanja ke pasar.
"Mas, hari ini persediaan sayuran dan lauk kita habis. Untuk memasak nanti siang belum ada bahan. Mas, bisa kan, mengantarku ke pasar?" pintanya pagi itu. Tiada yang tahu, bahwa itu adalah permintaan terakhirnya.
"Aduh, bagaimana ya, Dinda, Mas ingin mengantarmu, tetapi Mas benar-benar tidak bisa. Pemilik toko sebelah mengundang Mas untuk menjadi saksi pernikahan anaknya pagi ini. Atau Monika saja yang mengantar?" Ayah Monika mencoba mencarikan pengganti.
"Pagi ini Monika ada pertemuan penting di kantornya, Mas. Mayang juga sedang ujian semester, sudah berangkat dari tadi. Kalau begitu aku pergi sendiri, tidak mengapa, Mas. Motor kita juga lama tidak keluar, biar aku pakai motor saja." Jawab wanita yang sampai saat itu masih nampak anggun dan cantik, meski usia sudah hampir 50 tahun.
Terpaksa isterinya berangkat sendiri naik sepeda motor. Karena lama tidak menaiki sepeda motor, saat berpapasan dengan sebuah truk pembawa pasir yang akan menyetor pasir ke toko bangunan milik tetangganya, ia oleng dan menyenggol badan truk tersebut. Ia terjatuh, mengalami pendarahan banyak dan tidak tertolong.
Hidup dan mati adalah ketentuan Allah. Kabar duka yang membuat Ayah dua orang gadis itu sering menyendiri. Ia ingin mengenang masa-masa indah bersama isterinya, bidadari surganya.
Semenjak itu, Monika semakin menyayangi Mayang. Ia harus menjaga adik semata wayangnya itu. Sampai masalah menikah pun, ia tidak ingin menikah bila adiknya belum menikah. Sementara Mayang, tidak ingin menikah bila kakaknya belum menikah.
Hingga terjadilah percakapan yang menegangkan di siang terik itu, di rumah joglo mereka. Saat itu Ayah kedua gadis itu sedang tidak berada di rumah.
"May, kamu dengar kata Kakak? Kamu harus menikah dua minggu lagi, May. Jangan permalukan Ayah dan Kakak di hadapan keluarga Hilal. Semua sudah sepakat. Kamu harus ikuti. Dan ingat pesan Ibu kita, paes pengantinnya nanti adalah paes pengantin dari Yogya." Monika sudah tidak ingin dibantah lagi, tidak ingin berdebat lagi.
Hatinya tidak sedang bahagia, teringat ibu tiri yang sudah dianggap sebagai ibu kandungnya sendiri. Kecantikan ibu tiri nyata saat paes pengantin menghiasi wajahnya. Paes pengantin yang membuatnya semakin anggun, dan agung.
***